- ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana
VIVA – Gunung Agung telah mengalami letusan freatik pada Selasa, 21 November 2017 pukul 17.05 WITA. Letusan freatik terjadi akibat uap air bertemu massa panas di dalam perut gunung setinggi 3.142 mdpl tersebut. Letusan freatik itu membawa material abu vulkanik yang sempat dirasakan oleh warga di beberapa titik di Kabupaten Karangasem.
Asap kelabu membumbung setinggi 700 meter. Letusan freatik itu juga meninggalkan bekas lubang baru dengan diameter 50 meter di puncak kawah Gunung Agung.
Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Devy Kamil Syahbana menjelaskan, dari sejarah letusan gunung api di dunia, diakuinya ada beberapa contoh di mana erupsi freatik dapat diikuti oleh erupsi magmatik.
"Tapi ada juga erupsi freatik yang diikuti erupsi freatik lainnya, dan ada juga yang setelah erupsi freatik justru aktivitas menurun dan sistem kembali ke keseimbangannya (normal). Jadi setidaknya ada tiga kemungkinan," jelas Devy, Sabtu 25 November 2017.
Semua pihak, termasuk PVMBG disebut Devy pasti berharap yang sama yakni, kemungkinan ketiga lah yang akan terjadi alias Gunung Agung akan kembali ke setimbangannya (normal).
"Kalau kembali normal, masyarakat kan bisa kembali ke rumahnya dengan tenang. Semua pasti senang bisa kembali hidup normal," katanya. Saat ini, Devy melanjutkan, PVMBG terus mengamati aktivitas gunung yang pernah meletus pada tahun 1963 tersebut.
"Sambil terus berharap dan berdoa, kami tetap harus terus mengamati aktivitas Gunung Agung dari berbagai parameter pemantauan termasuk visual, seismik, deformasi, geokimia dan satelit. Karena, salah satu tugas pemerintah adalah melindungi masyarakatnya," demikian Devy.