Berperang Melawan Nyamuk Pembunuh

Ilustrasi/Petugas melakukan pengasapan di daerah endemik nyamuk penyebab penyakit
Sumber :
  • REUTERS / Oswaldo Rivas

VIVA.co.id – Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali merebak di sejumlah wilayah Indonesia. Ribuan orang sudah dilaporkan terjangkit dan puluhan lainnya dinyatakan meninggal dunia akibat penyakit yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti ini.

Waspada! DBD di Indonesia Melonjak Hampir 3 Kali Lipat pada Kuartal I 2024

Catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 50 tahun silam sesungguhnya demam berdarah hanya ada di sembilan negara. Namun kini sebarannya meluas dengan cepat. Setidaknya ada 100 negara yang sudah dilingkupi.http://media.viva.co.id/thumbs2/2008/11/19/59075_nyamuk_dbd_663_382.jpg

FOTO: Ilustrasi/Nyamuk Demam Berdarah

Sedang Ramai, Ini 5 Cara Mencegah Penyebaran Nyamuk DBD yang Mengancam Jiwa

Dengan kata lain, ada 40 persen populasi global terjangkit penyakit ini atau setara 50 hingga 400 juta orang yang terinfeksi demam berdarah setiap tahunnya.

Angka tersebut jelas membantah teori bahwa demam berdarah hanya endemik di wilayah tropis. Perubahan iklim telah mengubah segalanya.

Masyarakat Diminta Waspada DBD dan HFMD, Kemenkes: Penyakit Tak Libur saat Libur Lebaran

Sasaran Empuk
Kementerian Kesehatan mencatat wabah demam berdarah di Indonesia muncul pertama kalinya di Surabaya, Jawa Timur, pada tahun 1968. Kala itu sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang meninggal dunia.

Jumlah orang yang terjangkit virus ini pun terus berkembang fluktuatif hingga akhirnya merambah seluruh wilayah Indonesia, khususnya bagi wilayah yang berada di ketinggian di bawah 1.000 meter dari atas permukaan laut.

Demam Berdarah Dengue (DBD), merupakan penyakit disebabkan virus Dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes. Nyamuk penular Dengue terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.

Sebab itu juga, Indonesia menjadi salah satu sasaran empuk ketika nyamuk ini menyebar. Terutama bagi masyarakat yang rendah status kekebalannya dan daerah yang padat populasi nyamuk penularnya.

 

Riset peneliti, Indonesia diprediksi sedang memasuki siklus lima tahunan serangan demam berdarah. Diduga ini ditengarai oleh perubahan iklim yang menerpa Indonesia selama beberapa waktu ini.

Sejak pertengahan tahun 1970-an, menurut peneliti, episode El Nino di Indonesia memang relatif lebih sering, menetap, dan intensif. Efeknya, perubahan ini memperpanjang masa penularan penyakit yang ditularkan melalui vektornya.

"Di Indonesia, DBD umumnya muncul pada musim pancaroba. Umumnya pada awal tahun pasti muncul kejadiannya," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI Profesor Tjandra Yoga Aditama.http://media.viva.co.id/thumbs2/2015/02/02/292949_petugas-saat-melakukan-pengasapan--fogging--di-surabaya--jatim--jumat--30-1-_663_382.jpg

FOTO: Petugas kesehatan melakukan fogging (pengasapan) di sejumlah wilayah yang rawan sebaran nyamuk demam berdarah

Perlawanan Serius
Harus diakui, Indonesia kini sudah menjadi salah satu negara endemik nyamuk demam berdarah. Sejauh ini juga secara global, belum ada vaksin nyata yang bisa mengobati atau pun mencegah demam berdarah.

Pemerintah juga telah melakukan sejumlah upaya untuk penanganan demam berdarah. Namun memang harus diakui, banyak yang tak terorganisasi atau berjalan terus secara konsisten.

Atau kalau pun berjalan, ternyata tetap tak memberi efek menekan orang yang terjangkit virus demam berdarah. Sebab itu, dibutuhkan perlawanan serius dan tentu dengan metode baru untuk melawan nyamuk pembunuh tersebut.

Di Sri Lanka, kasus demam berdarah sudah menjadi masalah pelik. Umumnya penyakit ini muncul bersamaan dengan pola musim hujan.

Upaya berupa pemberian denda terhadap warga yang membuat tempat berkembang biak nyamuk hingga ke program pemberantasan demam berdarah nasional pun sudah dilakukan. Namun sayang hasilnya tetap masih jauh dari harapan.

Hingga kemudian ada saran dari Badan Meteorologi Nasional bahwa penanggulangan masalah ini dapat dibantu dengan memahami perkiraan cuaca.

"Ketika kita memiliki data perkiraan yang lebih baik, kita dapat menghubungkan distribusi penyakit dan membuat peta penyakit ini. Sehingga bisa dilakukan pencegahannya," kata peneliti Faseeha Noordeen, kepala Departemen Mikrobiologi Universitas Peradeniya di Sri Lanka dalam International Journal of Infectious Diseases pada Oktober 2013.

 

Serangan demam berdarah di Indonesia, terbilang fluktuatif. Siklus epidemiknya diperkirakan terjadi dengan rentang sembilan hingga 10 tahun.

Meski demikian, minimnya data yang tepat atas kejadian ini menjadi masalah untuk pemetaan sesungguhnya bagaimana virus Dengue bercokol di Indonesia.

Riset Kementerian Kesehatan, terdata terakhir dilakukan pada 2009. Hasil riset menunjukkan ada lima provinsi yang menjadi daerah tertinggi serangan demam berdarah sepanjang 2005-2009 yakni, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Bali, Sulawesi Utara, dan Kepulauan Riau.

Untuk DKI Jakarta, jumlah kasus infeksi demam berdarah mencapai 313 orang per 100 ribu penduduk. "Terdapat 11 provinsi atau sekitar 33 persen wilayah Indonesia berisiko tinggi demam berdarah," tulis laporan Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI.http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/01/25/361658_virus-zika_663_382.jpg

FOTO: Pemeriksaan sampel darah korban serangan demam berdarah

Sejauh ini, untuk data terbaru serangan demam berdarah yang bisa dikutip dari Kemenkes RI, memang masih terbatas. Data Tahun 2013, tercatat sebanyak 112.511 orang dilaporkan terjangkit penyakit demam berdarah. Dari jumlah itu sebanyak 871 orang bahkan meninggal dunia.

Lalu pada 2014, tercatat ada 71.688 orang yang terjangkit dan sebanyak 641 orang dilaporkan meninggal dunia. Belum dilaporkan bagaimana jumlah kasus demam berdarah secara nasional untuk tahun 2015. Namun diprediksi tidak jauh berbeda dengan tahun 2014.

Sementara itu, untuk kasus 2016, menilik rangkuman laporan di sejumlah rumah sakit dan tercatat media, jumlahnya memang mengalami pergerakan terus. Di Kabupaten Jombang, Jawa Timur misalnya, sudah ada 11 orang meninggal. Lalu, Indramayu 24 orang meninggal, Banten 25 orang, Kuningan Jawa Barat empat orang, dan Purwakarta sebanyak tiga orang meninggal dunia.

"Kami di Kementerian Kesehatan tidak bisa pantau rumah satu per satu. Di setiap rumah harus ada satu jumantik (Juru Pemantau Jentik Nyamuk). Artinya, rumah saya adalah tanggung jawab saya," kata Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek.

Jelas ini butuh penanganan serius. Upaya fogging, perburuan jentik nyamuk, sosialisasi bahaya nyamuk demam berdarah, rasanya perlu ditingkatkan dengan metode yang lebih baru. Maklum, demam berdarah bukan penyakit baru di Indonesia. Namun serangannya tak kunjung bisa ditanggulangi dengan maksimal.

 

Zika Ikut Menghantui
Sementara itu, sejalan dengan serangan demam berdarah di Indonesia yang mulai mewabah. Isu virus Zika yang disebut-sebut penyebab kelainan bayi, mulai berembus dari Amerika Selatan.

Bahkan, saking menakutkannya virus yang dibawa oleh nyamuk serupa dengan pembawa virus demam berdarah ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) langsung menyematkan status darurat kesehatan internasional soal penyakit tersebut.

WHO khawatir, jika ini tidak segera ditanggapi serius, maka kejadian seperti kasus wabah Ebola yang melanda Afrika Barat pada 2013 yang terlambat penanganannya kembali berulang.http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/02/01/56af04ee59f09-virus-zika-yang-menyerang-anak-bayi_663_382.jpg

FOTO: Bayi yang diduga terkena dampak serangan virus Zika di Brasil. Ukuran kepala bayi mengecil dibanding bayi normal.

“Kami telah bertemu dan berdiskusi dengan pimpinan serta para ahli kesehatan global yang mendirikan komite badan darurat kesehatan sepakat adanya hubungan kausal antara infeksi Zika selama kehamilan dan mikrosefali. Meskipun hal ini belum terbukti secara ilmiah," ujar Direktur Jenderal WHO, Margaret Chan seperti dikutip Channel News Asia, Selasa 2 Februari 2016.

Di Indonesia, untuk kasus virus Zika sejauh ini memang belum ada laporan yang menyebut ada yang terjangkiti. Namun, dari riset tim peneliti Biologi Molekuler Eijkman, The Eijkman Institute for Molecular Biology, memastikan bahwa virus Zika sesungguhnya ada di Indonesia.

Ini merujuk dari temuan tak terduga mereka di Provinsi Jambi pada Desember 2014 hingga April 2015. Di mana kala itu, peneliti ingin mengambil sampel darah untuk korban wabah demam berdarah di Jambi.

Dari 103 orang yang diperiksa, ternyata ada satu orang pria berusia 27 tahun menunjukkan jenis penyakit yang berbeda, meski keluhannya serupa dengan demam berdarah atau pun chikungunya.

Pria yang kemudian diberi nama dengan kode JMB-185 itu, sebelumnya sudah mengupayakan pengobatan di rumah sakit Jambi, dengan keluhan demam tiba-tiba, kepala sakit, nyeri bahu dan lutut serta ruam-ruam.

"Analisis filogenetik menunjukkan bahwa JMB-185 memiliki virus ZIKV (Zika)," tulis laporan Eijkman di laman website-nya seperti dikutip, Senin 1 Februari 2016.

Pemerintah Indonesia, sejauh ini berupaya merespons baik ancaman virus Zika. Presiden Joko Widodo bahkan meminta agar warga Indonesia diberi peringatan untuk tidak melakukan kunjungan ke negara-negara yang menjadi endemik virus Zika.

"Berikan peringatan pada yang ingin berkunjung ke negara yang sudah tersebar virus Zika, dan pengawasan di pintu masuk. Siapkan respons cepat," ujar Jokowi.

Sebab itu, Jokowi pun meminta sinergisitas antar lintas sektor untuk melawan serangan virus Zika. "Saya minta langkahnya sinergi dan lintas sektor. Lakukan segera deteksi, untuk ketahui seawal mungkin penyebaran virus ini, mudah-mudahan nggak ada," kata Jokowi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya