Wisata Seru Goa Kreo, Negerinya Para Monyet

Kawasan Goa Kreo yang dihuni ribuan kera di Kota Semarang
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dwi Royanto

VIVA – Goa Kreo, salah satu destinasi menarik Kota Semarang memang telah populer di masyarakat. Wisata di kawasan Waduk Jatibarang itu banyak dikenal sebagai negerinya para kera yang sangat akrab dengan pengunjung.

Libur Panjang Imlek, Intip 4 Wisata Menarik di Semarang Bernuansa Pecinan

Ya, keberadaan ribuan kawanan kera di Goa Kreo memang sudah ada sejak ratusan tahun silam. Legenda Goa Kreo memang cukup unik, karena berkaitan dengan penyebaran Islam di tanah Jawa oleh salah satu Walisongo yakni Sunan Kalijaga.

Menurut legenda, kisah penamaan Goa Kreo berawal dari pencarian Sunan Kalijaga terhadap kayu jati di hutan kawasan Jatibarang. Oleh Sunan Kalijaga, kayu jati tersebut hendak dijadikan soko atau tiang Masjid Demak.

Mau Wisata ke Kota Lama dan Lawang Sewu Semarang? Naik Kereta Cuma Rp10 Ribu

Dalam perjalanannya Sunan Kalijaga menemukan sebuah pohon jati besar di Jatibarang. Ketika pohon itu dipotong untuk dihanyutkan menyusuri sungai menuju ke Demak, Sunan Kalijaga menemui hambatan. Kayu-kayu jati tersebut terjepit di antara bebatuan. Segala cara telah diupayakan untuk menghanyutkan kayu tersebut, tetapi selalu menemui kegagalan. 

Sunan Kalijaga lalu memilih bertafakur di goa hutan tersebut, dan memohon keridaan Allah. Dalam tafakurnya, ia lalu didatangi sekawanan kera berwarna merah, hitam, putih dan kuning yang bermaksud untuk membantu kesulitan yang dihadapi Sunan Kalijaga.

Cantiknya Jembatan Kaca Tinjomoyo Semarang, Kapan Dibuka?

 Kawasan Goa Kreo yang dihuni ribuan kera di Kota Semarang

Dengan bantuan para kera, akhirnya kayu jati yang tersangkut di sungai berhasil dihanyutkan. Sunan Kalijaga lalu
melanjutkan perjalanan menuju Demak. Empat ekor kera murid Sunan Kalijaga kemudian bermaksud mengikutinya ke Demak. Namun hal itu tidak diperkenankan oleh Sunan Kalijaga.

Para kera itu lalu diberi tugas menjaga kayu jati tersebut oleh Sunan Kalijaga. Istilah penjagaan kayu itu disebut
mengreho. Konon kata Kreo atau goa Kreo berasal daei "Mangreho" yang berarti peliharalah atau jagalah.

Nah, kata Mangreho tersebut diceritakan turun temurun oleh masyarakat sekitar, yang akrab disapa "Gua Kreo". Di mana di dalamnya terdapat ajaran tentang Nilai spiritualistas, yang dirangkum dalam tiga aspek, yakni hubungan manusia dengan sang pencipta, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam.

Kera di  Kawasan Goa Kreo, Kota Semarang

Destinasi unggulan

Kentalnya nilai sejarah Goa Kreo menjadikan kawasan hutan di tengah Waduk Jatibarang itu menjadi tujuan wisata menarik bagi wisatawan. 

Oleh Pemerintah Kota Semarang, Goa Kreo dijadikan sebagai ikon wisata berkumpulnya ribuan kera liar dengan
pemandangan alam yang asri nan indah. Sementara waduk Jatibarang sendiri telah beroperasi sejak Mei 2014. Waduk in dibangun dalam kurun waktu empat tahun dan memiliki daya tampung 20 juta meter kubik.

Keberadaan ribuan ekor kera di Goa Kreo hingga kini masih lestari. Ikon Goa Kreo di hutan itu pun masih ada dan menjadi lokasi favorit berswafoto para wisatawan. Pun pengunjung bisa langsung berfoto ria dengan kawanan kera yang kerap mendekat.

Uniknya, kawanan kera liar itu selalu ramah dan bergumul dengan pengunjung, meski tinggal bebas di hutan. Tak
jarang kera-kera tersebut meminta makanan dan berbagi dengan para pengunjung. Mereka juga hilir mudik dari kawasan hutan melewati jembatan penghubung di atas waduk Jatibarang.

 Kawasan Goa Kreo yang dihuni ribuan kera di Kota Semarang

Untuk menuju kawasan Goa Kreo pun cukup mudah. Goa Kreo terletak di dusun Talunkacang, Desa Kandri, Kecamatan Gunungpati. Jika dari pusat kota semarang, lokasinya berjarak sekitar 13 kilometer. 

Pengunjung hanya harus membaya biaya tiket masuk Rp6 ribu untuk satu orang, Saat bulan Syawal, kawasan desa di Goa Kreo kerap mengadakan Ritual Sesaji Rewanda. Sesuai namanya, rewanda yang artinya monyet, sesaji ini memang ditujukan bagi monyet-monyet yang selama ini menghuni kawasan Goa Kreo dengan aneka makanan, seperti buah-buahan dan makanan rakyat.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya