PDIP: MK Tak Tegakkan Hukum di Pilkada Bali

Trimedya Panjaitan
Sumber :
  • Antara/ Rosa Panggabean
VIVAnews
Lolos ke Championship Series, Persib Tatap Serius Laga Lawan Persebaya
– Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilkada Bali tak berdasar pada UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu PDIP sampai saat ini masih mempersoalkannya.

BYD Pamer Mobil Super Canggih, Bodinya Furutistik

“Bukan karena kami kalah, tapi karena putusan itu merupakan skandal dalam kehidupan demokrasi,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Hukum dan HAM PDIP, Trimedya Panjaitan, dalam paparan akhir tahun PDIP di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin 23 Desember 2013.
Presdir P&G: Konsumen Adalah Bos


PDIP menggugat putusan MK nomor 62/PHPU.D-XI/2013 yang mengizinkan seseorang memilih lebih dari satu kali di tempat pemungutan suara (TPS) yang sama pada Pilkada Bali. Saat itu MK beralasan, memilih lebih dari satu kali dengan cara diwakilkan sudah dilakukan sejak pemilu legislatif, pemilu presiden, serta pilkada, sehingga dapat diterima.


“Pembiaran atas adanya pelanggaran dalam penyelenggaraan Pilkada Bali dengan argumentasi yang lemah merupakan pengabaian atas keadilan,” ujar Trimedya. Anggota Komisi III DPR RI itu lantas menyimpulkan, MK sebagai penjaga dan penegak konstitusi justru menjadi lembaga yang tidak menegakkan konstitusi dan hukum dalam Pilkada Bali.


Pada akhirnya keputusan MK itu merugikan pasangan calon PDIP, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga dan Dewa Nyoman Sukrawan, serta menguntungkan pasangan Mangku Pastika dan Ketut Sudikerta. “MK bukan hanya terjebak dalam praktek
juristocracy
, tetapi telah mengarah pada praktik penyalahgunaan kekuasaan kehakiman yang mandiri,” kata dia.


Trimedya mengatakan putusan MK tersebut juga melanggar dan mencederai prinsip dasar demokrasi, yaitu satu orang satu suara (
one man one vote
). Apabila pelanggaran seperti itu ditolelir, maka bisa mengancam pelaksanaan Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden 2014.


“Karena akan membuka peluang untuk terjadinya kecurangan massal dalam pemilu, yaitu orang ramai-ramai mencoblos lebih dari satu surat suara dengan alasan mewakili pemilih lain, dan hal itu dibolehkan MK,” kata dia. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya