Studi: Keyakinan pada Tuhan Bukan Hal Alamiah

Ilustrasi kaum beragama.
Sumber :
  • www.pixabay.com/maxlkt

VIVA – Tim ilmuwan Universitas Oxford dan Universitas Coventry, Inggris, membeberkan temuan baru dalam studi keyakinan agama. Studi tim tersebut menunjukkan, keyakinan agama pada seseorang bukanlah hal yang alamiah.

Hard Gumay Ramal Kasus Hukum Chandrika Chika, Warganet: Gila, Ilmunya Dalem Banget

Studi mengatakan, keyakinan agama lebih dipengaruhi oleh faktor pendidikan maupun proses sosial kultural. 

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports itu merupakan hasil pertama yang menentang keyakinan kalangan psikolog kognitif selama dua dekade, bahwa kepercayaan supranatural muncul secara intuitif atau alami.

Galih Loss sudah Minta Maaf soal Video 'Serigala', Polisi beri Jawaban Menohok

Studi tersebut juga menunjukkan, keyakinan agama seseorang tidak terkait dengan intuisi, atau pemikiran rasional. Hasil ini membantah penelitian sebelumnya yang menunjukkan orang beragama lebih kuat sisi intuitif dan kurang analitis dalam berpikir. Penelitian sebelumnya juga mengatakan, saat orang beragama berpikir lebih analitis, keyakinan agama mereka cenderung menurun. 

"Telah ada perdebatan panjang mengenai apa yang mendorong keyakinan kita pada Tuhan. Apakah intuisi, hati atau yang lainnya. Namun, penelitian kami telah menantang teori bahwa penganut agama mengandalkan pemikiran intuisi atau analitis," jelas penulis utama studi, Migeul Farias dikutip dari Science Daily, Selasa 14 November 2017.

Penghulu dan Penyuluh Dilibatkan Sebagai Aktor Resolusi Konflik Berdimensi Agama

Farias menjelaskan hasil studi menemukan, apa yang diyakini seseorang terbentuk, karena faktor sosiologis dan historis, misalnya pendidikan. 

"Keyakinan agama kemungkinan besar berakar pada budaya dan bukan pada intuisi primitif," ujarnya. 

Untuk sampai pada kesimpulan tersebut, tim ilmuwan meneliti salah satu rute ziarah terbesar di dunia, Camino de Santiago de Compostela, Spanyol, serta menggelar serangkaian pengujian pada para peziarah. 

Dalam pengujian pertama, peziarah ditanyai soal kekuatan keyakinan mereka dan waktu yang dihabiskan untuk berziarah. Pengukuran dengan penugasan dilakukan untuk menilai sejauh mana tingkat pemikiran intuitif peziarah. Tugas yang dilakukan di antaranya diharuskan memutuskan antara pilihan logis dan 'firasat'.

Hasil tes ini, tidak menunjukkan hubungan antara kekuatan keyakinan dan intuisi supranatural. 

Tim melakukan studi kedua. Tim peneliti menggunakan teka-teki matematika untuk meningkatkan intuisi peziarah. Hasilnya, tidak menemukan hubungan antara tingkat pemikiran intuitif dan kepercayaan supernatural. 

Pengujian terakhir, tim ilmuwan memakai stimulasi otak untuk meningkatkan tingkat penghambatan kognitif, yang bertanggung jawab atas pemikiran analitis. 

Dalam pengujian ketiga ini, melibatkan arus listrik antara dua elektroda yang ditempatkan pada kulit kepala peziarah. Stimulasi arus listrik ini bertujuan mengaktifkan gyrus frontal inferior sisi kanan, yang merupakan bagian otak pengendali kendali hambatan. Pada studi sebelumnya menunjukkan, kalangan ateis menggunakan bagian otak tersebut lebih banyak saat menekan gagasan supranatural.

Hasil studi stimulasi otak ini meningkatkan tingkat penghambatan kognitif, dan tidak mengubah tingkat kepercayaan supranatural. Hal ini berarti, tak ada hubungan langsung antara hambatan kognitif dan kepercayaan supranatural.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya