Tiap 1,5 Jam Ada Wanita Indonesia Meninggal saat Melahirkan

Ilustrasi ibu hamil.
Sumber :
  • Pixabay/Pexels

VIVA.co.id – Angka kematian ibu hamil di Indonesia telah memasuki tahap kekhawatiran. Sebab berdasarkan data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), setiap satu jam wanita di negeri ini meninggal akibat melahirkan.  

Tingginya Kematian Ibu Saat Proses Persalinan Terjadi di RS Rujukan?

Hal itu diungkapkan langsung oleh Kepala BKKBN, Surya Chandra Surapaty. Terkait hal itulah, pihaknya pun semakin gencar melakukan sosialisasi keluarga berencana atau yang lebih dikenal dengan sebutan KB. Menurutnya, angka kematian pada ibu hamil meningkat sejak era reformasi.

“Penyebabnya karena banyak faktor, diantaranya adalah terlalu mudah melahirkan, terlalu rapat melahirkan dan terlalu tua melahirkan serta terlalu banyak anak itu menimbulkan pendarahan, menimbulkan kelainan-kelainan dalam melahirkan,” katanya saat di temui usai menghadiri sosialisasi di Ponpes Al Hikam, Depok, Jawa Barat, Rabu 9 Agustus 2017.

Kulit Kering saat Hamil, Berbahayakah? Ini Penjelasannya

Untuk menekan angka tersebut sekaligus dalam rangka mengendalikan kuantitas serta meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, kata Surya, maka BKKBN kembali menggelorakan KB.  

“Dari tahun 2000 angka kematian ibu melahirkan 228 per 100.000 kelahiran hidup. Karena KB ditinggalkan, meningkat jadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Itu berarti tiap satu setengah jam ada ibu hamil yang meninggal dunia, padahal target kita menurunkan angka itu menjadi 102, ini tak tercapai malah mningkat,” jelasnya.

Kenali Sejak Dini Gejala Hamil yang Berisiko Tinggi

Jika ini dibiarkan, kata Surya, selain laju pertumbuhan penduduk tidak turun angka kematian ibu melahirkan akan meningkat dan angka kebutuhan bayi juga meningkat. Itu artinya bayi yang lahir dari keluarga tidak berencana, apalagi tidak mengkonsumsi asi yang lengkap maka akan tubuh jadi anak yang tidak berkualitas. 

Fenomena ini, lanjut Surya, rentan terjadi di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Timur Indonesia.

“Banyak yang menolak untuk KB dengan alasan tanah masih luas, butuh penduduk yang banyak. Saya jawab, harusnya digarap dengan teknologi, dengan manusia yang berkualitas bukan dengan otot dan kerbau. Nah manusia berkulitas itu dapat tumbuh dari keluarga yang berencana, keluarga yang berketahanan,” katanya.
 
Seiring dengan hal tersebut, angka kemiskinan pun dinilai cukup tingi yakni berkisar 28 juta jiwa atau sekitar 10 persen penduduk Indonesia. Angka ini masih dibantu dengan bantuan sosial.

“Dengan angka itu artinya jumlah penduduk miskin di Inonesia tujuh kali Negara Singapore. Secara teknis kita sudah melakukan sosialisai dari pusat ke daerah. Kita harapkan tokoh-tokoh agama, tokoh pesanteren sampaikan hal ini kemasyarakat,” ujarnya. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya