Asing di Startup RI, Mendunia atau Katak dalam Tempurung?

Ilustrasi startup.
Sumber :
  • www.pixabay.com/geralt

VIVA.co.id – Perusahaan rintisan atau startup Indonesia saat ini dilanda demam investor asing. Banyak dari mereka yang mendapat suntikan dana dari perusahaan-perusahaan dagang ternama di luar negeri, dominannya berasal dari Asia Timur.

Penipu Makin Jago, GoFood Kian Peduli Keamanan Data Pribadi

Pemerintah juga sedang gencar-gencarnya menarik investor asing agar menginvestasikan uangnya kepada perusahaan-perusahaan rintisan lokal. Contohnya, baru-baru ini 50 investor Jepang wawancara tatap muka dengan 60 startup lokal.

Menanggapi banyaknya investasi asing pada starup lokal, Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Fadjar Hutomo, mengatakan, negara tak bisa sepenuhnya berharap pada bantuan semacam ini. Ia menilai, keberlanjutan finansial merupakan sebuah bisnis.

Nilai Bisnis juga Tidak Kalah Penting di Era Digital

"Kita enggak bisa berharap pada bantuan. Kalau bicara bisnis, apa Anda bisa paksa seseorang untuk masuk ke bisnis Anda? Kalau di luar negeri, ide semacam ini tidak tiba-tiba dibeli dan loncat ke konglomerasi, tapi dari crowdfunding," ucap Fadjar saat berbincang dengan VIVA.co.id usai gelar jumpa pers 'Startup World Cup Regional Finale' di Balai Kartini, Jakarta, Selasa 19 September 2017.

Soal kekhawatiran dana investor asing itu 'mengobrak-abrik' Indonesia, Fadjar berdalih, ada dua pilihan nasib yang akan diterima oleh startup tersebut, yakni hidup atau mati. Karena menurutnya, masyarakat Indonesia masih menganut paham saving society dalam berbisnis.

Japan-Indonesia Innovation Summit 2022 Wadah Global Startup Lokal

"Pilihannya cuma dua, kita izinkan (investor) masuk atau (startup) tutup. Hidup atau mati? Apakah kita biarkan saja startup kita enggak ada yang mendanai? Yang penting kan masih bisa dijaga intelektual propertinya, kontraktualnya bagaimana. Itu yang penting daripada kita bicara setop asing. Anda ingin startup Anda mengglobal atau jadi katak dalam tempurung?" tegasnya.

Jejak investasi asing pada platform di Indonesia terus mengalir. Tahun lalu, Alibaba menguasai mayoritas Lazada Group SA dengan membeli sahamnya sebesar US$1 miliar (Rp13,13 triliun). Seakan tak puas, perusahaan teknologi besutan Jack Ma ini kemudian 'membuang duit' lagi pada pertengahan tahun ini. Tepat Kamis, 17 Agustus 2017, Alibaba menyuntikkan dana segar ke Tokopedia sebesar US$1,1 miliar (Rp14,45 triliun).

Hal ini, sepertinya, membuat 'panas' JD.com. Alhasil, mereka dikabarkan menyuntikkan uang sebesar US$100 juta (Rp1,32 triliun) ke Gojek. Rival terbesar Alibaba ini sebelumnya dikabarkan telah menggelontorkan dana melalui induk perusahaannya, Tencent Holdings Ltd, sebesar US$150 juta atau hampir Rp2 triliun ke Gojek. Sedangkan Traveloka mendapatkan kucuran dana  sekitar US$500 juta (Rp6 Triliun) dari Expedia, East Ventures, Hillhouse Capital Group, JD.com, dan Sequoia Capital. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya