Pansus Terorisme Sepakati Pasal Penyadapan

Gedung DPR-MPR.
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro

VIVA.co.id - Ketua Pansus Terorisme, Muhammad Syafii mengatakan, antara DPR dan pemerintah telah menyepakati pasal mengenai penyadapan. Khususnya terkait dengan waktu diperbolehkannya melakukan penyadapan.

UU Antiterorisme Disahkan, Polisi Tak Bisa Lagi Cari Alasan

"Kapan boleh melakukan penyadapan baru lapor, dan itu syaratnya ada tiga. Tanpa syarat itu harus izin dulu baru menyadap," kata Syafii di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 26 Juli 2017.

Ia menuturkan, penyadapan boleh dilakukan lebih dulu baru dimintakan persetujuan dari ketua pengadilan. Adapun persetujuan penyadapan akan diberikan bila memenuhi tiga syarat yang mengacu pada KUHAP.

UU Terorisme Disahkan, Aparat Diminta Lebih Akuntabel

"Makanya kita memahami sebenarnya izin dulu baru disadap. Tapi di lapangan, ada hal-hal yang sangat luar biasa yang kalau menunggu izin dulu situasinya bisa berubah. Maka akhirnya kita menemukan solusi. Apa solusi yang bisa membuat orang nyadap dulu baru minta persetujuan maka disepakati tadi harus ada 3 poin," kata Syafii.

Ia menjelaskan, tiga syarat untuk menyadap nantinya akan dimintakan persetujuan pada hakim. Kalau tiga syarat tersebut dianggap terpenuhi maka aparat penegak hukum berhak melakukan penyadapan. "Kami ubah situasi yang mendesak. Harus diterjemahkan mendesak itu apa. Baru boleh," kata Syafii.

UU Antiterorisme yang Baru Lebih Detail Atur Hak Korban

Menurut dia, persoalan penyadapan ini memang sangat terkait dengan privacy dan kebebasan seseorang. Sehingga ia tak ingin persoalan penyadapan ini berlangsung dengan semena-mena. Sehingga harus sesuai dengan prosedur.

"Jadi memang saya ini terus terang pada di posisi yang sangat dilematis. Ketika social trust dibangun pada aparat penyidik, sebenarnya ini semua ngga jadi persoalan. Ini kan ada distrust terhadap proses penegakan hukum sehingga orang ingin perlindungan yang serinci-rincinya," kata Syafii.

Menurutnya, sebagus apapun aturan yang dibuat akhirnya tergantung pelaksananya. Kalau aturannya bagus, pelaksananya tak bagus maka  prakteknya tak bagus. Sebaliknya ketika aturannya kurang bagus tapi dilaksanakan oleh orang yang bagus, hasilnya dipastikan bagus.

"Nah ini berawal dari kekhawatiran tidak bagusnya pelaksanaan aturan. Maka ini pembahasannya jadi njelimet. Gini pun kalian masih khawatir tho? Tidak bisa dipungkiri ada distrust terhadap aparat," kata Syafii.

Saat ditanya soal tiga syarat adanya persetujuan penyadapan masih berupa pasal karet, ia mengatakan, semua berpotensi menjadi pasal karet. Sehingga hal ini tergantung pada mental pelaksana.

Terkait hal ini, tim ahli Kementerian Hukum dan HAM, Muladi menyebutkan tiga syarat yang harus dipenuhi aparat penegak hukum untuk meminta persetujuan penyadapan.

"Frasa dalam keadaan mendesak harus diberikan penjelasan dengan mengacu pada RUU KUHAP yaitu bahaya maut atau luka fisik yang serius dan mendesak, kedua pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap keamanan negara, ketiga, dan/atau pemufakatan jahat yang merupakan karakteristik tindak pidana terorganisasi," kata Muladi pada kesempatan terpisah di Gedung DPR, Jakarta. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya