PDIP: Maaf ke Soekarno Bagian dari Pelurusan Sejarah

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA.co.id
PDIP Bahas Nama Budi Waseso untuk Pilkada Jakarta
- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Masinton Pasaribu, menganggap pemerintah perlu menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga proklamator, Soekarno terkait tuduhan keterlibatannya dengan G30S-PKI. Dia mengatakan permintaan maaf ini bagian dari pelurusan sejarah.

Putra Risma Tak Rela Ibunya Jadi Calon Gubernur Jakarta

"Sejarah harus diluruskan. Harus ada pelusuran sejarah. Di buku sejarah masih ada nama Soekarno yang dikaitkan dengan PKI," kata Masinton di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 6 Oktober 2015.
Hasto Bantah Sering Komunikasi dengan Risma


Atas dasar itu, lanjut Masinton, pemerintah harus melakukan klarifikasi dan meminta maaf pada semua korban, di mana salah satunya adalah kepada keluarga Soekarno.


Politikus PDIP ini juga menilai pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soekarno belum cukup bagi negara untuk menghapus tuduhan yang selama ini dialamatkan kepada proklamator Indonesia itu. "Untuk pemberian gelar pahlawan, nama jalan, nama bandara, apa itu cukup? Saya rasa belum. Sejak lama Bung Karno disimpangkan namanya," kata dia.


Sementara itu, putri Soekarno, Diah Mutiara Sukmawati Soekarnoputri, mengapresiasi munculnya desakan dari elite PDIP agar negara menyampaikan permintaan maaf kepada Soekarno dan keluarganya atas tuduhan keterlibatan dengan G30 S-PKI. Hanya saja, dia menilai desakan itu terkesan agak terlambat.


"Iya sih kalau saya bilang kurang cepat, harusnya kan bisa lebih tanggap," katanya.  
[]


Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di MPR, Ahmad Basarah, menilai negara seharusnya meminta maaf kepada Presiden Indonesia pertama, Soekarno dan keluarganya. Alasannya, TAP MPRS XXXIII/1967 dicabut.


Menurut Basarah, Soekarno adalah korban peristiwa G30S karena akibat dari peristiwa tersebut kekuasaannya dicabut melalui TAP MPRS XXXIII Tahun 1967 tertanggal 12 Maret 1967 dengan tuduhan bahwa Presiden Soekarno telah mendukung G30S yang juga dituduhkan kepada Partai Komunis Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya