PDIP: Negara Harus Minta Maaf pada Soekarno dan Keluarganya

Bung Karno.
Sumber :

VIVA.co.id - Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ahmad Basarah, menilai negara seharusnya meminta maaf kepada Presiden Indonesia pertama, Soekarno dan keluarganya. Alasannya, TAP MPRS XXXIII/1967 dicabut.

Menurut Basarah, Soekarno adalah korban peristiwa G30S. Sebab, akibat dari peristiwa tersebut kekuasaannya dicabut melalui TAP MPRS XXXIII Tahun 1967 tertanggal 12 Maret 1967 dengan tuduhan telah mendukung G30S yang dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia.

"Dalam Pasal 6 TAP MPRS tersebut, Pejabat Presiden Jenderal Soeharto diserahkan tanggung jawab untuk melakukan proses hukum secara adil untuk membuktikan kebenaran dugaan pengkhianatan Presiden Soekarno tersebut. Namun hal tersebut tidak pernah dilaksanakan sampai Presiden Soekarno wafat tanggal 21 Juni 1970," kata Basarah dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Senin, 5 Oktober 2015.

Basarah mengatakan, melalui TAP MPR No I Tahun 2003 tentang Peninjauan Kembali Materi dan Status Hukum TAP MPRS/MPR sejak Tahun 1960-2002, TAP MPRS No XXXIII Tahun 1967 dinyatakan tidak berlaku lagi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 November 2012 pun telah memberikan anugerah sebagai Pahlawan Nasional kepada Bung Karno.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar dan Tanda Jasa, syarat pemberian status gelar Pahlawan Nasional tersebut dapat diberikan kepada tokoh bangsa apabila semasa hidupnya tidak pernah melakukaan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.

Dengan telah dicabutnya TAP MPRS III tahun 1967 dan pemberian status gelar pahlawan nasional kepada Bung Karno tersebut, lanjut Basarah, seharusnya Pemerintah segera menindaklanjuti dengan permohonan maaf kepada keluarga Bung Karno dan merehabilitasi nama baiknya.

"Dengan demikian, permohonan maaf yang harusnya dilakukan Pemerintah adalah kepada Bung Karno dan keluarganya," ujar Basarah.

Sementara itu, wacana tentang permohonan maaf kepada PKI masih belum memiliki dasar hukum, karena TAP MPRS No XXV tahun 1966 masih dinyatakan berlaku oleh TAP MPR No I Tahun 2003.

Mengungkap Peristiwa 1965

Hanya saja pelaksanaan TAP MPRS XXV Tahun 1966 tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan penghormatan terhadap HAM dan demokrasi.

"Tidak boleh lagi di era demokrasi saat ini, negara memberikan hukuman, baik secara politik maupun perdata terhadap anak cucu keturunan eks aktivis PKI yang tidak tahu menahu. Apalagi terlibat peristiwa tahun 1965 lampau," demikian Basarah. (ase)

Suasana Pengadilan Rakyat Internasional 1965 di Den Haag, Belanda

Mencari Keadilan di Den Haag

Ribuan orang jadi korban tragedi '65. Mereka butuh keadilan pemerintah

img_title
VIVA.co.id
21 November 2015