Hangatnya Wedang Kacang Semarang, Kuliner Era Kolonial

Wedang Kacang Pak Samin khas Semarang.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA.co.id – Kota Semarang, Jawa Tengah dikenal memiliki tiga budaya khas yakni Jawa, Arab dan Eropa. Perpaduan budaya yang lekat sejak era kolonial itu menjadikan Semarang sebagai surganya kuliner. Salah satunya kuliner legendaris adalah wedang kacang Semarangan.

Sate Koyor Karangsaru Legendaris Khas Semarang, Jelang Buka Banyak yang Ngantre

Meski telah melegenda di era kolonial Belanda, wedang kacang khas Semarang kini terancam hilang. Penjual wedang berbahan dasar kacang tanah serta kacang ijo berbalut rasa khas rempah-rempah itu pun kian punah. 

Jika Anda tengah melancong ke Kota Semarang, akan sangat sulit menemukan penjual wedang kacang jenis kacang tanah ini. Apalagi sejak dahulu penjualnya tak pernah mangkal dan membuka warung sendiri.

Nikmatnya Buka Puasa dengan Nasi Ruwet Khas Semarang

Salah satu penjual yang kini bertahan adalah Samin. Pria berusia 47 tahun itu masih setia menjajakan wedang khas yang lahir di era kolonial itu. Dengan gerobak sederhana, Samin  meneruskan usaha yang dirintis pendahulunya itu.

"Di Semarang yang kini menjual wedang kacang hanya dua orang. Saya dan Pak Marto. Saya biasa jualan di Jalan Depok nomor 38, " ujar Samin ditemui VIVA co.id, baru-baru ini.

Sensasi Berbuka Puasa dengan Sate Tulang Ayam, Seperti Apa Rasanya?

Samin mengaku telah 45 tahun berjualan wedang kacang. Ia sendiri merupakan generasi ketiga dari leluhurnya yakni Nyonya Rini yang pertama kali jualan di era 1960-an. Kala itu wedang kacang dijual seharga Rp60 dengan 60 orang karyawan yang bekerja.

"Kalau sekarang harganya Rp8.500. Ya tetap laku karena memang banyak yang cari, " ujar warga yang tinggal di Jalan Wonodri Baru Peterongan itu. 

Perpaduan rasa

Bagi yang telah mencicipi wedang kacang Semarang tentu akan ketagihan. Wedang tradisional ini merupakan campuran wedang kacang tanah dan wedang kacang hijau dengan bumbu khusus rempah-rempah.

Kacang hijau dan kacang tanah direbus dalam kuah jahe dalam sebuah tungku kecil. Tak perlu menunggu waktu lama, kepulan asap dari semangkuk wedang kacang campur pun memanggil untuk menyantap hidangannya yang tersaji di sebuah mangkuk.

Terlihat kumpulan kacang tanah putih mengapung. Dan ketika disendok, Anda akan menemukan bubur kacang hijau serta kacang tanahnya di dalam. Kuah yang tersaji merupakan air rebusan jahe atau wedang jahe bercampur dengan kuah rebusan kacang tanah serta tepung kanji. Saat diseruput, rasa segar dan hangat berpadu di mulut.

"Pembeli biasanya bebas memilih. Bisa kacang hijau saja, kacang tanah serta pakai santan atau tidak," imbuh dia.

Samin menyebut, cita rasa khas wedang Semarang berasal dari proses fmemasaknya. Sebagai wedang tradisional, proses pembuatannya cukup rumit. Ia bahkan harus cukup konsentrasi menjaga suhu api saat menjajakan wedang itu kepada pelanggan.

"Kalau apinya terlalu besar, wedang akan rusak dan gosong. Kalau apinya mati, pasti dingin dan bubur berpisah jadi air. Jadi harus fokus dan jangan terlalu panas dan jangan terlalu dingin," ujarnya.

Selain itu, untuk menjaga rasa rempah-rempah, ia harus memilih bahan terbaik, seperti kacang tanah serta kacang hijau yang berkualitas terbaik. Jika salah satu bahan tidak dipilah dengan tepat, maka rasa wedang kacang pasti tidak enak. Begitu juga dengan proses menjaga api saat dibawa keliling.

"Beda dengan bakso. Kalau bakso kan asal panas. Tapi wedang ini harus dijaga betul panasnya," kata dia.

Karena itu, Marto tidak setiap hari menjajakan wedang kacang di wilayah Semarang. Kadang ia berjualan di Jalan Depok nomor 38 dan sesekali di Jalan Anggrek Gang Empat nomor 37. Ia bahkan kerap menerima pesanan untuk menjajakan wedang kacang oleh sejumlah pengusaha katering di hotel, rumah duka China serta perusahaan-perusahaan yang menggelar pesta.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya