Baleg: Pemerintah Hendaki Konsep Hybrid Dalam UU Penyiaran

Ilustrasi jaringan frekuensi.
Sumber :
  • Telkomsel

VIVA.co.id – Badan Legislasi (Baleg) DPR sudah mengundang pemerintah, asosiasi televisi swasta, dan stakeholder lain dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyiaran. Wakil Ketua Baleg DPR Firman Subagyo mengatakan pihaknya juga sudah menerima masukan untuk menyerap aspirasi masyarakat.

Komisi I DPR Sempurnakan RUU Penyiaran dengan Target Disahkan pada 2024

"Dari semua masukan yang ada itu maka di dalam sebuah Undang-Undang itu betul-betul harus bisa menyerap aspirasi masyarakat," kata Firman ketika ditemui di ruang pimpinan Baleg di Senayan, Jakarta, Senin 16 Oktober 2017.

Firman menjelaskan Baleg DPR cenderung kepada konsep hybrid mux operator. Apalagi model ini menurutnya sejalan dengan keinginan Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menjaga keberlangsungan dunia usaha. Aspirasi ini juga sudah disampaikan Kamar Dagang dan Industri (Kadin).

Abdul Kharis Harap RUU Penyiaran Selesai di Periode 2019-2024

"Saya juga mendengarkan aspirasi pelaku usaha di Kadin, bahwa keberatan dengan gagasan usulan single mux yang mematikan dunia usaha. Presiden selalu sosialisasikan investasi itu penting. Di sisi lain investasi yang sudah ada ingin dimatikan," lanjut Firman.

Menurut dia, pihak Baleg termasuk dalam tahap harmonisasi RUU penyiaran juga sudah berkomunikasi dengan pemerintah.
 
"Karena kami komunikasi dengan pemerintah. Pemerintah juga menghendaki dengan istilah hybrid mux operator," imbuh dia.

Industri Penyiaran Ditegaskan Berperan Penting Dongrak Ekonomi

Baca: Konsep Single Mux Operator Lahirkan Monopoli

Dia menjelaskan DPR tidak mungkin membuat regulasi Undang-undang yang justru mundur seperti konsep single mux. Konsep single mux dinilai bisa memunculkan monopoli baru atas dunia penyiaran.

"Kemudian kalau kita menekan dunia penyiaran dikendalikan negara, ini akan kembali ke jaman Orde Baru, ini berbahaya," kata Firman.

Jika memakai sistem single mux, maka penyelenggaraan penyiaran hanya akan dioperatori oleh Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI). Baleg melihat belum ada kesiapan yang baik dari LPP tersebut.

"Sampai sekarang bagaimana, manajemen belum bisa diandalkan? Kita belum tahu LPP yang dibentuk sepeti apa. Apakah mampu mengimbangi perkembangan penyiaran," ucap Firman. (ren)
    

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya