Warga Eropa Kagum Keindahan Wastra Nusantara

Peragaan busana wastra Indonesia di Den Haag
Sumber :
  • Adi Zitter

VIVA.co.id – Pameran dan pagelaran busana wastra Indonesia di Rond de Grote Kerk 12 Den Haag, Belanda mendapat apresiasi dari warga Eropa. Sebanyak 320 tamu undangan perwakilan dari berbagai negara menghadiri acara yang digelar pada 25-26 Juli 2017 lalu.

Angkat Wastra Nusantara, Athan Siahaan Bidik Kalangan Milenial

Selain tamu diplomatik, pameran dengan mengusung tema Batik Indigo dari Yogya untuk Dunia dan Traces of Gianyar Heritage City, itu juga dihadiri pecinta batik, pengamat fesyen, pengusaha ekspor-impor pakaian, sosialita, budayawan hingga pecinta wastra Nusantara. Kuasa Usaha ad interim Ibnu Wayutomo dalam sambutannya mengatakan, pameran wastra Indonesia kali ini adalah yang terbesar di Eropa dalam tiga tahun terakhir dan yang membuatnya istimewa adalah kandungan seni budaya tinggi dengan teknik pewarnaan yang ramah lingkungan.

Bambang Hari, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Den Haag sekaligus penggagas acara menjelaskan, kegiatan ini ingin memperkenalkan berbagai jenis wastra atau kain yang dibuat secara tradisional dari seluruh Indonesia.

Gaya Busana Dikritik, Intip 5 Padu Padan Kemeja Batik Atta Halilintar

”Jadi kekayaan tekstil Indonesia atau wastra bukan hanya batik dari Yogya saja tetapi ada tenun ikat, songket dari Padang, tenun Sumba, pinawatengan dari Manado dan lain-lain. Wastra Nusantara inilah yang kami perkenalkan kepada dunia," kata dia dalalm rilis yang diterima VIVA.co.id, Kamis, 27 Juli 2017.

Sementara acara peragaan busana dengan konsep Natural Indigo Batik For All Seasson, menghadirikan karya dari empat desainer Bali dan dua desainer Yogyakarta. Empat desainer asal Bali, yakni Harry Rahmat Darajat (Ai Syarif), Tjokorda Gede Abinanda Sukawati, Pande Putu Wijana, dan Bintang Miraafriningrum. Sedangkan desainer asal Yogyakarta, yaitu Mayasari Sekarlaranti dan Goet Puspa.

Alodya Desi Ajak Milenial Lestarikan Wastra Langka Nusantara

Salah satu pengunjung warga Belanda, Luca mengaku mengagumi batik Indonesia. Menurutnya, desain batik itu sangat unik dan cantik.

“Dahulu, kakek saya pernah tinggal di Indonesia dan pernah menggunakan batik, jadi saya ingin tahu lebih banyak tentang batik. Karena itu, saya datang ke sini. Coraknya sangat beragam dan warna warni," ujar dia.

Kekaguman yang sama diutarakan oleh Lara Peteers, seorang pengusaha ekspor-impor batik dan tenun ikat asal Belanda. Rasa kagumnya terhadap wastra Nusantara yang membuatnya bekerja sama dengan perusahaan di Indonesia memproduksi berbagai jenis wastra, tidak saja dalam bentuk pakaian jadi tetapi juga dalam berbagai bentuk seperti tas, dompet dengan desain modern sesuai selera masyarakat Eropa.

“Saya melihat desain wastra Indonesia sangat indah dan saya ingin agar batik maupun tenun ikat
dipakai warga dunia,” kata Lara.

Sebelumnya, acara dan seminar bertajuk Wastra: Indonesia Traditional Textile as a Key for Environmental Sustainable Fashion yang digelar di Kedutaan Besar RI di Wassenar Den Haag pada 24 Juli 2017 juga banyak dihadiri warga Belanda, yang terdiri dari pengamat tekstil, Indonesianis dan pecinta batik.

Seminar dan acara wastra Nusantara di Den Haag

Henriette, pegiat seni asal Delf merasa beruntung bisa mengikuti acara tersebut karena selama ini hanya melihat batik sebagai salah satu produk budaya Indonesia. Ternyata, setelah mengikuti acara ini, dia baru mengetahui bahwa wastra Indonesia sangat beragam dan memiliki cerita di balik pembuatannya.

"Misalnya ada corak khusus yang tidak bisa dipakai oleh semua orang. Khusus untuk upacara tertentu dan orang tertentu saja. Nah ini sangat menarik," kata dia.  

Acara tersebut dibagi menjadi dua sesi yaitu tentang Indigo, yaitu jenis tanaman yang digunakan sebagai pewarna alami batik yang dipresentasikan Laretna T. Adishakti dan Mayasari Sekarlaranti. Mereka menjelaskan tentang Yogya, the World Batik City dan proses pembuatan warna alami untuk batik, yang menghasilkan warna biru.

Sementara sesi kedua berbicara tentang tenun Gianyar. Dengan judul Traces of Gianyar Arts & Woven Fabric yang dibawakan Catrini Kubontubuh dan Prof. I Wayan Dibia. Dalam acara itu, peserta tidak saja mendapat wawasan baru tentang wastra Indonesia tetapi juga disuguhkan berbagai tarian, peragaan busana endek, songket dan batik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya