Babak Baru Kasus Korupsi La Nyalla

La Nyalla Mattalitti
Sumber :
  • ANTARA/Zabur Karuru

VIVA.co.id - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, menetapkan La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka dugaan korupsi penggunaan dana hibah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, senilai Rp5,3 miliar untuk pembelian saham perdana Bank Jatim pada Rabu lalu, 16 Maret 2016.

Ketua DPD La Nyalla Cuma Punya Alphard dan Supra Fit, Percaya?

Usai penetapan itu, Kejati Jatim pun tercatat tiga kali memanggil La Nyalla untuk diperiksa sebagai tersangka.

Tak tinggal diam, pria yang saat ini masih menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Kadin Jawa Timur itu pun melawan. Tiga kali dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka, ia tidak bersedia hadir.

Perkara La Nyalla 'Istimewa', 10 Jaksa Terbaik Dilibatkan

La Nyalla, kemudian melayangkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya, karena menilai penetapannya sebagai tersangka tidak sah. Oleh karena tak kooperatif dengan penyidik, ia akhirnya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), atau menjadi buronan.

Meski ia tak berada di Indonesia, perkara praperadilan La Nyalla terus berjalan. Beberapa waktu kemudian, kemenangan ternyata ada di pihaknya. Baca:

Berkas Tersangka La Nyalla Diserahkan ke Penuntut

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Surabaya, Ferdinandus, mengabulkan praperadilan yang dimohonkannya. Hakim menilai, penetapan tersangka atas La Nyalla tidak sesuai prosedur.

Pembacaan putusan disampaikan hakim Ferdinandus di Ruang Cakra pada Selasa 12 April 2016. Ruang sidang dipenuhi massa pendukung La Nyalla dan petugas Kejaksaan.

Mula-mula, hakim membacakan pertimbangan yang disimpulkan, baik dari La Nyalla selaku pemohon maupun dari Kejati Jatim selaku termohon.

"Mengabulkan sebagian permohonan pemohon. Menyatakan surat perintah penyidikan Nomor Print-291/ 0.5/Fd.1/03/2016 dari termohon tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Menyatakan penetapan tersangka atas pemohon oleh termohon tidak sah. Menolak eksepsi termohon untuk seluruhnya," kata hakim Ferdinandus dalam amar putusannya.

Beberapa pertimbangan dijadikan dasar oleh hakim mengeluarkan putusannya. Secara formal, kata hakim Ferdinandus, alat bukti yang dikumpulkan penyidik Kejati Jatim adalah bukti lama yang sudah diperoleh pada penyidikan kasus sebelumnya dan sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap).
 
"Karena itu, tidak sesuai KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)," kata hakim Ferdinandus, Selasa 12 April 2016.
 
Secara material, materi pokok perkara yang disidik oleh penyidik terkait penggunaan dana hibah Kadin Jatim tahun 2012 untuk pembelian saham perdana (Initial Public Offering/IPO) Bank Jatim adalah perkara yang sudah diperiksa dan diadili, dengan terpidana Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, yang telah inkracht pada 26 Desember 2015.
 
"Kerugian negara sudah dipertanggungjawabkan oleh terdakwa, atau terpidana Diar dan Nelson," ujar hakim Ferdinandus.
 
Ahmad Fauzi selaku tim dari Kejati Jatim, atau pihak termohon menyayangkan putusan hakim yang mengabulkan praperadilan La Nyalla. Fauzi mengaku kecewa.

"Alat bukti yang kami kumpulkan adalah baru dan diperoleh sebelum penetapan tersangka atas pemohon. Langkah selanjutnya akan disampaikan pimpinan," ujarnya.

Ia menyatakan bahwa alat bukti diperoleh penyidik sebelum surat perintah penyidikan dan penetapan tersangka dikeluarkan.

"Itu semua tidak dijadikan pertimbangan oleh hakim," ujar Fauzi.

Sikap kontras ditunjukkan oleh para pendukung La Nyalla. Begitu putusan selesai dibaca, pekikan takbir langsung menyeruak di ruang sidang dari bibir mereka sambil mengacungkan kepalan tangan ke atas.

"Allahu Akbar! Allahu Akbar!" teriak pendukung La Nyalla.

Sementara itu, tim kuasa hukum La Nyalla mengaku lega dengan putusan hakim. La Nyalla berharap, Kejati Jatim mematuhi putusan pengadilan dan menghentikan penyidikan kasus hibah Kadin Jatim.

"Kami bersyukur, bersyukur, bersyukur," kata Sumarso, salah satu kuasa hukum La Nyalla.

Jadi tersangka lagi

Tak lama setelah putusan praperadilan tersebut, Kejati Jatim menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru dalam kasus dugaan korupsi pembelian saham perdana Bank Jatim, dengan dana hibah Kadin setempat. La Nyalla Mattalitti kembali ditetapkan sebagai tersangka.

Penerbitan sprindik dan penetapan La Nyalla sebagai tersangka disampaikan Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, I Made Suarnawan, kepada wartawan di kantor Kejati Jatim, Surabaya, Rabu 13 April 2016.

"Kami terbitkan sprindik baru, dan langsung menetapkan La Nyalla sebagai tersangka," kata I Made.

Dari informasi yang dihimpun VIVA.co.id, penerbitan sprindik dan surat penetapan La Nyalla sebagai tersangka itu dikeluarkan Kepala Kejati Jatim, Maruli Hutagalung pada Selasa siang, 12 April 2016. Atau, sekitar tiga jam, setelah Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan praperadilan La Nyalla dan menyatakan status tersangkanya tidak sah.

Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Jatim, Dandeni Herdiana, menjelaskan sprindik baru itu bernomor Print-397/O.5/Fd.1/04/2016 bertanggal 12 April 2016. Sedangkan penetapan tersangka La Nyalla Mattalitti berdasarkan surat Kep-31/O.5/Fd.1/04/2016 bertanggal sama. Surat ditandatangani Kajati Jatim Maruli Hutagalung.
 
Dandeni menjelaskan, alat bukti yang dijadikan dasar pada surat itu ialah alat bukti yang digunakan pada sprindik dan penetapan tersangka sebelumnya, yang sudah dinyatakan tidak sah oleh hakim dalam praperadilan.

"Memangnya bukti apa lagi, ya, bukti yang kemarin, cuma formalitasnya kita perbaharui," ujar Dandeni.
 
Kejaksaan, kata Dandeni, mengeluarkan sprindik baru, karena melihat praperadilan kemarin tidak tepat, karena sudah masuk pada materi pokok perkara, bukan administrasi penyidikan.

"Kami ingin masyarakat tahu bahwa proses yang kami lakukan benar. Tidak masalah dipraperadilankan lagi, tapi hakim harus bahas soal administrasi, bukan materi perkara," ujarnya.
 
Kejaksaan, Dandeni menambahkan, sudah menjalankan putusan praperadilan dengan mencabut status tersangka La Nyalla. Surat pencabutan cekal, DPO, dan blokir paspor juga sudah dikirimkan ke instansi terkait.
 
"Tetapi, sekarang kami sudah tetapkan tersangka lagi LNM. Kami juga sudah kirimkan lagi surat permohonan cekal ke Imigrasi kemarin," kata Dandeni.
 
Penetapan La Nyalla sebagai tersangaka untuk kedua kalinya itu sebenarnya bisa diprediksi. Sebab, Kepala Kejati Jawa Timur, Maruli Hutagalung, mengungkapkan kegeramannya atas putusan praperadilan.

Maruli menilai putusan itu sudah masuk dalam materi pokok perkara, bukan soal administrasi pengumpulan bukti sehingga La Nyalla ditetapkan tersangka.

"Dari mana hakim tahu kerugian negara sudah dikembalikan," ujarnya kepada wartawan Selasa malam, 12 April 2016.

Maruli bertekad mengusut kasus itu hingga disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejati Jatim itu memilih untuk menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru daripada melakukan upaya hukum atas putusan praperadilan La Nyalla.

"Saya keluarkan sprindik baru saja, tetapkan lagi La Nyalla tersangka. Saya tidak PK (Peninjauan Kembali) praperadilannya. PK kelamaan bisa setahun prosesnya, keburu saya dipindah," ujarnya menegaskan.

Maruli tak mempermasalahkan, jika sprindik baru nanti akan dipraperadilankan lagi oleh pihak La Nyalla. Ia menimpali ucapan humas PN Surabaya, Efran Basuning, yang menyatakan akan menyiapkan 45 hakim untuk menyidangkan praperadilan La Nyalla.

"Siapkan 50 hakim untuk praperadilan La Nyalla, akan saya hadapi," kata Maruli.

Putusan praperadilan itu juga memunculkan dugaan adanya intervensi dari Mahkamah Agung (MA). Meski tak membenarkan, tetapi dia mengaku mendengar informasi bahwa La Nyalla adalah kerabat Ketua MA Hatta Ali.

"Ada yang bilang dia (La Nyalla) keponakan Hatta Ali (Ketua MA). Masa keponakan dikalahkan," ujar Maruli.
 
Maruli mengaku mengenal Hatta Ali selagi dia masih hakim biasa dan Maruli jaksa biasa. Dia mengaku pernah menyidangkan perkara dalam sidang dengan hakim Hatta Ali.

"Saya pernah sidang bareng Hatta Ali. Saya kenal dia. Biar masyarakat menilai," katanya.

Seharusnya ditutup?

Begitu permohonan praperadilan dikabulkan oleh hakim tunggal Ferdinandus, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat PN Surabaya, Efran Basuning, menyatakan bahwa kasus korupsi hibah Kadin Jatim ditutup.

Menurut Efran, dalam memutus praperadilan La Nyalla, hakim mempertimbangkan bukti dan keterangan saksi yang dihadirkan pihak pemohon.

"Berdasarkan keterangan saksi, sudah ada pengembalian kerugian negara pada tahun 2012. Terlepas dari temuan materai tahun 2014 pada kuitansi, tetapi saksi bilang uang hibah sudah dikembalikan," ujarnya.
 
Efran menampik hakim hanya mempertimbangkan keterangan saksi dari pihak pemohon dan tidak mengindahkan keterangan saksi dari termohon. Dia menjelaskan, saksi fakta dari kejaksaan ditolak karena penyidik bagian dari termohon.

"Bukan karena timpang, karena memang enggak bisa saksi fakta bersaksi," katanya.
 
Dia bereaksi keras atas peringatan Kepala Kejati Jatim, Maruli Hutagalung, yang menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk La Nyalla. Dia berpendapat bahwa langkah itu merupakan sikap pembangkangan hukum.

"Itu hak Kejaksaan. Tetapi, saya kira itu bukan lagi penegakan hukum. Itu apriori kekuasaan, arogansi kekuasaan," ujarnya.

Pandangan tersebut sesuai dengan sikap tim kuasa hukum La Nyalla, Sumarso. Menurutnya, tidak ada upaya hukum apapun.

"Kasus harus ditutup," katanya kepada VIVA.co.id, Rabu 13 April 2016.

Sumarso menilai upaya Kejati Jatim untuk mengeluarkan surat perintah penyidikan baru terkait kasus dugaan korupsi dana hibah Kadin Jatim. merupakan keputusan tidak tepat dan melanggar hukum.

"Sesuai putusan praperadilan kemarin, penyidik harus menghentikan penyidikan. Itu harus dipatuhi oleh Kejati. Kalau tidak, maka saya akan ajukan eksekusi kepada Ketua Pengadilan," tegas dia.

Langkah mereka kini

Setelah La Nyalla menjadi tersangka kembali, kedua belah pihak menyiapkan langkah mereka masing-masing. Tim kuasa hukum La Nyalla lain memutuskan untuk mengajukan praperadilan lagi ke PN Surabaya atas sprindik dan penetapan tersangka baru itu.

"Kami terpaksa tetap akan mengambil langkah hukum, yakni mempraperadilankan Kejati Jatim lagi. Akan kami ajukan praperadilan setelah mendapatkan surat resmi penetapan tersangka dari Kejati," kata Sumarso kepada VIVA.co.id melalui sambungan telepon, Kamis 14 April 2016.

Sumarso meyakini hakim akan mengabulkan lagi praperadilan yang diajukan kliennya. Sebab, alat bukti dan materi kasus yang diusut pihak Kejaksaan pasti sama dengan sebelum-sebelumnya.

"Terus sampai kapan seperti ini?" ucapnya.

Selain langkah hukum, Sumarso juga akan mencari cara guna mendapatkan hak kliennya melalui jalan politik. Yakni dengan menyurati Kejaksaan Agung (Kejagung), agar menyelesaikan polemik hukum kasus La Nyalla akibat dari kebijakan yang dilakukan oleh institusi di bawah Kejagung, yakni Kejati Jatim.

"Saya minta Kejagung, agar menegur Kejati Jatim. Saya juga berharap, Pak Kajati mau berdialog dengan kami soal masalah hukum klien kami ini. Kami terbuka, kok," terangnya.

Tim kuasa hukum La Nyalla juga akan menyurati Komisi III (Bidang Hukum) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden Joko Widodo, agar menyelesaikan masalah ini.

"Surat ke Komisi III dan Presiden masih kami konsep dan akan segera kirimkan. Kami akan tempuh jalur politik, barangkali kasus klien kami ada kaitannya dengan politik, bukan murni hukum," kata Sumarso.

Sumarso menegaskan lagi bahwa pihaknya kecewa dengan sikap kejaksaan yang tidak mematuhi putusan pengadilan.

"Sudah jelas hakim praperadilan memerintahkan agar Kejaksaan menghentikan kasus hibah Kadin Jatim," katanya.

Sumarso memahami bahwa penerbitan sprindik dan penetapan tersangka baru untuk La Nyalla merupakan hak Kejaksaan. Namun, Kejaksaan juga wajib mematuhi putusan pengadilan. Jika tidak, tidak ada kepastian hukum.

"Okelah kejaksaan berdalih klien kami ditetapkan sebagai tersangka pengembangan dari kasus hibah Kadin sebelumnya. Pak La Nyalla dianggap turut serta (melakukan korupsi). Tapi kenapa tidak dulu saat Diar diperiksa dan diadili? Kalau sekarang klien kami turut serta berbuat dengan siapa?" ujar Sumarso.

Sementara itu, Kejati Jatim juga cepat-cepat melakukan tindakan untuk memudahkan proses penyidikan kasus pembelian IPO Bank Jatim Rp5,3 miliar dengan menggunakan dana hibah Kadin Jatim tersebut.

Melalui Kejagung, Kejati Jatim langsung mengirimkan surat permohonan cegah tangkal (cekal) atas nama La Nyalla Mattalitti ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Surat permohonan cekal itu dikirimkan langsung di hari penetapan La Nyalla sebagai tersangka, Selasa 12 April 2016, bersamaan dengan pengiriman pencabutan surat cekal terdahulu yang dinyatakan tidak sah oleh pengadilan.

"Dua-duanya dikirim bersamaan. Surat cabut cekal dulu, setelah itu langsung surat permohonan cekal baru," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum, Romy Arizyanto, kepada VIVA.co.id.

Langkah yang sama dilakukan Kejaksaan atas paspor atas nama La Nyalla. Kejaksaan mengirimkan dua surat sekaligus ke Imigrasi, yakni surat pencabutan blokir paspor, sekaligus permohonan blokir paspor La Nyalla yang baru. Itu dilakukan, agar La Nyalla tidak bisa lagi bepergian ke negara lain, selain di tempat persembunyiannya sekarang yang diduga masih berada di Singapura.

Adapun soal penetapan buronan, atau DPO La Nyalla, Romy menjelaskan bahwa status DPO Ketum PSSI itu otomatis gugur demi hukum ,setelah hakim PN Surabaya mengabulkan praperadilannya.

Kejaksaan juga berencana memanggil kembali La Nyalla untuk diperiksa sebagai tersangka. Jika mangkir lagi tiga kali panggilan, status DPO akan disandangkan lagi kepadanya. Saat ini, lanjut Romy, penyidik belum mengirimkan surat panggilan pemeriksaan kepada La Nyalla.

"Mau dipanggil bagaimana, lawong orangnya tidak ada. Tetapi, tetap akan kami kirimkan surat panggilan sebagai formalitas. Kami baru panggil beberapa saksi untuk dimintai keterangan pada Jumat besok,” tambahnya.

Selain mencekal dan memblokir paspor La Nyalla, Kejaksaan juga mengajukan surat permohonan pemblokiran rekening bank milik La Nyalla dan keluarganya. "Selain tersangka, rekening beberapa keluarga tersangka juga diblokir," kata Romy.

Kepala Kejati Jatim, Maruli Hutagalung, menyatakan bahwa selain blokir bank, institusinya juga menggandeng Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran uang di rekening La Nyalla dan keluarga serta orang-orang dekatnya.

"Kami telusuri itu rekening banknya, siapa pun yang terlibat selain tersangka, akan kami usut," ujarnya.

Sedangkan, Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus, Dandeni Herdiana, menambahkan, dua tujuan kenapa PPATK digandeng dan rekening bank La Nyalla dan anggota keluarganya diblokir. Yakni, untuk menyetop suplai pendanaan La Nyalla di tempat pelarian, juga untuk menelusuri keterkaitan keluarga dengan dugaan korupsi yang diduga dilakukan La Nyalla.

"Untuk tujuan dua-duanya," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya