Kemenristek Bikin Tim Pemburu Paten

Ilustrasi laboratorium
Sumber :
  • VIVA.co.id/Getty Image

VIVA.co.id – Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi berencana membentuk unit atau tim pemburu paten di perguruan tinggi. Kementerian tersebut mencatat, selama ini para peneliti hanya sebatas mempublikasi risetnya, padahal kekayaan intelektual di Indonesia tergolong melimpah. 

DJKI Catat Ada 257.335 Permohonan Kekayaan Intelektual Tahun 2022, Tertinggi soal Merek

"Target 2017 (terbentuk tim pemburu paten)" ujar Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti, Muhamad Dimyati saat ditemui di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta, Kamis 19 Januari 2017.

Dimyati mengatakan, untuk tim pemburu paten ini akan diselenggarakan oleh bagian Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPMM). HKI juga diamanahkan pemerintah berada di Perguruan Tinggi (PT) untuk mempermudah pendaftaran hak paten. 

USU Masuk 10 Besar PT dengan Hak Paten Terbanyak se-Indonesia

Dimyati mengungkapkan, perguruan tinggi di Amerika Serikat, sumber pendanaan terbesar bukan dari mahasiswa, tapi dari paten para mahasiswa yang dilirik oleh industri. Sedangkan Indonesia masih mengandalkan Uang Kuliah Tunggal (UKT), sebagai sumber pendanaan. 

"Di AS itu sumber pendanaan dari mahasiswa jadi nomor kesekian," ucap Dimyati. 

Mariah Carey Ingin Hak Paten "Queen of Christmas" Namun Ditolak

Oleh karena itu, kata Dimyati, tugas dari tim pemburu paten ini, nantinya akan menyaring penelitian yang akan dipatenkan. Misalkan ada 500 penelitian, setidaknya 100 penelitian dipatenkan dan tim pemburu itu yang mempromosikan ke industri. 

Tim pemburu paten ini juga berperan sebagai 'mak comblang' antara peneliti dan industri. Tim akan merekomendasikan kepada peneliti, apa yang menjadi kebutuhan dari para industri. 

Diketahui, undang-undang hak paten lama sudah direvisi menjadi undang-undang baru, yakni UU Nomor 13 Tahun 2016. Dalam undang-undang paten lama, UU Nomor 14 Tahun 2001, paten penelitian menjadi hak perguruan tinggi atau institusi saja. Kini dalam UU Nomor 13 Tahun 2016, peneliti sudah menikmati nilai ekonomis paten yang dihasilkan, sebab peneliti memiliki hak royalti 40 persen dari karyanya yang dimanfaatkan masyarakat. Jika paten dipakai industri, maka peneliti dapat royalti 40 persen dan perguruan tinggi atau institusi mendapatkan 60 persen. 

Dalam UU Paten baru itu juga mengatur terkait insentif pengurusan hak paten. Pemeliharaan paten pada lima tahun pertama nol persen dan pada tahun keenam sampai masa habis paten dikenakan 10 persen.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya