Kominfo Lelah Melakukan Blokir

Ilustrasi/Kabar hoax
Sumber :
  • PeopleOnline

VIVA.co.id – Pemerintah menganggap pemblokiran situs merupakan cara terakhir jika muatan negatif yang terkandung dalam suatu laman belum juga dibersihkan. Baru-baru ini ada 11 situs yang diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Tanggapi Berita Hoax, Depe: Setiap yang Viral, di Situ Ada Dewi Perssik!

Menurut Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Dirjen Aptika), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Semuel Abrijani Pangerapan, pemblokiran bisa diartikan sebagai langkah tegas pemerintah.

"Ini (blokir) peringatan terakhir. Saya enggak mau (blokir) lagi kecuali nanti ada proses hukum," ucap pria yang disapa Semmy ini ketika ditemui VIVA.co.id di Gedung Kominfo, Jakarta.

Dikabarkan Meninggal Dunia, Gilang Dirga Tak Marah, Kenapa?

Semmy mengungkapkan, pemblokiran terhadap suatu situs merupakan langkah terakhir. Sebab, pemerintah ingin memberi ketegasan kepada pemilknya untuk memuat konten yang positif. "Ini supaya jadi pembelajaran, (makanya) blokir dulu. Next step. Capek bos (blokir terus)," kata Semmy.

Wajar jika Semmy mengeluh lelah melakukan blokir. Pasalnya, menurut data yang dimiliki Trust+Positif, hingga Desember 2016, ada sekitar 773.339 konten negatif yang diblokir.

Heboh, Warga Tasikmalaya Diterpa Berita Hoax Kiai Tewas Bersimbah Darah

Mengenai media online yang diblokir, Semmy menjelaskan pada dasarnya media harus memiliki struktur redaksi yang jelas, begitu juga dengan alamat dan pihak penanggungjawabnya. Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui, mana media asli dan mana media abal-abal yang memproduksi berita hoax.

Lebih lanjut, mantan Ketua APJII ini menegaskan bahwa siapa saja dalam sebuah situs yang mengaku sebagai portal berita tapi tidak jelas nama perusahaan, alamat, hingga stuktur redaksinya, maka pemerintah akan memblokirnya.

"Nanti kami tutup," tegas pria dengan perawakan tinggi ini.

Namun, dijelaskan Semmy, penutupan itu tidak ditujukan kepada masyarakat untuk urung membuat website atau blog. Ketegasan pemblokiran ini hanya mengena pada situs yang mengaku portal berita tapi tidak berfungsi sebagai mana mestinya.

"Masyarakat boleh buat website atau blog, boleh, tapi jangan ngaku ini berita. Membuat berita itu ada etiknya, ada ilmunya. Pemerintah ingin mengembalikan pers sebagai pilar keempat demokrasi. Jangan sampai marwahnya hilang, bahaya. Seperti masyarakat enggak percaya sama dokter, itu kan bahaya," kata dia.

Dalam peringatan Hari Pers Nasional pada 9 Februari, Kominfo bersama dengan Dewan Pers akan memberi label QR code kepada media pers, baik online maupun cetak. QR code itu sebagai solusi agar masyarakat dapat mengetahui mana media berita asli dan yang hoax.

"Selain itu, kalau ada yang ingin protes, mereka tahu harus ke mana," katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya