Mantan Bos PT DGI Divonis 4 Tahun 8 Bulan Penjara

Mantan Dirut PT DGI Dudung Purwadi
Sumber :
  • ANTARA FOTO

VIVA – Mantan Direktur Utama PT Duta Graha Indonesia Dudung Purwadi divonis empat tahun delapan bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Selain itu, Dudung diganjar membayar denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan, setelah terbukti melakukan korupsi.

Kejagung Tahan Rennier Tersangka Kasus Korupsi Asabri

"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana koruspi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan kesatu primer dan kedua primer jaksa penuntut umum," kata Ketua majelis hakim Sumpeno membacakn amar putusan di Pengadilan Tipikor, Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Selatan, Senin 27 November 2017.

Pada perkaranya Dudung Purwadi dinilai bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi di dua proyek. 

Keponakan Surya Paloh Mengaku Beli Mobil dari Tersangka Korupsi

Pertama, proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus (RS) Penyakit Infeksi dan Pariwisata di Universitas Udayana, Bali, tahun anggaran 2009-2010. 

Dudung diduga bersama-sama dengan mantan Bendum Partai Demokrat, Muhammad Nazarudin, dan Kepala Biro Umum Keuangan Universitas Udayana, Made Meregawa melakukan kesepakatan dalam pengaturan proyek. 

KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim

Mereka berperan memenangkan PT DGI sebagai rekanan proyek rumah sakit sehingga menguntungkan perusahaan tersebut Rp6,78 miliar pada 2009 dan setidaknya Rp17,998 miliar pada 2010.

Dalam kasus itu, Dudung dijerat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kedua, Dudung terbukti korupsi proyek pembangunan wisma atlet dan gedung serba guna di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010-2011.

Pada proyek wisma atlet, perbuatan Dudung memperkaya PT DGI Rp42,717 miliar dan memperkaya Nazaruddin Rp4,675 miliar, serta Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet Palembang Rizal Abdullah Rp500 juta, sehingga seluruhnya merugikan negara Rp54,7 miliar.

Dalam kasus itu, Dudung dijerat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam menjatuhkan vonis, hakim mempertimbangkan beberapa hal. Yang memberatkan, terdakwa tak dukung program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa akibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar. 

Selain itu perbuatan terdakwa yang tidak dapat dijadikan contoh bagi bawahan terdakwa dan pejabat lain dalam jabatan privat pada umumnya.

"Sementara yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dan tidak berbelit-belit selama persidangan, tidak pernah dipidana, tak menikmati uang terkait perkara ini, terdakwa telah kembalikan uang kepada negara, tidak mempunyai penghasilan dan jadi tulang punggung keluarga," kata majelis hakim.

Menanggapi putusan, baik Dudung, maupun Pensihat Hukumnya, Soesilo Aribowo, mengaku akan pikir-pikir terlebih dahulu untuk mengajukan upaya hukum.

Hakim Mengeluarkan Penetapan

Dalam perkara Dudung itu, majelis hakim mengabulkan permohonan pembukaan blokir 17 rekening bank milik Dudung, serta kabulkan pembukaan blokir dua sertifikat tanah atas nama Dudung.

Penetapan itu disampaikan sebelum hakim membacakan putusan bagi Dudung di Pengadilan Tipikor Jakarta.

"Menetapkan, mengabulkan permohonan terdakwa dan tim PH terkait pembukaan blokir. Memerintahkan jaksa penuntut umum mengajukan pembukaan blokir," kata Ketua majelis hakim Sumpeno membacakan penetapan hakim.

Dengan demikian, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta membuka blokir 17 rekening bank dan dua sertifikat tanah yang masing-masing kepemilikannya atas nama Dudung Purwadi.

Dalam pertimbangannya, hakim mengacu pada KUHAP, di mana benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda milik tersangka atau terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana. Selain itu, benda yang digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana.

Sementara, dari hasil persidangan terungkap fakta bahwa rekening bank dan dua sertifikat tanah bukan  merupakan hasil kejahatan yang dilakukan terdakwa Dudung Purwadi.

Selain itu, hakim mempertimbangkan pendapat jaksa KPK yang tak menuntut terdakwa membayar uang pengganti. Sebab, uang pengganti tersebut akan dibebankan kepada korporasi.

"Juga karena proses pemeriksaan terhadap perkara ini sudah dinyatakan selesai, maka majelis berpendapat bahwa pemblokiran terhadap beberapa rekening atas nama Dudung Purwadi dan pemblokiran terhadap dua sertifikat tanah sudah tidak diperlukan lagi," kata hakim.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya