Soal IPT 1965, Luhut Segera Panggil Nursyahbani dan Todung

Menkopolhukam Luhut Pandjaitan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Zahrul Darmawan.

VIVA.co.id – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan akan memanggil Nursyahbani Katjasungkana dan Todung Mulya Lubis. Pemanggilan kemungkinan dilakukan dalam waktu dekat.

Komnas HAM Minta Pemerintah Pelajari Putusan IPT 1965

Keduanya diketahui terlibat dalam sidang International People's Tribunal (IPT) atas Tragedi 1965 yang digelar pada 10-13 November 2015 di Den Haag, Belanda, tahun lalu. Aktivis hak asasi manusia (HAM), Nursyahbani Katjasungkana menjadi koordinator IPT 1965, sedangkan pengacara Todung Mulya Lubis menjadi tim jaksa penuntut dalam sidang IPT 1965 itu.

"Ya, terbuka kemungkinan itu. Kami mau tanya. Kami kan melakukan proses juga," ujar Luhut di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat 15, Jakarta Pusat, Jumat, 22 Juli 2016.

Komnas HAM Akan Tindaklanjuti Putusan IPT 65

Luhut berujar, seharusnya dua pegiat HAM tersebut memberikan saran dan masukannya ke pihak pemerintah Indonesia, bukan malah sebaliknya ke pihak di luar negeri. "Dia kan bisa kasih masukan dalam negeri, kenapa mesti ke luar negeri? Negara yang sudah sangat bagus berjalan ini jangan kita ganggu dengan hal-hal yang tidak perlu, saya tak setuju," ujar Luhut.

Untuk diketahui, Majelis Hakim Internasional dari International People’s Tribunal (IPT) 1965 yang diketahui Hakim Ketua, Zak Jacoob menyatakan negara Indonesia bertanggung jawab atas beberapa kejahatan terhadap kemanusiaan melalui rantai komandonya.

Komnas HAM Terima Salinan Lengkap Putusan Final IPT 1965

Ada tiga putusan yang disampaikan sebagai hasil akhir sidang rakyat tersebut. Pertama, pembunuhan massal yang diperkirakan menimbulkan ratusan ribu korban. Kedua, penahanan dalam kondisi tak manusiawi, di mana jumlah korban diperkirakan mencapai sekitar 600.000 orang. Ketiga, perbudakan orang-orang di kamp tahanan seperti di Pulau Buru. Selain itu, terdapat juga bentuk penyiksaan, penghilangan paksa, dan kekerasan seksual.

Majelis hakim juga merekomendasikan agar pemerintah Indonesia minta maaf kepada para korban, penyintas, dan keluarga korban. Selain itu, pemerintah Indonesia didesak melakukan penyelidikan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana tuntutan Komnas Perempuan Komnas HAM dalam laporannya.

Salah satu kuburan massal diduga korban tragedi pembantaian saat tahun 1965 di Semarang, Jawa Tengah.

Tak Puas, Keluarga Korban 65 Gelar Kongres di 9 Daerah

Keputusan dinilai masih abu-abu.

img_title
VIVA.co.id
19 Maret 2017