Ada Dua Jenis Ransomware Beredar, Ini Penjelasannya

Eko Widianto, Managing Director PT Bintang Anugerah
Sumber :
  • Viva.co.id/Lazuardhi

VIVA.co.id - Ada dua jenis virus komputer Ransomware, yakni Crypto dan Lockscreen. Keduanya sama-sama mengunci dokumen pada komputer dan mengincar korporasi untuk membidik uang tebusan.

Kelompok Ini Angkat Hacker Jadi Karyawan, Targetnya Pemerintah

Menurut Eko Widianto, Managing Director PT Bintang Anugerah, Ransomware WannaCrypt yang telah diperbarui menjadi versi 3.0 memang dibuat agar terus berkembang sehingga bisa mendatangkan keuntungan berlipat.

"Ini ujung-ujungnya uang melalui tebusan. Makanya mereka incar korporasi. Yang diserang sektor publik seperti rumah sakit, bandara, dan bahkan sekolah," katanya di Jakarta, kemarin.

Awas, Dark Web Makin Mengganas

Eko menjelaskan, versi pertama virus itu adalah WeCry dan ditemukan pada Februari 2017. Kala itu, Ransomware versi 1.0 mematok uang tebusan sebesar 0,1 bitcoin, yang dengan nilai tukar sekarang nilainya US$177 atau setara Rp2,35 juta. Versi 2.0 bernama resmi Ransomware WannaCryptor.

"Crypto-Ransomware. Ini lebih ke enkripsi dokumen-dokumen penting. Sementara, Lockscreen-Ransomware mengunci total komputer pengguna, atau tidak bisa dipakai sama sekali. Yang kedua lebih sadis," kata direktur perusahaan distributor tunggal antivirus F-Secure di Indonesia itu.

Soal Dugaan Sistem IT KAI Kena Serangan Ransomware, Manajemen Gelar Investigasi

Lockscreen-Ransomware, katanya, kadang memberikan semacam ancaman terhadap korbannya. Contohnya, ada pesan bahwa yang mengunci komputernya adalah aparat keamanan, dan memaksa korban menuruti perintah yang diberikan.

Perusahaan teknologi Windows, menurut Eko, ogah menanggung kesalahan akibat virus Ransomware menyerang para pengguna Windows XP dengan kode WannaCrypt. Mereka kemudian menyeret pemerintah Amerika Serikat.

President dan Chief Legal Officer Microsoft, Brad Smith, mengaku telah menambal lubang kerentanan itu sejak Maret 2017. Bahkan sistem operasi terbarunya, Windows 10, tidak terpengaruh WannaCrypt.

"Jadi, kesalahan sejatinya bukan hanya berada pada pundak Microsoft tapi juga pengguna dan administrator IT yang tidak pernah melakukan pembaruan pada sistem operasi yang digunakannya," kata Smith, dilansir melalui Betanews.

Selain menyalahkan pengguna, Smith juga menyalahkan pemerintah Amerika. Sebab, menurutnya, lembaga pemerintah macam NSA telah mengetahui sejak lama tentang exploit itu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya