Megawati Singgung Politik yang Menghalalkan Segala Cara

Megawati Orasi Ilmiah tentang Hakikat Politik Ajaran Sukarno
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andri Mardiansyah

VIVA.co.id – Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menilai politik yang menghalalkan segala cara untuk mencapai kepentingan dan kekuasaan bukanlah budaya Indonesia.

Hasto PDIP Klaim Angket Belum Bergulir Bukan Tunggu Intruksi Megawati tapi Banyak Tekanan

Hal ini disampaikan Presiden kelima RI tersebut saat menyampaikan orasi ilmiah sebelum menerima gelar kehormatan Doktor Honoris Causa untuk bidang Politik Pendidikan di auditorium Universitas Negeri Padang, Rabu, 27 September 2017.

Menurut Megawati, mazhab politik humanis pasti akan berseberangan dengan mazhab politik yang istilahnya dipopulerkan oleh filsuf Thomas Hobes, yaitu Homo Homini Lupus. Yang mana bermakna manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. 

Anies Baswedan Sebut Tinggal Tunggu Waktu Jusuf Kalla dan Megawati Ketemu

"Nah, dalam ranah politik, praktiknya dapat dijumpai melalui perilaku para aktor politik yang menghalakan segala cara untuk mencapai kekuasaan seperti dengan memfitnah dan melakukan pembunuhan karakter secara sistematis. Bahkan mereka anggap sebuah kewajaran, lumrah dan sah-sah saja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang dianggap lawan atau sebagai penghalang," kata Megawati.

Saat politik yang menghalalkan segala cara dijalankan, menurut Megawati, maka hukum positif pasti akan dimandulkan. Pengetahuan hanya akan menjadi stempel pembenaran tindak kekerasan. Termasuk pernyataan ilmiah yang digunakan sebagai legitimasi dari tindakan amoral dan inkonstitusional.

Suara Ganjar-Mahfud Terpuruk, Viral Lagi Ucapan Megawati: Jokowi Kasihan Deh

"Mari kita renungkan dan tanyakan pada diri masing-masing, pendidikan politik seperti apa yang akan diproduksi oleh mereka yang ingin berkuasa dengan menghalalkan segala cara. Masyarakat seperti apa yang akan lahir dari politik pendidikan semacam itu. Kita, tentu tidak akan pernah membiarkan siasat politik keji tersebut direproduksi di bumi Indonesia," ujarnya.

Megawati juga menilai, ilmu pengetahuan yang ditanamkan melalui pendidikan, jelas tidak akan berdiri sendiri. Akan selalu ada relasi antara ilmu pengetahuan dengan kekuasaan. Filsuf Prancis, Michel Foucoult, katanya, telah membongkar relasi tersebut. Michel menyebutkan bahwa kekuasaan selalu teraktualisasi melalui pengetahuan. Dan pengetahuan selalu memiliki efek kuasa.

"Di balik ilmu pengetahuan, selalu ada ideologi politik. Seperti halnya sejarah kolonial Belanda yang semakin menancapkan kekuasaannya di Hindia Belanda dengan politik etis yang juga dijalankan melalui bidang pendidikan," kata Megawati.

Politik etis atau politik balas budi, lanjut Megawati, dimulai pada 1901, yang seolah-olah membuka akses pendidikan bagi rakyat pribumi. Padahal, maksud politik yang sebenarnya adalah agar kolonialisme tetap bertahan, dengan diperkuat oleh tenaga cakap pribumi yang dibayar dengan murah.

"Sebagai antitesa dari politik etis tersebut, kemudian lahirlah gerakan perlawanan rakyat Indonesia yang lebih terorganisir. Dikutip dari pernyataan Wahidin Sudiro Husodo lanjut Megawati, salah satu cara untuk membebaskan diri dari penjajahan adalah rakyat harus cerdas," tutur dia. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya