Kontroversi 'Evaluasi' ala Menteri Yuddy

Sumber :
  • Menpan.go.id

VIVA.co.id - Rapor akuntabilitas kinerja 77 kementerian dan lembaga negara yang dirilis Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi jelang pergantian tahun 2016 menuai polemik. Banyak kalangan menganggap penilaian yang dirilis kementerian yang dipimpin Yuddy Chrisnandi itu tidak objektif dan berpotensi membuat gaduh.

Sebab, penilaian itu dilakukan oleh kementerian yang dipimpin oleh seorang menteri, kemudian menilai kinerja sesama kementerian dan lembaga negara, yang sama-sama diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Namun, Menteri Yuddy Chrisnandi menepis anggapan itu. Dia mengatakan, evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dilakukan untuk perbaikan secara menyeluruh, dan pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat. Evaluasi ini juga untuk melihat sejauh mana instansi pemerintah melakukan tata kelola pemerintahan yang baik.

"Tidak mungkin akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik tanpa akuntabilitas yang baik, tanpa tata kelola yang baik, tanpa kedisiplinan dan kepatuhan terhadap aturan yang ada," kata Yuddy, Rabu, 6 Januari 2016.

Beberapa indikator ditetapkan dalam penilaian akuntabilitas, yakni penerapan program kerja, dokumentasi target tujuan, dan pencapaian organisasi.

Menteri Yuddy Tanyakan KPK Soal Pejabat Belum Lapor Harta

Hal itu bertujuan untuk menilai sejauh mana tingkat akuntabilitas atau pertanggungjawaban atas hasil terhadap penggunaan anggaran dalam rangka terwujudnya pemerintahan yang berorientasi pada hasil.

Menurut dia, semakin baik hasil evaluasi menunjukkan semakin baik tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya, serta kualitas pembangunan budaya kinerja birokrasi yang semakin membaik.

"Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja ini dapat menjadi ukuran sejauh mana instansi pemerintah berorientasi kepada hasil," ujar Yuddy.

Yuddy menambahkan, pelaksanaan evaluasi berpedoman pada Peraturan Menteri PANRB No. 12/2015 tentang Pedoman Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pedoman ini merupakan mandat dari Peraturan Presiden No.29/2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Pada 2015, evaluasi dilakukan terhadap 77 kementerian dan lembaga, 34 pemerintah provinsi dan 482 pemerintah kabupaten dan kota yang telah menyampaikan laporan kinerjanya. Namun, untuk evaluasi terhadap pemerintah kabupaten dan kota, masih dalam proses supervisi dan finalisasi.

Hasil evaluasi kinerja kementerian/lembaga menunjukkan Kementerian Keuangan menempati peringkat pertama dengan skor 83,59 (A) dan disusul Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di urutan kedua dengan skor 80,89 (A). Sementara itu, kementerian/lembaga yang paling rendah akuntabilitasnya adalah Kejaksaan Agung dengan skor 50,02 (CC).

Evaluasi 77 kementerian/lembaga ini dinilai dari sejak awal 2015 dengan melibatkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Adapun bentuk penilaiannya dituangkan dalam bentuk nilai dan predikat, yang hasilnya sudah diserahkan ke Wakil Presiden pada 15 Desember 2015. Nilai dan predikat itu adalah 90–100 (AA), 80-90 (A), 70-80 (BB), 60-70 (B), 50-60 (CC), 30-50 (C), dan 0-30 (D).

Untuk kementerian/lembaga yang mendapat nilai AA (0 kementerian/lembaga), A (4 kementerian/lembaga), BB (21 kementerian/lembaga), B (36 kementerian/ lembaga), CC (16 kementerian/lembaga), C (0 kementerian/lembaga), D (0 kementerian/lembaga).

Evaluasi akuntabilitas tahun ini tidak melibatkan Kementerian Koordinator Kemaritiman serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Alasannya, kedua kementerian itu baru yang merupakan nomenklatur dan belum menyusun laporan kinerja.

Guru Honorer Ditahan, KSPI Ancam Demo Polda Metro



Bukan untuk Reshuffle


Menteri Yuddy menegaskan bahwa evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tidak terkait dengan isu reshuffle Kabinet Kerja. Tapi, merupakan dorongan kepada seluruh instansi pemerintah untuk terus meningkatkan tata kelola pemerintahan demi mewujudkan pemerintahan kelas dunia dalam tiga tahun ke depan.

Yuddy mengatakan, evaluasi yang dilakukan KemenPAN-RB juga tidak dalam rangka menilai kinerja masing-masing menteri atau pimpinan lembaga negara. Evaluasi ini menyoroti kinerja organisasi untuk menunjukkan sampai sejauh mana pelaksanaan program dan hasil yang dicapai.

"Kementerian PAN-RB tidak memiliki pretensi apa pun terhadap isu reshuffle. Apa yang kami lakukan berdasarkan undang-undang untuk melakukan pengukuran kinerja instansi pemerintah," kata Yuddy.

Yuddy menuturkan, reshuffle kabinet sepenuhnya merupakan kewenangan dan hak prerogatif Presiden. "Bisa saja menteri dengan kinerja terbaik, atau mungkin bisa saja menteri dengan kinerja terburuk tetapi memiliki keinginan dan effort untuk memperbaiki, dipertahankan," terang dia.

Menurutnya, penilaian laporan akuntabilitas kinerja sudah berlangsung sejak 2006. Penilaian bersifat akademis, komprehensif, dan berlandaskan konstitusi serta bisa dipertanggungjawabkan. Sementara itu, untuk evaluasi akuntabilitas kinerja KemenPAN-RB, tidak dilakukan sendiri, tetapi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Dengan adanya penilaian seperti ini, seharusnya mendorong untuk lebih baik lagi. Jadi sistemnya harus baik," ucap Menteri Yuddy.

Penegasan serupa juga disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla. JK meminta agar evaluasi kementerian dan lembaga yang dilakukan KemenPAN-RB, tidak lantas diartikan sebagai alasan akan reshuffle kabinet. Evaluasi, kata JK, memang secara berkala diperlukan berkaitan dengan insentif yang diperoleh kementerian.
 
"Ah tidak, tidak ada hubungannya (dengan reshuffle). Itu kan tugas kementerian memang untuk memberikan (laporan) supaya ada insentif, supaya maju," kata JK di kantornya, Jakarta, Selasa, 5 Januari 2016.

Evaluasi yang dilakukan, menurut JK, lebih pada penilaian keterbukaan dan ketertiban administrasi. Oleh karena itu, tidak menilai kinerja secara keseluruhan dan tak bisa dijadikan dasar kocok ulang kabinet.

Menteri Yuddy menyayangkan segelintir pihak yang menanggapi evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai bahan rekomendasi Presiden untuk reshuffle kabinet. Menurut dia, isu yang digulirkan tersebut tidak sesuai dengan apa yang menjadi substansi dalam evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

"Jadi sama sekali bukan untuk menilai kinerja para menteri," tegas menteri yang juga politikus Hanura tersebut.

Dia menambahkan, berdasarkan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja untuk kementerian dan lembaga nilai rata-rata tahun 2015 sebesar 65,82, meningkat dari tahun lalu yang 64,70. Sementara itu, untuk pemerintah provinsi nilai rata-rata adalah 60,47, meningkat dari tahun lalu yang 59,21.

Diabaikan Jokowi

Meski demikian, upaya penilaian dan evaluasi yang dilakukan oleh MenPAN-RB, Yuddy Chrisnandi terhadap kinerja para menteri, tidak akan menjadi acuan Presiden Joko Widodo dalam menilai bawahannya. Jokowi bahkan tegas mengatakan bahwa penilaian terhadap menteri adalah kewenangan Presiden.

"Saya sampaikan, yang menilai kinerja menteri adalah Presiden. Itu prinsip," ujar Jokowi, saat ditemui di kantor Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jakarta, Rabu, 6 Januari 2016.

Para menteri, kata Presiden, diminta untuk fokus bekerja dalam menggapai Nawa Cita yang sebelumnya telah dicanangkan. "Saya ulang. Yang menilai kinerja menteri adalah Presiden. Saya ingin sekarang ini menteri terus bekerja," tegas Presiden.

Penekanan sikap Jokowi itu kembali disampaikan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Menurut Pramono, penilaian kinerja menteri bukan tugas dan wewenang seorang Menteri Yuddy Chrisnandi. Apalagi, laporan akuntabilitas itu sampai diumumkan secara terbuka.

"Apa yang sudah disampaikan kepada publik tentunya tidak menjadi referensi utama bagi Presiden," kata Pramono.

Pramono memastikan, evaluasi kinerja para menteri punya mekanisme tersendiri. Tidak terbuka seperti yang dilakukan oleh Menteri Yuddy. Presiden, kata Pramono, punya aturan main dalam menilai kinerja para menterinya.

Namun, karena ini sudah menjadi konsumsi publik, Pramono menyatakan Presiden Jokowi meminta untuk kembali bekerja seperti biasa. Kembali menjalankan tugasnya, apalagi pada 2016, Jokowi menginginkan percepatan kerja.

"Seperti yang disampaikan berulang kali oleh Presiden, adalah tahun percepatan kerja, sehingga kita tidak mikirin lagi urusan yang gitu-gitu," kata Pramono

Sementara itu, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menganggap penilaian 77 kementerian/lembaga oleh KemenPAN-RB yang dipimpin Yudi Krisnandi bukan konsumsi publik. Penilaian itu sebaiknya hanya untuk kalangan internal menteri kabinet.

"Kalau menterinya sama-sama dari partai politik dan sama-sama dari partai pendukung, itu sebaiknya konsumsi internal. Kalau dipublikasikan, membuat kegaduhan baru," kata Zulkifli di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa 5 Januari 2016.

Zulkifli menolak bila pernyataannya dianggap sebagai penolakan penilaian terhadap kementerian. Dia menyatakan, penilaian boleh dilakukan, namun hasil penilaian tersebut hanya dibuka di rapat kabinet sebagai konsumsi terbatas, sehingga tidak menimbulkan perdebatan antarsesama menteri.

"Saya lima tahun jadi menteri, penilaian itu biasanya internal, kalau sidang kabinet itu disampaikan. Biasanya begitu dan tidak untuk dipublikasikan. Karena, tujuannya memperbaiki kementerian lembaga," ungkap mantan menteri kehutanan di era Susilo Bambang Yudhoyono ini.

Pencitraan

Namun, bagi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Agus Hermanto, penilaian kinerja yang dirilis Menteri Yuddy dituding sebagai upaya untuk mendongkrak popularitas. Sebab, penilaian seperti itu bukan tugas pokok kementerian yang dipimpin Yuddy Chrisnandi tersebut.

"Nuansa-nuansa ini, rasanya nuansa untuk mencari popularitas saja. Bisa saja salah satu menteri mencari popularitas, untuk mengoreksi dengan menaikkan kementeriannya pada posisi-posisi tertentu," kata Agus, Rabu 6 Januari 2016.

Berdasarkan tugas pokok dan fungsi, maka evaluasi kinerja kementerian bukan kewenangan KemenPAN-RB, kecuali hal itu memang diinstruksikan langsung oleh Presiden. Karena itu, jika ada perintah langsung dari Presiden atas tugas evaluasi tersebut, seharusnya, MenPAN-RB harus menunjukkannya ke publik.

"Kalau perintah langsung seyogyanya dengan suratnya juga ditunjukkan, kepada media juga ditunjukkan, sehingga dia bekerja itu memang ada perintahnya," ungkap Agus.

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamaruzzaman juga menilai evaluasi akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga oleh KemenPAN-RB belum sejalan dengan realisasi program-program yang dicanangkan. Padahal, Kemenpan-RB masuk 4 besar kementerian dengan akuntabilitas kinerja terbaik.

"Dari sisi ide-ide, kebijakan, belum bisa dilaksanakan secara teknis keseluruhannya," kata Rambe, Senin 4 Januari 2016.

Politikus Golkar itu menyoroti berbagai program kementerian yang terbentur dalam hal realisasinya. Misal, program menyangkut Aparatur Sipil Negara (ASN) yang didorong agar profesional dan kompeten. Secara teknis sulit, termasuk dalam pengawasannya.

"Mau ditegakkan bersama MenPAN-RB sulit melakukan itu. Masalah lain pengangkatan tenaga honorer. Saya nyatakan K1 dan K2 kita sepakat untuk diangkat, khususnya guru, bidan, perawat, tenaga penyuluh, dan sebagainya. Lalu, masalah terakhir Satpol PP ingin diangkat menjadi PNS. Idenya cukup bagus, tapi sulit dilakukan, dilakukan bertahap juga belum terprogram," ucap Rambe.

Atas dasar itu, Komisi II masih mempertanyakan evaluasi 77 kementerian dan lembaga serta pemerintah provinsi yang dilakukan KemenPAN-RB. Bahkan lebih dari itu, Komisi II DPR RI akan memanggil Men-PAN RB, Yuddy Chrisnandi.

"Kami akan panggil nanti di Komisi II. Sekalian dengan menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, dan kepala Staf Kepresidenan. Biar jadi jelas apa yang sebenarnya terjadi," kata Anggota Komisi II, Arwani Thomafi kepada VIVA.co.id, Rabu 6 Januari 2016.

Politikus PPP itu menilai, simpang siur soal perintah evaluasi ini terlihat dari respons yang tidak sama dari menteri maupun kepala lembaga. Menurut dia, evaluasi memang hal yang penting, namun hasil evaluasi sebaiknya disampaikan di internal kabinet. Yuddy Chrisnandi rencananya akan dipanggil ke Komisi II setelah DPR mengakhiri masa reses.

"Menurut saya, jika memang harus diumumkan ke publik, tidak etis jika yang menyampaikan itu seorang men-PAN dan RB. Bagaimana dia mengumumkan penilaian atas kementerian yang dia pimpin sendiri?" tuturnya.

Jokowi Kantongi Hasil Evaluasi Menteri
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Yuddy Chrisnandi

Lagi, Menteri Jokowi Sindir SBY Soal Zona Integritas

Tak banyak kementerian yang mencanangkan zona integritas di era SBY

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2016