Tarik Ulur Kursi Panas KPK

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id - Tiga bulan berjalan sejak 1 September 2015, delapan nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diserahkan oleh panitia seleksi mengendap di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat.

Entah apa yang mengganjal di balik lamanya pembahasan jadwal untuk penyelenggaraan uji kepatutan dan kelayakan tersebut. Sementara masa jabatan empat pelaksana tugas pimpinan KPK saat ini, Taufiqurahma Ruki, Indriantono Senoaji, Zulkarnain dan Johan Budi, akan berakhir tak kurang dari dua pekan lagi.

Pekan lalu, tepatnya 26 November 2015, Komisi III DPR sempat menyelenggarakan pleno terkait penjadwalan uji kepatutan dan kelayakan terhadap delapan nama calon pimpinan KPK.

Namun rapat tertutup itu akhirnya memutuskan membatalkan pembahasan itu dengan dalih untuk melakukan riset komprehensif dan analisis kembali terhadap hasil seleksi.

"Bukan menunda, cuma minta waktu melakukan riset komprehensif dan analisis secara mendalam," kata Ketua Komisi III Aziz Syamsudin.

Cabut Revisi UU KPK, Demokrat Dekati PKS dan Gerindra

Seleksi calon Pimpinan KPK

Ilustrasi/Proses seleksi calon pimpinan KPK

Soal Revisi UU KPK, Menteri Yasonna: Publik Salah Paham


Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Masinton Pasaribu membeberkan enam hal yang menjadi alasan komisi tersebut membatalkan pembahasan hasil  seleksi tersebut.

Pertama, terkait masa pendaftaran calon pimpinan KPK yang sudah melampaui waktu target selama 14 hari. Kedua, tidak adanya unsur dari kejaksaan yang lolos dari delapan nama yang diajukan.

Ketiga, sejumlah calon pimpinan KPK dianggap belum memenuhi pengalaman minimal 15 tahun di bidangnya. Keempat, adanya pembidangan calon pimpinan KPK yang tidak sesuai dengan nomenklatur dalam pembidangan KPK seperti pasal 26 ayat (2) undang-undang tentang KPK.

Dan kelima, adanya dugaan konflik kepentingan antara calon pimpinan dengan panitia seleksi. Dimana salah seorang calon pernah menjadi narasumber acara yang diselenggarakan anggota pansel KPK.

Serta terakhir, keenam proses seleksi calon pimpinan KPK yang belum memnuhi asas. "Tim pansel KPK tidak boleh menafsirkan UU, melampaui UU, apalagi hingga menabrak UU. Khususnya UU KPK, karena hal itu bukan merupakan domain tim Pansel KPK," kata Masinton.

Ada Skenario Apa?
Empat tahun silam, saat proses pemilihan calon pimpinan KPK untuk periode 2011-2015, yang kemudian digawangi oleh Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandupraja, Zulkarnain dan Busyro Muqoddas.

Harus diakui, pemilihan mereka memang sempat berpolemik. Namun, DPR tetap konsisten tepat waktu menyelenggarakan uji kepatutan hingga ke proses pemilihan sesuai tenggat waktu.

Saat itu, uji kepatutan dan kelayakan terhadap delapan nama yang juga sudah diseleksi panitia bahkan sudah diselenggarakan pada 21 November 2011.

Proses itu bahkan dijadwalkan selama 10 hari atau berakhir hingga 2 Desember 2011 yang kemudian akhirnya dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Desember 2011.

Tahun ini, memang terasa berbeda. Sebab, hingga menjelang akhir jabatan pimpinan KPK, DPR tak kunjung menetapkan jadwal. Sebab, merujuk pada tahun sebelumnya, maka dipastikan hingga minggu ketiga Desember 2015, proses ini belum tentu kelar.

Politisi PDIP Trimedya Panjaitan tak menampik keteralmabatan itu. Ia berpendapat saat ini memang sedang adanya dorongan sejumlah fraksi di Komisi III DPR untuk menunda pembahasan calon pimpinan KPK tersebut.

Mulai dari yang berbeda tafsir perihal dugaan pelanggaran undang-undang hingga keyang memang ingin menunda pembahasan.

Gerindra Curiga Barter Revisi UU KPK dan Pengampunan Pajak

Tim Pansel KPK Umumkan 19 Calon Pimpinan KPK Lolos Seleksi Tahap Ketiga

Panitia Seleksi calon pimpinan KPK saat melakukan proses seleksi calon

Sebab itu, lanjutnya, hingga kini proses lobi antar fraksi pun terus dilakukan. targetnya adalah agar ada kesepakatan pandangan bersama terkait lanjut tidaknya pembahasan calon pimpinan KPK.

"Masih ada fraksi yang menginginkan ini (nama calon pimpinan KPK) dikembalikan. (Karena itu) mudah-mudahan bisa diputuskan (dalam lobi)," kata Trimedya menjalang pleno Komisi III DPR, Senin 30 November 2015.

Tarik ulur pembahasan calon pimpinan KPK tersebut memantik reaksi banyak pihak. Meski DPR sudah bersikukuh ada dalih positif di balik penundaan itu, namun publik menuding ada kejanggalan terhadap putusan itu.

Apalagi sejumlah dalih yang dipakai DPR, terkesan dipaksakan menjadi sebuah alasan legal. Salah satunya adalah penempatan perwakilan jaksa di tubuh pimpinan KPK.

"Tidak ada rumusan norma pimpinan KPK harus berasal dari jaksa dan polisi. Dalam sistem perundang-undangan, suatu rumusan norma tidak boleh menimbulkan multitafsir harus jelas, tegas dan tuntas, memenuhi rumusan lex scripta," kata juru bicara panitia seleksi KPK Betti Alisjahbana akhir november lalu.

Guru besar ilmu politik yang juga pernah menjadi Ketua Komisi Pemilihan Umum untuk 2001-2005 Nazaruddin Sjamsudin justru berpendapat berbeda terkait mulurnya waktu pembahasan tersebut.

Lewat akun twitternya, Nazaruddin berpendapat salah satu dalih DPR menunda adalah skenario yang sudah ditetapkan pansel yang telah mengelompokkan calon pimpinan KPK.

Karena itu, ia berharap demi menjaga hak memilihnya DPR tetap terjaga, ia menyarankan agar usulan pansel diterima namun mengabaikan pembidangan yang telah disusun oleh pansel.

Dari sisi istana, langkah DPR menunda pembahasan calon pimpinan KPK tersebut, cukup membuat pemerintah khawatir. Lewat Menteri Sekretaris Negara Pratikno, istana menuturkan ketakutannya komisi antirasuah bisa mengalami kevakuman sementara jika DPR tetap mengulur.

"Iya itulah (takut vakum) mengapa pemerintah berharap DPR segera memutuskan," kata Pratikno.

"Presiden mengharapkan segera ada pimpinan yang definitif."

Sekretaris Kabinet Pramono Anung meski mengaku menyerahkan kewenangan tersebut ke DPR. Namun ia tetap menekankan agar ada lima nama yang bisa singgah di DPR untuk selanjutnya segera ditetapkan oleh Presiden.

Dengan begitu, apa yang sudah menjadi hasil kerja dari panitia seleksi tidak sia-sia dan dapat digunakan untuk menjaga keberlanjutan KPK.

"Apakah lima semuanya, apakah empat, kami menyerahkan sepenuhnya. Tetapi kalau lima (yang dipilih) alhamdulilah, kalau empat ya kita pikirkan bagaimana supaya kepemimpinan itu tetap utuh," kata Pramono.

Bukan Waktunya Berdebat
Di lain hal, muncul dugaan skenario populer terkait dalih DPR sengaja membuat lamban proses pemilihan calon pimpinan KPK yang baru. Skenario itu yakni kesengajaan untuk menyelaraskannya dengan pembahasan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

Maklum, dorongan DPR untuk merevisi UU tersebut cukup kuat. Sehingga dinilai cukup strategis, pimpinan KPK terpilih dibarengi dengan UU KPK yang baru juga.

Skenario ini bukan tak berdasar, Wakil Presiden Jusuf Kalla saja sudah memberikan sinyal terkait wacana revisi UU KPK masuk dalam program legislasi nasional tahun 2016.

Tim Pansel KPK Umumkan 19 Calon Pimpinan KPK Lolos Seleksi Tahap Ketiga

Panitia seleksi calon pimpinan KPK menyerahkan delapan nama hasil seleksi mereka ke Presiden dan DPR

"Ini undang-undang itu apa pun, UUD saja  bisa direvisi, bisa diamandemen, apalagi undang-undang. Kalau undang-undang itu sudah diusuli 15 tahun lalu tentu selama 15 tahun itu sudah ada banyak perkembangan-perkembangan. Karena perlu ada revisi," kata Kalla, Minggu 29 November 2015.

Menteri Koordinator Bidang politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan pun tak menampik isu tersebut. Bahkan ia menyebut sudah ada empat poin yang menjadi fokus revisi.

Yakni pembentukan dewan pengawas KPK, kewenangan KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), pengangkatan penyelidik, penyidik dan penuntut umum KPK dan terakhir terkait pengaturan penyadapan.

"Cuma empat saja, jadi tidak ada yang dipaksakan," kata Luhut.

Lantas apakah perevisian ini berkorelasi negatif terhadap pemilihan calon pimpinan KPK? Hal ini tak bisa terbantahkan. Sebab dengan rentang masa sidang DPR yang menyisakan kurang dari sebulan. Maka akan sangat wajar persepsi pemilihan pimpinan KPK tertunda.

Apalagi 'pekerjaan rumah' di DPR cukup menumpuk. Dimana banyak rancangan undang-undang yang hingga kini tergantung nasibnya. Sehingga sedikit tidak masuk akal jika memang DPR bisa merampungkan pimpinan KPK periode 2015-2019 secara tepat waktu atau maksimal.

Anggota Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Ester menilai terlepas dari apa pun kemungkinan skenario di balik tarik ulur calon pimpinan KPK tersebut.

Tenggat waktu tersisa, sepatutnya tidak perlu ditunda-tunda lagi. Jika pun DPR ingin mempersoalkan kandidat calon pimpinan KPK yang telah dihasilkan pansel, maka hal itu harusnya dilakukan di ruang uji kepatutan dan kelayakan.

"Ini bukan waktu yang tepat untuk berdebat calon ini sudah mumpuni atau belum. Kalau belum terpilih lima nama pimpinan KPK sampai 16 Desember, maka akan mengganggu kerja KPK," kata Ester.

Sejauh ini dari 10 fraksi yang ada di DPR, pemetaan secara kasar bisa disimpulkan sudah ada tujuh fraksi yang menyatakan mendukung agar uji kepatutan dan kelayakan terhadap calon pimpinan KPK digelar.

Ketujuh fraksi itu yakni, PDIP, Golkar, PKS, PKB, PPP, Demokrat dan Gerindra. Sementara untuk fraksi yang belum menyatakan sikap masih ada tiga lagi yakni, fraksi PAN, Nasdem dan hanura.

Namun, apakah nanti jika memang skenario terburuk calon pimpinan KPK tertunda terjadi, KPK mengklaim tetap optimis tidak akan terganggu dengan proses itu. "Tidak akan mengganggu kinerja KPK. Sistem kelembagaan KPK sudah berjalan dengan sangat baik," ujar pelaksana tugas pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji.

Berikut 8 nama capim KPK yang lolos seleksi:

Bidang Pencegahan:
1. Saut Situmorang (Staf Ahli KaBIN)
2. Surya Chandra (Direktur Trade Union Center dan dosen Atma Jaya)

Bidang Penindakan:
1. Alexander Marwata (Hakim Ad Hoc Tipikor)
2. Irjen Pol Basaria Panjaitan (Mabes Polri)

Bidang Manajemen:
1. Agus Raharjo (Kepala Lembaga Kebijakan Barang dan Jasa Pemerintah)
2. Sujanarko (Direktur Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Sama antar Komisi KPK)

Bidang Supervisi:
1. Johan Budi SP (Plt pimpinan KPK)
2. La Ode Muhammad Syarif (dosen hukum Universitas Hasanuddin)‎

Sementara, dua calon yang sudah lebih dulu mengikuti fit and proper test calon pimpinan KPK di DPR, adalah Busyro Muqoddas dan Roby Arya Brata.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya