Pola Makan Tak Sehat jadi Penyebab Kematian Terbesar Dunia

Ilustrasi makan.
Sumber :
  • Pixabay/bohed

VIVA.co.id – Ada banyak manfaat yang bisa didapat dari menjaga makan yang bernutrisi, diet seimbang, yang meliputi penambahan energi, berat badan terkontrol, dan menurunkan risiko diabetes.

Anak Puasa Hingga Ikut Mudik? Ini 4 Tips Jaga Kesehatan Buah Hati Jelang Lebaran

Meskipun banyak orang sudah sangat menyadari pentingnya makan sayuran hijau dan mengurangi makanan yang diproses, tetapi risiko kesehatan jika tidak melakukan hal itu masih belum begitu dipahami.

Sebuah penelitian menggarisbawahi adanya dampak serius dari nutrisi buruk pada kesehatan kita, dan pada beberapa kasus, bahkan kematian taruhannya.

Ini 5 Tanda Kucing Peliharaan Kamu Sedang Sakit

Dilansir laman Medical Daily, Selasa 19 September 2017, bahkan sekitar satu dari lima kematian di dunia pada 2016, karena pola makan yang salah. Sehingga, membuat kesalahan ini sebagai salah satu pembunuh terbesar, menurut sebuah studi berjudul The Global Burden of Disease.

"Secara khusus, makan makanan yang rendah biji-bijian utuh, buah-buahan, kacang-kacangan, minyak ikan, dan tinggi garam merupakan faktor risiko yang paling umum," tim peneliti menuliskan dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal medis The Lancet.

5 Cara Alami untuk Berhenti Merokok, Dukungan Sosial Jadi yang Terpenting

Kemudian, lanjut laporan tersebut, gula darah tinggi, tekanan darah tinggi, indeks massa tubuh tinggi, dan kolesterol tinggi, merupakan 10 besar faktor risiko kematian bagi pria dan wanita secara global.

Semua faktor ini bisa disebabkan oleh kebiasaan makan yang buruk, begitu juga dengan penyebab lainnya. Merokok merupakan satu-satunya faktor risiko lain yang berkontribusi pada kemarian. Dilaporkan merokok telah membunuh sekitar 7,1 juta orang di 2016.

"Ini sangat besar. Merokok ada di antara masalah sangat besar di dunia. Ini merupakan klaster yang semakin memburuk," ujar peneliti utama Dr. Christopher Murray, Direktur Institute of Health Metrics and Evaluatin (IHME) di Universitas Washington.

Temuan ini juga menunjukkan bahwa orang bisa hidup lebih lama, tapi lebih banyak tahun dalam hidupnya dihabiskan dalam kondisi sakit.

"Kematian adalah motivasi paling kuat, baik bagi individu dan negara-negara, untuk mengutarakan penyakit yang telah membunuh banyak orang. Namun, kita kurang termotivasi untuk mengungkapkan isu yang menimbulkan penyakit," kata Murray.

Temuan ini juga menunjukkan bahwa kurang dari lima juta anak di bawah usia lima tahun meninggal pada 2016, dibandingkan lebih dari 16 juta anak di tahun 1970.

"Tetapi, meskipun terjadi peningkatan ini, kita menghadapi tiga serangkai yang menjadi tantangan banyak negara dan komunitas, obesitas, konflik, dan penyakit mental, termasuk gangguan penggunaan zat," tambah Murray.

Studi IHME merupakan upaya kolektif lebih dari 2.500 peneliti yang menganalisis data lebih dari 100 negara. Data dari beberapa negara lebih komprehensif dibandingkan negara lainnya, karena itu para peneliti menggunakan perkiraan untuk mengisi informasi yang hilang. Temuan mereka dipublikasikan dalam rangkaian lima laporan. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya