Jurus Pertamina Saat Harga Minyak Anjlok

Kilang minyak Pertamina.
Sumber :
  • Pertamina
VIVA.co.id
Terobos Pendemo, Menteri Rini Naik Motor Patwal
- Harga minyak dunia sepanjang tahun ini terus turun. Bahkan, saat ini sudah mendekati level terendahnya sejak 2004 atau 11 tahun terakhir. Kelebihan pasokan global menjadi penyebab utama anjloknya harga komoditas tersebut. 

Stok Minyak Dunia Melimpah, Harga Terus Jatuh
Minyak Brent, komoditas patokan harga minyak global, dilansir dari CNBC, Rabu 16 Desember 2015, anjlok US$1,25 atau 3,25 persen di level US$37,3 per barel. Anjlok kurang dari US$1 dari harga pada 2004 yaitu US$37,11 per barel. 

Pertamina Pelajari Rencana PLN Caplok PGE
Sementara itu, minyak mentah Amerika Serikat, West Texas Intermediate (WTI), pada perdangangan Selasa waktu setempat turun US$1,54 atau 4,1 persen ke level US$35,67 per barel. Mendekati harga pada masa krisis keuangan 2008 sebesar US$32,40 per barel. 

Penurunan harga minyak tersebut tentu berdampak signifikan pada perusahaan-perusahaan minyak di dunia. Efisiensi secara besar-besaran pun dilakukan. Bahkan tidak sedikit perusahaan yang menghentikan eksplorasinya, karena keuangannya tergerus anjloknya harga komoditas tersebut. Bagaimana nasib PT Pertamina di Indonesia?

Direktur Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, ada dua faktor yang diperhatikan dalam menghitung kondisi keuangan Pertamina dalam berbisnis minyak dan gas, yaitu produksi migas yang dihasilkan (hulu) atau produk migas yang dijual kepada masyarakat. 

Apabila harga minyak dunia terus turun, pasti akan memengaruhi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) yang dijual Pertamina. Namun, hal tersebut tetap bisa disiasati dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

"Tergantung gimana nanti ada perubahan harga BBM atau tidak. Mestinya kan kalau menerapkan formula yang ada, lalu harga BBMnya turun, minyak dunia turun dan Pertamina tetap untung," ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu 16 Desember 2015. 

Dia mencontohkan, hingga saat ini Pertamina masih mengalami kerugian hingga belasan triliun rupiah. Hal itu dikarenakan kebijakan subsidi BBM tahun lalu yang membuat Pertamina harus menjual BBM lebih rendah dari harga minyak mentah yang diimpornya, karena pada awal tahun ini BBM masih disubsidi. 

"Dulu pernah harga minyak dunia naik, tapi BBM tidak dinaikkan. Itu rugi sampai Rp15 triliun sampai Oktober 2015," tuturnya. 

Namun menurut dia, setelah pemerintah menata ulang kebijakan subsidi BBM, dengan tidak lagi menyubsidi premium, seharusnya kerugian itu sudah bisa mulai ditutupi. Setelah premiun dijual dengan harga keekonomian, tinggal berapa marjin keuntungan bagi Pertamina yang ditetapkan oleh pemerintah 

"Itu (keuntungannya) tergantung pemerintah memberikan marjinnya yang dilihat dari harga minyak dunia dan nilai tukar, serta penetapan formula (marjin) yang diberikan Pertamina," ungkapnya. 

Meskipun sedang dalam upaya menekan kerugian Pertamina, dalam penetapan marjin, pemerintah juga diharapkan dapat bijak. Upaya itu diperlukan agar pada akhirnya tidak merugikan rakyat. 

"Memang sebaiknya untuk rakyat jangan gede-gedelah (marjinnya). Soalnya berpengaruh juga ke harga di sektor hilir. Tapi, kalau dibuat terlalu rendah, ya, jangan juga. (Marjinnya) bisa dibuat untuk membangun tangki-tangki BBM, penyimpanan (storage) kalau kita ada apa-apa," katanya. 

Tapi, di sisi lain dia pun menegaskan, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pemerintah tidak boleh membiarkan Pertamina mengalami kerugian. Hal tersebut sidah diatur dalam Undang-Undang BUMN. 

"Dividen bisa dikurangi atau dikompensasi supaya tidak langgar Undang-Undang BUMN. Sudah ada formula, tidak mau dinaikkan. Sementara di APBN sudah tidak ada subsidi. Korbannya Pertamina," tegasnya. 

Strategi Pertamina 

Pertamina tak memungkiri rendahnya harga minyak dunia berpengaruh terhadap keuangan perusahaan. Namun, perusahaan pelat merah ini mengaku punya cara untuk menyikapi tantangan tersebut.

Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, mengatakan, perusahaan memilih untuk menunda investasinya di sektor hulu. Mereka juga mengerem produksi minyaknya. Pengereman produksi minyak juga berpengaruh terhadap usaha pengeboran.

"Kalau begitu, jasa drilling (pengeboran) turun," kata dia di kantor pusat Pertamina, Jakarta, Selasa 16 Desember 2015.

Dwi mengatakan, penurunan harga minyak ini membuat Pertamina meminta para mitranya yang bergerak di bidang pengeboran untuk mau meninjau ulang kontraknya, misalnya kontrak mengenai harga.

"Oleh karena itu, mitra-mitra yang digunakan Pertamina tentu harus bersedia di-review kontraknya. Satuan harga penggunaan jasanya harus bisa dievaluasi. Itu upaya kami (menekan) cost of exploration di bidang upstream (hulu)," kata dia.

Meski demikian, dia menegaskan, BUMN energi ini memilih meningkatkan produksi untuk mencapai target lifting yuang ditetapkan oleh pemerintah. 

"Buat Pertamina, agak beda. Kalau perusahaan mengerem produksi, Pertamina meningkatkan produksi," kata Dwi di kantor pusat Pertamina, Jakarta, Selasa 15 Desember 2015.

Hal tersebut, menurut dia, dapat terwujud apabila pemerintah memberikan kebijakan di sektor hulu migas yang tepat.

"Tentu saja kami berharap dibicarakan oleh pemerintah tentang porsi government take dan operator take saat harga minyak dan gas di kondisi seperti ini," kata eks direktur utama PT Semen Indonesia Tbk itu. 

Efisiensi ratusan juta dolar

Dalam kesempatan berbeda, Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan, anjloknya harga minyak tidak membuat Pertamina menurunkan target pendapatan tahun depan. 

Wianda kepada VIVA.co.id mengatakan, perusahaan migas akan memangkas anggaran operasional sebagai langkah antisipasi turunnya harga minyak dunia. Namun, perusahaan pelat merah ini tidak memotong target pendapatan 2016 yang sebesar US$1,5 miliar.

"Kalau perusahaan-perusahaan lain, targetnya turun. Ada yang turun 87 persen dan ada yang turun 20 persen," kata Wianda, Rabu 16 Desember 2015. 

Wianda menjabarkan, efisiensi besar-besaran yang dilakukan antara lain, sentralisasi pengadaan kebutuhan Pertamina, baik pengadaan minyak maupun jasa pengeboran. Dengan efisiensi yang dilakukan sejak awal tahun, total penghematan Pertamina hingga November 2015 sebesar ratusan juta dolar.

"Total (penghematannya) ditambah (pengadaan minyak lewat) ISC (Integrated Supply Chain) sebesar US$470 juta sampai November," kata dia. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya