Qlue Kurang Dilirik di Tanah Air, Ini Curhat Pendirinya

Pendiri dan CEO Qlue, Rama Raditya
Sumber :
  • VIVA.co.id/Amal Nur Ngazis

VIVA.co.id – Aplikasi media sosial untuk melaporkan permasalahan kota, Qlue telah diadopsi oleh negara di ASEAN dan Amerika Latin. Qlue dilirik negara luar tapi di dalam negeri kurang diminati. 

Perusahaan Harus Berbenah Total

Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Qlue Rama Raditya menjelaskan, sejak hadir adopsi Qlue oleh pemerintah kota dan daerah di Indonesia masih rendah, sejauh ini baru lebih dari 10 pemerintah kota dan daerah yang memakai aplikasi lokal tersebut. 

"Saya lihat memang butuh pemimpin kota yang visioner untuk mengadopsi Qlue dan sayangnya hanya segelintir saja di Indonesia dari Pemda yang seperti itu," kata Rama kepada VIVA.co.id, Minggu 18 Juni 2017. 

Jangan Sampai Teknologi Menghilangkan Identitas Budaya Indonesia

Menurutnya rendahnya kesadaran pemimpin daerah atas penggunaan aplikasi Qlue ini lantaran petinggi daerah masih terjebak pada mental lama, yakni masih banyak yang takut berevolusi ke sistem kerja baru untuk birokrasi. 

Rama menunjukkan, ada pemimpin daerah selevel bupati yang masih enggan adopsi aplikasi lokal dengan ragam alasan. 

Startup Lokal Mau Coba Eksis di Singapura dan Malaysia

"Dibilang nambah-nambah kerjaan, enggak punya orang untuk bersihin," tuturnya berkisah. 

Rama mengatakan, alasan itu hanyalah bukti mental lama. Sebab bukti positif penggunaan Qlue telah terlihat dalam pengelolaan Pemprov DKI Jakarta. Menurutnya kendala Jakarta relatif sama dengan beberapa daerah dalam hal adopsi sistem teknologi Qlue, yakni bicara soal anggaran dan penyediaan sumber daya aparat dan petugas. 

"Jakarta dahulu juga sama, tapi kalau memang niatnya melayani rakyat ya beda. Akhirnya dibuat pasukan warna warni (Jakarta)" jelasnya. 

Di Jakarta, yang sebelumnya pelaporan warga atas kondisi dan fasilitas publik hanya 1000 laporan per hari, setelah memakai sistem Qlue, laporan per hari bisa mencapai 5.000-an.

Dengan jumlah laporan tersebut, menurutnya, tenaga kerja di kantor akan susah menanganinya. Beda halnya jika ditindaklanjuti dengan inovasi teknologi. 

"Tadinya masih ada orang yang angkat telepon. Pada akhirnya mengurangi biaya operasional. Penggunaan kertas dan lain-lain berkurang karena laporan semua sudah otomatis masuk ke database," tuturnya. 

Efisiensi lain dengan adopsi sistem Qlue yakni Lurah tak perlu lagi mencatat laporan secara tertulis, sehingga fokus pikirannya bisa berpikir strategis. Urusan yang kecil-kecil ditangani oleh pasukan warna warni. 

Menurutnya skema dan metode teknologi serta pelibatan pemerintah dan swasta di Jakarta sudah tergolong bagus. 

"Sayang kota lain belum bisa mengikuti," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya