Komisi I DPR: Aturan Soal Senjata Tumpang Tindih

Senjata dan amunisi milik Polri yang masuk ke Bandara Soekarno Hatta pada Jumat, 29 September 2017.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id - Wakil Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, mengatakan persoalan kepemilikan amunisi mematikan Polri dengan spesifikasi militer sebaiknya dibicarakan di level Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Ini agar tak membuat kebingungan di masyarakat.

Satgas Pamtas RI-RDTL Naga Karimata TNI AD Serahkan 7 Pucuk Senjata Api ke Brigjen TNI Joao Xavier

"Intinya kedua institusi ini di bawah Menkopolhukam perlu segera duduk. Kalau begini terus akan membingungkan masyarakat. Dan membuat trust kepercayaan masyarakat pada hukum pertahanan dan keamanan nasional jadi dicurigai," kata Meutya saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 11 Oktober 2011.

Saat ditanya soal aturan normatif yang memperbolehkan Polri memiliki amunisi tersebut, ia menjelaskan aturan soal senjata ini memang tumpang tindih. Sehingga perlu dibenahi. Meski begitu, ia tak menyebutkan secara detail UU-nya.

Dito Mahendra Divonis 7 Bulan, Langsung Keluar Penjara

"DPR siap saja (merevisi UU). Tapi kalau di level peraturan pemerintah, silakan," kata Meutya.

Sebelumnya, 5.932 amunisi yang dikemas dalam 71 Koli (kotak kayu), Selasa, 10 Oktober 2017, sudah dipindahkan ke Gudang Amunisi Mabes TNI. Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Wuryanto membenarkan bahwa amunisi itu adalah amunisi tajam sebagaimana yang tertera dalam Katalog (Arsenal Catalogue Bulgaria) dari pabrikan dengan kaliber 40 x 46 mm, jarak capainya 400 meter dan radius mematikan 9 meter.

5 Alutsista Asli Buatan Indonesia Ini Laris Manis Dipesan Negara Lain

Wuryanto menyampaikan yang dititipkan di Mabes TNI hanya amunisi tajam, untuk senjata sudah dibawa ke Mabes Polri. Sedangkan untuk waktu penitipan sudah ada aturan yang berlaku, TNI hanya bertanggungbjawab atas penyimpanan.

Wuryanto menjelaskan bahwa keistimewaan amunisi ini dapat meledak sebanyak dua kali. Setelah ledakan pertama, maka amunisi akan terlontar pada ketinggian 0,5-2,5 meter dan meledak dengan pecahan-pecahan logam tajam dari badan amunisi yang berjenis granat (fragmentation) tersebut.

Amunisi itupun dapat meledak sendiri (self distruction) tanpa ada benturan/impack pada 14-19 detik setelah amunisi keluar laras. Sampai saat ini, lanjut Wuryanto, TNI tidak mempunyai amunisi dengan kemampuan seperti itu. Amunisi yang dimiliki TNI AD, mematikan pada radius 6 meter dan tidak mempunyai fragmentation. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya