Ini Jeratan Hukum Bagi Pelaku Persekusi di Media Sosial

Tombol downvote pada Facebook diklaim berbeda dengan dislike.
Sumber :
  • www.geek.com

VIVA.co.id – Aksi persekusi yang semakin marak bisa menjadi ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia. Sebab, langkah sepihak ini dianggap sebagai pembenaran sehingga membuat kalangan pegiat media sosial ketar-ketir.

Iran Larang Penggunaan Medsos Asing di Sekolah

Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Asfinawati, pelaku persekusi bisa dijerat pasal pidana. Ia menjelaskan, jeratan ini bisa dilihat sampai sejauhmana tindakan si pelaku dalam melakukan aksi tersebut.

"Mendatangi rumah korban, mengambil kemerdekaannya, mengintimidasi sampai penganiayaan," kata Asfinawati kepada VIVA.co.id, Rabu, 31 Mei 2017. Ia mengatakan ada tiga pasal yang bisa menjerat pelaku. Pasal 156 KUHP tentang menebar kebencian.

Dampak Medsos, Ibu-ibu Perang Komentar soal Asuh Anak

Kemudian, pasal 328 tentang mengambil kemerdekaan orang lain, terakhir pasal 351 tentang penganiayaan.

Menurut SAFEnet (Southeast Asia Freedom of Expression Network) persekusi sendiri dilakukan dengan beberapa tahapan.

Mengenal Influencer Marketing, Pemasaran di Media Sosial

Pertama, lewat halaman Facebook, admin melacak orang-orang yang menghina agama/ulama. Kedua, menginstruksikan massa untuk memburu target yang sudah terungkap identitas seperti foto, alamat kantor/rumah. Ketiga, aksi geruduk ke kantor/rumahnya oleh massa. Keempat, dibawa ke polisi dikenakan pasal 28 ayat 2 UU ITE.

“Cara yang benar bila menemukan posting menodai agama atau ulama adalah dengan proses sesuai hukum. Pertama bisa melakukan somasi, lalu mediasi secara damai. Bila mediasi tak berhasil, melaporlah ke polisi. Setelah itu, awasi jalannya pengadilan,” tutur Damar Juniarto, Regional Coordinator SAFEnet.

Ilustrasi media sosial

Di Media Sosial Ada Golongan Hitam, Abu-abu dan Putih

Media sosial menjadi media menyampaikan pikiran sampai gagasan.

img_title
VIVA.co.id
16 April 2018