Wanita Ini Selamatkan Anak-anak Kampung dari Pernikahan Dini

Sanita, Aktifis Perempuan dan perlindungan anak
Sumber :
  • Instagram/ Sanita

VIVA.co.id – Sanita adalah seorang gadis yang tinggal di Jawa Tengah, pada usianya yang ke 13 tahun, gadis malang ini hampir saja menjadi korban pernikahan dini. Usianya kala itu masih demikian muda untuk menikah, karenanya ia bertekad untuk tetap bersekolah.

Pernikahan Usia Anak di Sulsel: 'Berikan Ijazah, Jangan Buku Nikah'

Sanita memang berasal dari bukan dari keluarga kaya, ayahnya seorang tukang kayu, dan ibunya berjualan di pasar. Ia hampir saja dinikahkan untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Demikian seperti dilansir The Huffington Post.

Tapi, akhirnya sanita bisa meyakinkan orangtuanya untuk membatalkan pernikahan, dan berjanji akan membayar kembali semua uang yang telah mereka investasikan di masa kecilnya.

KPAI Tolak Pernikahan Anak

"Jika ayah menghentikan pernikahan dan membiarkan saya melanjutkan pendidikan saya, saya akan membayar kembali semua uang yang ayah habiskan untuk saya. Jika Anda memaksa saya untuk menikah, maka tidak akan ada yang bisa dihasilkan dari saya," kata Sanita kepada sang ayah, yang menolak pernikahannya.

Akhirnya, orangtuanya pun setuju untuk membatalkan pernikahan dan membiarkannya melanjutkan sekolah.

Aneh, Anak Takut Tidur Jadi Alasan Langsung Dikawinkan

Satu dekade kemudian, Sanita yang kini berusia 22 tahun berhasil menjadi juara untuk memperjuangkan hak perempuan dan menjadi contoh bagi masyarakatnya. Dan dia bertekad untuk membantu gadis-gadis lain menjalani potensi mereka sepenuhnya.

Pada bulan Mei 2017, Sanita mewakili Indonesia di Asian Development Bank’s 5th Annual Asian Youth Forum, di mana dia mendesak para ahli dan pemimpin negara untuk melibatkan kaum muda dalam usaha mereka untuk mengatasi beberapa pelanggaran besar yang dialami anak muda, khususnya anak perempuan, di Asia dan Pasifik setiap hari

Sebuah pendidikan akan memberi kesempatan kepadanya dan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang berarti dengan hidupnya, dia memberi tahu keluarganya.

"Saya hampir menjadi korban perkawinan anak, dan saya melihat bagaimana gadis-gadis lain menjadi korban tindakan ini, jadi saya pikir, 'hidup seharusnya tidak seperti ini untuk kaum muda. Saya harus melakukan sesuatu," kata dia

Akhirnya mereka sepakat. Kini, satu dekade kemudian, Sanita (22) adalah juara hak perempuan dan teladan dalam komunitasnya dan dia bertekad untuk membantu gadis-gadis lain menjalani potensi mereka sepenuhnya.

Pada bulan Mei 2017, Sanita mewakili Indonesia di Forum Pemuda Asia Tahunan Asian Development Bank 5, di mana dia mendesak para ahli dan pemimpin pemikiran untuk melibatkan kaum muda dalam usaha mereka untuk mengatasi beberapa pelanggaran besar yang dialami anak muda, khususnya anak perempuan, di Asia dan Pasifik setiap hari.

Mengatasi pernikahan anak

Dalam pandangannya, Untuk menghentikan pernikahan anak, perlu adanya perubahan pola pikir para pemimpin agama dan masyarakat.

"Kita juga harus memberdayakan perempuan dan anak perempuan, tidak hanya melalui pendidikan, tapi juga melalui keterampilan dan pelatihan. Seringkali, anak perempuan tidak terdidik atau terampil, jadi mereka menganggap pernikahan adalah satu-satunya pilihan mereka," jelas dia.

Cara terakhir untuk mengatasi pernikahan anak menurutnya ialah dengan mengubah undang-undang.

"Di Indonesia, kita berpeganga teguh pada agama dan budaya kita, tapi saya yakin Pemerintah harus memastikan bahwa undang-undang itu komprehensif dan diberlakukan dengan benar."

Selama dua tahun terakhir, Koalisi Pemuda 18+ dan Koalisi Pemuda untuk Anak Perempuan, sebuah kelompok beranggotakan 80 orang yang mewakili 20 organisasi pemuda di seluruh Indonesia,  telah mendesak legislator untuk meningkatkan usia pernikahan anak dari usia 16 sampai 18 tahun. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya