Tahukah Anda, Kurang Percaya Diri Cenderung Bikin Boros

Ilustrasi pekerja muda
Sumber :
  • Pixabay/caio_triana

VIVA.co.id – Istilah hidup hanya sekali, kerap kali menjadi sebuah alasan bagi banyak generasi milenial untuk tanpa sadar menghabiskan uangnya. Istilah ini kemudian membuat generasi tersebut seolah terjebak dalam pola konsumtif tanpa memikirkan masa depan. 

Komunitas Orang Papua di Yogyakarta Dukung Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran

Seorang Psikolog dari Klinik We Can Psychology Consultant, Cantyo Atindryo, mengatakan menghabiskan uang untuk tampil keren demi menopang gaya hidup, juga bisa didasarkan dari alam bawah sadar individu. 

Menurutnya, sifat yang menganggap diri selalu kurang dari orang lain, membuat seseorang mengeluarkan uang tanpa sadar hanya demi penampilan. 

Profil Andi Jerni, Atlet Karate yang Sentil Balik Omongan Megawati Soal Sumbangsih Generasi Milenial

"Di psikologi kita mengenal namanya inferior. Jadi ada alam bawah sadar kadang kita, ada sesuatu dari diri kita yang merasa kurang dan pengen jadi superior tadi, dan akhirnya dorongan itu tidak sadar," ujar Cantyo saat peluncuran Buku Kece Tanpa Kere oleh Permata Bank di Kinonuniya, Plaza Senayan, Jakarta Selatan, Rabu, 3 Mei 2017. 

Untuk tampil menjadi superior itu, kata Cantyo, yang kerap menimbulkan perilaku-perilaku belanja impulsif atau tiba-tiba untuk mendapatkan kekuasaan dari yang lainnya. Hal ini karena ada rasa ragu dan tidak percaya diri, sehingga menggunakan suatu barang untuk merasa percaya diri. 

Viral Lagi Video Megawati Remehkan Sumbangsih Generasi Milenial pada Negara, Disentil Atlet Karate

Selain dari dalam diri, tekanan kelompok pergaulan juga membuat para generasi milenial tanpa sadar menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang kadang belum dibutuhkan. 

"Ada juga yang disebut konformitas dari peer pressure ada tekanan dari teman-teman, nanti kalau enggak ikut gaya mereka takut enggak dianggap. Anggapan itu yang membuat kita jadi ikut-ikutan," katanya. 

Dia juga menambahkan, pada usia 20-an akhir, atau dikenal dengan dewasa muda, ada suatu hasrat untuk mencari teman untuk diajak berhubungan. Hal ini yang juga kerap menjadi tekanan untuk tampil di luar kemampuan. 

"Ketika tidak mendapatkan itu, kita merasa dijauhi tidak punya siapa-siapa. Makanya, dari situ kita akhirnya mengikuti tuntutan lingkungan walaupun itu sebetulnya tidak sesuai dengan kemampuan kita," kata dia. 

Untuk bisa mengendalikannya, lanjut Canityo, seseorang harus bisa menilai dan menghargai diri sendiri. Di samping itu menentukan prioritas dan tujuan hidup juga penting, agar tidak ikut-ikutan. 

"Jadi enggak perlu ikutin orang lain. Misal, kita puas kok dengan diri saya. Intinya ada rasa positif dan penghargaan dari diri kita," kata Cantyo. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya