Fenomena "Kader Jenggot" Mewabah di Pemilu, Mengapa?

Wakil Ketua DPR Pramono Anung
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean
VIVAnews - Sistem suara terbanyak di pemilu 2014 mengakibatkan caleg tidak lagi bersaing hanya antar partai politik, tetapi antar individu dalam satu partai. Agar memenangkan persaingan, partai politik menggunakan berbagai cara untuk meraup suara. Termasuk menempatkan kader-kader partai yang lebih sering disebut "kader jenggot" atau kader dadakan untuk mendulang suara.
Daftar Harga Motor Vespa per Maret 2024

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Pramono Anung, Kamis 24 April 2013, mengutip temuan penelitian dalam disertasinya berjudul "Komunikasi Politik dan Pemaknaan Anggota Legislatif Terhadap Konstituen".
Thailand Prime Minister Welcomes Albino Buffalo to Government House

"Berbekal popularitas sebagai artis, pelawak atau pesohor lainnya, kerap 'kader jenggot' ini memenangkan suara di Pemilu Legislatif maupun Pemilu Kepala Daerah," kata Pramono.
Peluang Liverpool Gaet Xabi Alonso Mengecil

Namun, kata Pram, dengan bekal yang kurang memadai sebagai calon anggota dewan atau pimpinan daerah, maka performance dan kapabilitas kader tersebut menjadi kurang maksimal berperan ketika duduk di parlemen atau pemerintahan.

"Pembahasan legislasi yang menuntut pemahaman pengetahuan, proses dengar pendapat dengan mitra kerja di komisi, kunjungan kerja untuk menyerap aspirasi masyarakat serta studi banding untuk menggali pengetahuan, menjadi upaya yang sia-sia bagi anggota parlemen yang latar belakang pesohor yang memiliki kemampuan terbatas," ujar Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ini.

Hal ini dibenarkan pengamat  Charta Politika, Yunarto Wijaya yang mengatakan kemunculan banyak "kader janggut" ini akibat sistem politik yang proposional terbuka.

"Jadi saat ini tidak lagi mengedepankan aspek partai, tapi personal branding. Dalam kondisi seperti ini, popularitas sangat penting," ujar Yunarto.

Sementara, kader dadakan seperti artis ini ditempuh sebagai jalan pintas agar bisa mendapatkan suara tinggi.

"Ini menguntungkan dua belah pihak, antara parpol dan artis. Parpol dapat memanfaatkannya popularitas si artis, sementara artis yang merasa bisa dunia politik bisa ikut berkecimpung," kata Yunarto.

Penyebab lain, selain sistem politik ini, kata Yunarto, karena adanya kegagalan partai dalam proses kaderisasi. "Jadi sistem kebut semalam dalam penentukan daftar caleg, di sini nggak ada fungsi partai," ujar dia. (umi)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya