- VIVA.co.id/ Pius Yosep Mali.
VIVA.co.id - Mahkamah Konstitusi memutuskan rapat konsultasi Komisi Pemilihan Umum dengan Komisi II DPR tak mengikat secara hukum. Putusan ini merupakan gugatan yang diajukan sejumlah komisioner KPU periode 2012-2017.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Wakil Ketua MK, Anwar Usman, di Gedung MK, Jakarta, Senin, 10 Juli 2017.
Anwar melanjutkan, Pasal 9 huruf a UU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, sepanjang frasa 'yang keputusannya bersifat mengikat' bertentangan dengan UUD 1945.
"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Anwar.
Dalam memutuskan poin tersebut, MK mempertimbangkan kemandirian KPU dijamin UUD 1945 baik secara historis, sistematis, teleologis, dan antisipatif. Kemandirian tersebut diperlukan untuk menghasilkan pemilu termasuk pemilihan kepala daerah yang demokratis.
"Pemilu yang demokratis termasuk pemilihan kepala daerah merupakan prasyarat bagi terwujudnya budaya demokrasi yang sehat dalam rangka mewujudkan gagasan negara demokrasi yang berdasar atas hukum," kata Anwar.
Dalam amar putusan MK dijelaskan, pengertian mandiri harus memenuhi dua kondisi. Pertama, mampu melaksanakan fungsi sesuai kedudukan yang diberikan UUD dan undang-undang. Kedua, dalam melaksanakan tugas bebas dari campur tangan atau pengaruh lembaga lain.
Selanjutnya, meski bersifat mandiri, KPU tak serta merta menghilangkan kebutuhan koordinasi atau bekerja sama dengan lembaga lain bila dibutuhkan.
Atas pertimbangan di atas, dalam membentuk peraturan KPU, kemandirian harus tercermin dalam prosesnya. Adapun mekanisme kontrol terhadap peraturan, bisa diujikan ke Mahkamah Agung, sehingga KPU berhak menerbitkan peraturan tanpa dapat diintervensi lembaga mana pun.