Menkominfo Dikritik Beri 'Karpet Merah' ke Bos Alibaba

Pendiri Alibaba, Jack Ma (kanan) bersama Presiden Jokowi di China
Sumber :
  • Twitter/@AlibabaGroup

VIVA.co.id – Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang meminta pendiri Alibaba, Jack Ma, untuk membimbing peta jalan e-commerce Indonesia dianggap sebagai hal yang mengkhawatirkan. Rudiantara dianggap telah menggelar ‘karpet merah’ untuk Alibaba dan Jack Ma untuk bisa menguasai e-commerce di Tanah Air.

Integrasi Tiktok Shop dan Tokopedia, DPR: Harus Bantu UMKM Adaptasi dengan Teknologi

Hal ini diungkapkan Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala dalam keterangannya, Rabu, 7 September 2016. Dia menuding, keputusan terkait Jack Ma ini merupakan satu dari sekian banyak kebijakan Menkominfo yang melenceng dari Nawacita yang digembar-gemborkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Presiden Joko Widodo harusnya memberikan perhatian terhadap sepak terjang Rudiantara,” ujarnya.

Sambut Mudik Lebaran, Perusahaan Ban Ini Rambah Dunia eCommerce

Kebijakan Menkominfo lainnya yang dianggap melenceng antara lain aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), balon Google, sampai aturan biaya interkoneksi yang dianggap pro asing.

“Tidak ada kesan Menkominfo ingin mewujudkan kemandiran ekonomi berbasis teknologi digital di Indonesia. Andaikan bulan September ini memang ada reshuffle, sebaiknya jabatan Menkominfo masuk dalam gerbong yang harus diganti,” kata dia.

Shopee Luncurkan Program Baru, Garansi Tepat Waktu

Menurutnya, ide mengangkat Jack Ma sebagai dewan pengarah road map e-commerce akan memberikan keleluasaan bagi pengusaha asal Tiongkok itu untuk menguasai e-commerce Indonesia. Ia juga menjelaskan, pemain asing yang ingin menggarap e-commerce Indonesia bukan hanya dari Tiongkok. 

“Anda bisa lihat dari pemodal ventura yang gelontorkan uang ke startup lokal. Kita ini ibarat gadis cantik yang diburu banyak pemuda, kenapa kita tak pintar-pintar bawa diri untuk meningkatkan valuasi?” ujarnya.

Bicara UKM, lanjut dia, pelaku usaha Indonesia beda dengan Tiongkok atau negara mana pun. Jadi alasan yang dikemukakan Menkominfo tak masuk akal selain untuk popularitas tanpa memikirkan efeknya ke industri.

Kamilov mengingatkan, Tiongkok tengah membangun kembali kejayaan jalan sutra (silk road) dengan adanya e-commerce. Jika Indonesia tak pintar memposisikan diri dan menjaga kedaulatan, bisa berubah hanya menjadi bagian kecil dari perdagangan online internasional, bukan sebagai pemain utama.

“Baiknya dievaluasi lagi ajakan terhadap Jack Ma itu. Bagi saya aksi yang terakhir (mengajak Jack Ma), itu sudah cukuplah. Ini kalau dibiarkan bisa habis ekonomi digital NKRI dijual murah semua ke asing. Jokowi harus lihat kalau aksi yang terlihat populis ini bisa membahayakan kedaulatan ekonomi digital dan membuat kompetisi tak sehat di industri,” kata dia.

Indonesia kalah di Asia Tenggara

Menurut Kamilov, Rudiantara masih minim prestasi jika melihat hasil survei PBB tahun 2016 tentang perkembangan e-government di seluruh dunia. Dalam survei itu, Indonesia menempati urutan ke 116 dari 192 negara, posisi 135 sampai dengan 192 diisi sebagian besar oleh negara–negara Afrika.

Posisi Indonesia itu, jauh di bawah Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Vietnam. Di Asia Tenggara, Indonesia setara dengan Kamboja dan Laos, di atas Timor Leste. Secara umum, skor Indonesia hanya 0,420  di bawah rata-rata dunia 0,49. Artinya Indonesia hanya di atas Least Developed Countries (LDC) yaitu Myanmar, Kamboja, dan Laos.
 
“Vietnam itu semula juga negara LDC, tetapi mampu melewati Indonesia tanpa harus mengadopsi teknologi 4G. Ini Menkominfo sejak menjabat gembar-gembor 4G, mau 4,5G pula. Sibuk saja urus seluler, lupa dengan tugas pokok lainnya. Mumpung masih ada tiga tahun lagi, baiknya dicari pejabat yang benar-benar mau kerja bagi kabinet kerja, bukan hanya mencari popularitas,” kata dia.

Sebelumnya, ketika melakukan kunjungan ke markas Alibaba di sela pertemuan G-20 di China, Rudiantara mengajak Jack Ma masuk dalam dewan pengarah e-commerce Indonesia seperti yang dirancang dalam peta jalan e-commerce beberapa bulan lalu.

Indonesia disebut-sebut memiliki potensi besar untuk e-commerce. Pada 2015, pengguna internet di Indonesia mencapai 93,4 juta jiwa, meningkat cukup pesat jika dibandingkan dengan 88,1 juta jiwa pada 2014. Potensi e-commerce terlihat dari angka 77 persen dari penggunaan internet digunakan untuk mencari informasi produk dan berbelanja online, pelanggan toko online yang mencapai 8,7 juta orang, dan nilai transaksi yang diprediksi mencapai US$ 4,89 miliar pada 2016. Pada 2020, volume e-commerce diprediksi dapat mencapai US$130 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya