Kecanduan Obat-obatan Psikotropika Dianggap Penyakit

Ilustrasi obat/suplemen.
Sumber :
  • pixabay/pexels

VIVA.co.id – Maraknya kasus penyalahgunaan obat yang kini menjadi sorotan, semakin membuka mata bahwa peredaran obat yang menyebabkan ketergantungan masih bebas beredar. Hal ini harus membuat kita memahami apa dampak negatif dari penyalahgunaan obat ini.

Luhut Sebut Berkat COVID-19 Kini RI Produksi Obat-obatannya Sendiri

Meski demikian, jika sudah terjadi suatu ketergantungan pada obat jenis narkotika atau psikotropika, dia harus mendapat pertolongan dari dokter. Menurut dr. Eka Viora, SpKJ, orang yang menggunakan narkotika, psikotropika, atau zat adiktif lainnya, jika sudah menggunakan terus menerus dan dengan kriteria tertentu, merupakan bagian dari penyakit. Penyakit ini juga sudah masuk dalam klasifikasi penyakit internasional.

"Jadi bukan karena kriminal, kalau sudah terbukti menggunakan dan mengalami ketergantungan," kata Eka kepada VIVA.co.id di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta.

Rumah Sakit di NTT Kehabisan Obat Jatah Pasien BPJS Kesehatan

Eka menambahkan, adiksi terhadap zat psikotropika, narkotika, maupun zat adiktif lainnya seperti alkohol, merupakan gangguan otak yang bersifat kronis dan sering mengalami kekambuhan. Dalam istilah kedokteran disebut dengan chronic relapsing disease.

Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi ini adalah faktor biologik, psikologik, dan sosial, di mana semua faktor tersebut saling berkaitan. Tentunya, penyakit ini juga memiliki kriteria dan gejala.

BPOM Temukan Dua Obat Suplemen Makanan Mengandung Babi

"Mereka yang sering mengobati sendiri atau menggunakan narkotika ini adalah untuk mengobati gejala emosi yang mereka alami," imbuh Eka.

Dan, jika sudah terjadi ketergantungan ini, berarti dia adalah seorang pasien yang harus ditolong. Jika dasarnya mereka ada faktor kecemasan atau depresi, obat yang didapatkan harus dengan pembelian dengan resep dokter dan ada indikasi medis.

Penggunaannya pun harus dalam pengawasan dokter. Tidak digunakan begitu saja sehingga dosisnya tidak semakin meningkat. Jika dia memang pasien, penggunaan obat harus dikendalikan.

Sementara itu, terkait kasus penggunaan psikotropika yang kini sedang marak, Eka merujuk pada UU No 5 Tahun 1997 yang menjelaskan tentang penyerahan psikotropika di apotek harus dengan resep dokter. Resep juga harus yang asli karena sekarang pun banyak resep yang di-scan apotek dan diberikan ke pasien.

Sedangkan, pengguna psikotropika untuk rehabilitasi, diatur juga dalam UU bahwa yang boleh memiliki dan menyimpan psikotropika hanya dalam rangka pengobatan atau perawatan yang diizinkan. Pengguna juga harus punya bukti yang disimpan dan dibawa secara sah. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya