UGM Tolak Angket KPK, Sebut Pansus Hilang Legitimasi

Kampus Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.
Sumber :
  • www.ugm.ac.id

VIVA.co.id - Ratusan dosen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menolak hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pimpinan kampus itu sedang menggalang dukungan untuk menolak hak angket DPR pada Senin, 10 Juli 2017.

Sekjen PDIP Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi yang "Diawali dengan Cerita Politik"

Tercatat sudah ada lebih 400 dosen yang menyatakan mendukungnya. Ditargetkan seribu dosen menandatangani pernyataan sikap menolak hak hak angket hingga dirilis pada 17 Juli 2017.

Menurut Rektor UGM, Panut Mulyono, langkah itu sebagai bentuk keberpihakan UGM terhadap upaya pemberantasan korupsi dan dukungan penguatan langkah pemberantasan korupsi.

Pengamat Sebut Hak Angket Berpotensi Layu Sebelum Berkembang, Ini Alasannya

Dekan Fakultas Hukum, Sigit Riyanto, berpendapat bahwa Pansus Hak Angket KPK sangat nyata sebagai proses melawan bangsa dan melawan gerakan antikorupsi. 

“Pemberantasan korupsi itu gerakan peradaban, sehingga langkah yang melawan gerakan antikorupsi adalah melawan peradaban,” katanya.

Gerindra Pastikan Hak Angket Tidak Jadi

Indikasi Pansus Hak Angket akan melemahkan KPK, kata Sigit, terlihat dari proses internal pembentukan dan langkah serta tindakan yang mengikutinya.

“Langkah kerja Pansus Hak Angket ini secara faktual merefleksikan gerakan yang bertentangan dengan gerakan antikorupsi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, oleh negara, dan oleh lembaga negara seperti KPK,” ujarnya.

Intervensi Hukum

Menurut Sigit, Pansus Hak Angket KPK juga melakukan tindakan yang mengintervensi proses hukum dan peradilan. Di antaranya, sejumlah anggota Pansus menemui beberapa narapidana korupsi, padahal kasus hukumnya sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Kunjungan pimpinan Pansus kepada narapidana untuk kemanusiaan itu sesungguhnya tidak ada masalah. Namun jika kunjungan itu dimaknai sebagai tindakan politik, bernuansa politik, dan hasilnya menjadi bahan pertimbangan politik, tentu bertentangan dengan gerakan melawan korupsi.

“Wajar kalau kemudian banyak anggapan bahwa Pansus Hak Angket sudah kehilangan legitimasi, baik legal maupun moral,” katanya.

Sosiolog Muhadjir Darwin meyakini langkah pelemahan KPK itu ada dan nyata. Kalau pun akan dibantah, ia mempersilakan masing-masing berkaca pada nurani.

Kuntjoro menilai langkah Pansus Hak Angket KPK itu seperti tembakan mitraliur tanpa arah sehingga semua menjadi sasaran tembak. Tampak dari dari jawaban-jawaban yang muncul terhadap mereka di Pansus yang tidak satu kata dan tidak pernah konsisten. “Sehingga yang sudah inkracht pun diobrak-abrik,” ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya