Kelompok Ekstremis Makin Canggih dengan Media Sosial

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi saat berpidato di Bali
Sumber :
  • VIVA.co.id/Syaefullah

VIVA.co.id – Perkembangan informasi yang begitu pesat tidak menutup kemungkinan menjadi peluang kejahatan siber dan masalah penipuan.

Kemenkominfo Mengadakan Kegiatan Webinar "Hak dan Tanggung Jawab di Ruang Digital"

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, dengan perkembangan teknologi yang begitu canggih, maka hal itu dimanfaatkan oleh kelompok ekstrem untuk melakukan perekrutan.

"Sekarang grup ekstremis juga menggunakan sosial media untuk merekrut dan (melakukan) propaganda. Situs website jadi alat yang efektif untuk menyampaikan informasi," kata Retno Marsudi di Bali Nusa Dua Convention Center, Kamis, 10 November 2016.

Kemenkominfo Menggelar Nobar Webinar "Mengenal Literasi Digital Sejak Dini"

Karena itu, di depan para anggota Interpol, Retno meminta agar dapat bekerja sama yang baik dalam memberantas kejahatan trans-nasional tersebut. "Interpol harus bisa memfasilitasi kerja sama lebih erat antar penegak hukum," katanya.

Tentunya, kata Retno, Indonesia siap bekerja sama dengan para anggota Interpol dalam penanganan kejahatan terorisme.

Ketua DPD PSI Jakbar Mundur, DPW PSI Jakarta: Kami Tidak Mentolerir Kekerasan Seksual

Sebelumnya, sebuah survei dari perusahaan keamanan Trend Micro menunjukkan, teroris kerap berkomunikasi di dunia maya. Di antara platform yang digunakan tidak hanya email tapi juga media sosial. Bahkan rekrutmen kerap dilakukan oleh para teroris melalui media sosial, website, pesan instan, sampai surat elektronik.

Dalam surveinya, Trend Micro menganalisa sekitar 2.300 akun yang diduga milik para teroris. Dari angka itu, sekitar 34 persen menggunakan Gmail untuk berkomunikasi, lalu ada email terenkripsi Mail2Tor yang digunakan sekitar 21 persen akun, dan Sigaint digunakan 19 persen akun.

Yang menarik, Yahoo Mail juga kerap digunakan para teroris untuk saling berkomunikasi, dengan presentase 12 persen akun yang menggunakannya.

Jika terkait dengan pesan instan, Trend Micro menemukan, sekitar 34 persen akun yang diduga milik teroris lebih suka menggunakan Telegram, sebuah aplikasi pesan instan yang aman dan terenkripsi sehingga sulit bagi pemerintah maupun badan keamanan negara untuk melacak.

Aplikasi serupa yang memiliki keamanan dan enkripsi adalah Signal dan Wickr. Setelah Telegram, WhatsApp yang dimiliki Facebook berada di posisi kedua dengan pangsa penggunaan 15 persen.

Trend Micro juga menemukan jika para teroris sangat suka memanfaatkan platform sosial media dan forum yang mudah diakses, untuk bisa saling berkomunikasi dan menyebar pesan terorisme. Mereka kerap menggunakan kode atau bahasa tertentu yang hanya bisa dimengerti para anggotanya. Trend Micro pun memiliki perbedaan antara kriminal siber dengan teroris. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya