Ramadan dan Harga Barang yang Selalu Naik

Ilustrasi Pasar Murah
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Seperti sudah menjadi kebiasaan, harga sembilan bahan pokok (sembako) selalu naik saat bulan Ramadan, tak terkecuali pada tahun ini. Kenaikan terjadi dari harga daging sapi dan ayam, sayur mayur, beras, minyak goreng, gula pasir, dan telur.

Harga Bawang Putih Melonjak Hingga Rp60 Ribu per Kg

Kondisi itu tentu saja menyusahkan masyarakat. Apalagi bagi mereka yang secara ekonomi tergolong pas-pasan, tentu sulit mencukupi kebutuhan pokok.

Baca:

Harga Cabai Melambung hingga Rp70 Ribu per Kg di Pesisir Riau

Pemerintah pun mencoba mencari solusi. Salah satu yang mereka lakukan adalah dengan menggelar operasi pasar atau pasar murah di 4.000 titik untuk seluruh Indonesia termasuk di Jakarta pada hari ini, Minggu, 12 Juni 2016.

"Ini operasi pasar kita lakukan besar-besaran. Kita buka seluruh titik di Indonesia. Ini Ramadan dan sebagian lanjut sesudah Ramadan. Solusi jangka pendek adalah operasi besar-besaran untuk menghadapi Idul Fitri," kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Pasar Cipete, Jakarta.

Tekan Arogansi Pedagang, Sandi Ancam Gelar Bazar Murah

Amran menjelaskan, aksi ini dilakukan untuk memotong rantai pasok yang selama ini membuat harga pangan melonjak tinggi.

"Jadi memotong rantai pasok dari nanti petani langsung ke konsumen," ujarnya.

Amran menyebut, dengan operasi pasar ini, harga daging saat ini seharga Rp75.000 per kg, cabai Rp18.000 per kg, beras Rp17.500 per kg. Selain itu, ada paket sembako seharga Rp25.000. Bahkan, harga bawang di tingkat petani sudah ada menyentuh Rp8.000 per kg.

"Ini harus kita angkat kembali," tuturnya.

Sementara, Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan bahwa operasi pasar ini merupakan salah satu kepedulian dari pelaku usaha dan produsen. Pihak terkait ingin memangkas rantai pasok yang selama dinilai terlalu panjang.

"Jadi memang rantai pasok terlalu panjang, sehingga inilah yang harus kita pangkas sehingga dari produsen sampai ke konsumen tidak terlalu panjang. Sehingga konsumen mendapatkan harga yang wajar," ujarnya.

Saleh menjelaskan, rantai pasok yang dimaksud yaitu pedagang perantara yang memanfaatkan kesempatan momen Ramadan di mana permintaan tinggi, untuk mendapatkan keuntungan. Sehingga menyebabkan harga di pasar cenderung melambung tinggi.

"Di pedagang perantara. Biasanya di situ. Kan karena ada kebutuhan demand tinggi orang cari keuntungan. Kalau ini kan dari produsen langsung ke konsumen," ujarnya.

Baca: Titik Lokasi Operasi Pasar yang Jual Daging Sapi Rp80 Ribuan

Kementerian Pertanian mengakui bahwa menstabilkan kebutuhan pangan dan harga kebutuhan pokok yang saat ini melambung tinggi bukanlah pekerjaan mudah. Sebab, persoalan tersebut telah berlangsung lama dari tahun ke tahun sebelumnya.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, penyebab tingginya harga pangan di pasar karena panjangnya rantai pasok dan distribusi. Hal itu sudah mengakar sehingga butuh kerja keras untuk memperbaiki strukturnya agar tidak merugikan semua pihak.

"Ini persoalan (pangan) sudah 70 tahun. Tidak bisa selesai satu sampai dua bulan. Perlu kerja keras. Ubah struktur pasar sehingga petani untung, konsumen juga untung," katanya saat menggelar Operasi Pasar di Pasar Minggu, Jakarta, Minggu, 12 Juni 2016.

Amran melanjutkan, dalam jangka pendek pemerintah tengah berupaya untuk memangkas rantai pasok dengan menggelar operasi pasar murah di beberapa titik di seluruh Indonesia. Namun, masyarakat diminta untuk membeli sembako secara wajar agar tepat sasaran.

"Makanya kami imbau ke masyarakat, kalau mau belanja ya belanja sewajarnya. Tidak harus memborong. Sehingga harga bisa stabil dan tidak dimanfaatkan oleh orang-orang untuk mencari keuntungan tidak wajar," tuturnya.

Sebab, kata Amran lebih jauh, pada bulan Ramadan ini seharusnya konsumsi masyarakat lebih sedikit. Namun, yang terjadi saat ini justru bertambah dan tidak terkontrol.

"Ini ada anomali. Anomali dari minyak goreng banyak kok harga naik. Ayam banyak kok naik, telur banyak, beras naik. Ini butuh waktu tapi kita bekerja keras bersama seluruh kementerian untuk tekan harga," kata dia.

Masyarakat Antusias

Tak sia-sia. Langkah pemerintah menggelar pasar murah tersebut disambut antusias oleh warga. Kondisi itu terlihat setidaknya di dua titik yang dibuka oleh pemerintah yaitu sekitar Pasar Minggu dekat Kantor Ditjen Holtikultura, dan Pasar Cipete, Jakarta Selatan.

Para warga memadati pasar murah tersebut. Bahkan berdasarkan pantauan VIVA.co.id, mereka rela mengantre sejak pagi demi mendapatkan pangan kebutuhan pokok dengan harga miring yang digelar lewat Kementerian Pertanian tersebut.

Salah satu pembeli, Sumarni (42), mengaku telah menunggu dibukanya pasar murah ini. Informasi keberadaan pasar murah, didapatkan dari para tetangga.

"Udah nunggu dari kemaren sih, ada pasar yang jual daging murah katanya hari ini. Saya kan baru balik dari kampung jadi nggak tahu. Ya udah, abis masak saya ke sini aja," tuturnya.

Sumarni membeli satu kilogram daging beku seharga Rp75 ribu. Kemudian bawang merah Rp25 ribu per kg, dan cabe merah seharga Rp18 ribu per kg.

"Lumayan di sini mudah daging Rp75.000 sekilo. Kemaren mah kan Rp130.000," ujarnya.

Hal yang sama juga dialami oleh Yono (41). Yono mengaku, pasar murah cukup membantunya yang berprofesi penjual soto. Dengan adanya operasi pasar ini, ia mendapatkan daging sapi dan daging ayam dengan harga yang murah.

"Ya untung ada pasar jual murah begini, saya kan jual soto di sekolah. Daging mahal yang beli anak sekolah kadang suka nggak tahu kalau dikit isinya, orang daging lagi mahal. Namanya anak sekolah. Saya beli nggak banyak, daging ayam cuma sama daging cuma 2 kilo aja," ujarnya.

Sementara itu, pembeli lain asal Pejaten, Sri (35), mengaku tidak serta merta memborong sembako dan daging di Pasar Murah tersebut. Sri tetap membeli secara wajar yaitu satu kilogram bawang merah, satu kilogram cabai, dan satu kilogram daging sapi.

"Kebetulan lewat, nggak aji mumpung sih. Buat apa beli banyak-banyak, saya beli seperlunya saja. Bawang dan cabai di rumah habis ya beli. Anak saya kepingin daging ya saya beli daging," tuturnya.

Lain halnya dengan Kirut (45), ia mengaku, membeli sembako tidak hanya untuk dirinya, namun juga titipan tetangganya.

"Iya ini agak banyak soalnya tetangga saya menitip. Sekalianlah nggak apa-apa, nggak banyak ini jadi nggak berat. Ayam, daging, bawang merah, cabai, 2 kiloanlah," ujarnya.

Harga yang dipasarkan dalam operasi pasar ini tergolong lebih rendah dibandingkan harga yang ada dipasaran. Misalnya saja seperti daging sapi dijual dengan harga Rp75.000 per kilogram, daging ayam Rp 30.000 sampai dengan Rp30.500 per kilogram, bawang merah Rp 3.000 per kilogram, cabai merah Rp18.000 per kilogram dan minyak goreng dilepas Rp11.000 per liter.

Selain itu, Kementerian Pertanian juga menjual dalam bentuk paket sembako seharga Rp25 ribu per paket. Satu paket sembako berisi dua kg beras, 1 liter minyak goreng, 1 kg gula pasir, dan 3 bungkus mie instan.

Namun, tak semua pihak merasa diuntungkan oleh upaya pemerintah menggelar operasi pasar murah tersebut. Meskipun sangat membantu masyarakat, kegiatan itu justru tak disukai oleh pedagang karena mereka merasa dirugikan.

Misalnya saja, pelaksanaan pasar murah di pasar Pondok Labu mendapat protes dari pedagang daging. Karena harga jual lebih murah dari pada harga pasaran.

"Rencananya, kalau terus-terusan begitu, kita mau protes, karena menjatuhkan harga pasar sini. Kalau enggak berubah, ya sekalian diusir. Ini perlu menyamakan pendapat dulu, baru nanti diomongin ke kepala pasar," kata Sarkowi, salah satu pedagang daging di pasar tradisional Pondok Labu, Jakarta Selatan kepada VIVA.co.id pada Selasa, 7 Juni 2016.

Menurut mereka, dengan diadakannya pasar murah, menjatuhkan pedagang asli yang sudah berjualan lama di pasar tersebut. Pedagang merasa sedang bersaing dengan pemerintah sendiri. Mereka menyesalkan, karena pemerintah lebih mempromosikan bahan impor dari pada bahan lokal.

"Pemerintah niatnya bantu masyarakat, tetapi di lain pihak, pemerintah menghancurkan pedagang. Yang ada malah, pemerintah yang jualan. Namanya, kita bersaing dengan pemerintah," kata Dedi, pedagang daging sapi.

Diadakannya pasar murah, menurut sebagian pedagang memberikan pengaruh terhadap jumlah penjualan. Para pedagang mengkhawatirkan pembeli yang merasa bahwa harga di pasar dinaikkan seenaknya.

Padahal, diutarakannya, harga jual dari pemasok juga sudah mahal. Pasar murah juga mengakibatkan menurunnya minat pembeli ke pedagang pasar.

Dedi mengatakan, jika pemerintah ingin menurunkan harga pangan, seharusnya pemerintah usut dari akar bagaimana harga pangan menjadi mahal. Bukannya, mengusik para pedagang dengan pasar murah.

"Pemerintah harus telusuri dari asalnya kenapa mahal. Jangan sampai membela rakyat, tetapi membunuh rakyat juga," ungkap Dedi.

Petani Juga Mengeluh

Di tengah harga-harga sayuran seperti cabe, kentang, tomat dan lain-lain naik di bulan Ramadan ini, tapi kenaikan itu tidak rasakan manfaatnya oleh para petani. Harga panen mereka tetap jatuh di pasaran.

Situasi itu diungkapkan petani sayur mayur di Desa Pasirwangi Desa Sinarjaya, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut Jawa Barat, kepada Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan.

"Tadi para petani mengeluh kepada saya karena jatuhnya harga-harga sayur mayur mereka. Padahal di pasaran semua harga sayur mayur naik," kata Zulkifli usai bertemua para petani, Minggu, 13 Juni 2016.

Zulkifli yang juga Ketua MPR itu meminta pemerintah untuk aktif turun tangan mengatasi masalah ini. Baik pusat maupun daerah.

"Pemerintah harus turun tangan mengatasi masalah ini. Jangan sampai petani tidak menikmati sama sekali dampak kenaikan harga ini. Justru para tengkulak yang banyak menikmati," katanya.

Lebih jauh, Zulkifki meminta agar pemerintah secepatnya mencarikan solusi atas persoalan ini. Misalnya dengan membangun industri olahan sehingga ketika panen raya tiba bisa di serap di industri tersebut. Perlu juga dipikirkan agar para petani bisa mendapatkan modal dengan bunga yang rendah.

"Jangan sampai para petani ini sudah menjual hasil pertaniannya sudah sangat murah. Sementara ketika memerlukan modal mereka terjerat para pemodal atau renternir," katanya.

Sementara itu, pengamat sekaligus Ketua Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, menyatakan bahwa operasi pasar bertujuan untuk memecah atau menurunkan tingkat dominasi pasokan yang dikuasai oleh sekelompok penjual. Menurutnya, harga yang melambung kemudian diuji atas harga kewajaran.

"Itu hipotesisnya diakibatkan oleh adanya penguasaan stok," kata Enny kepada VIVA.co.id, Minggu, 12 Juni 2016.

Oleh karena itu, dengan adanya operasi pasar, diharapkan para penjual itu tidak menjadi price maker. Dengan kata lain untuk mengembalikan harga itu sesuai demand dan suplai di pasar dengan adanya penambahan pasokan.

"Artinya, operasi pasar yang rekrut kalau operasi pasar dilakukan melalui mekanisme pasar. Maksudnya, melalui penjual yang ada di pasar. Melalui distribusi yang ada di pasar. Kan penguasaan stok ada di perancang besar. Kalau pedagang pengecer diberikan pasokan dengan harga yang ditetapkan pemerintah, pembeli ini dapat membeli dengan harga yang diinginkan oleh pemerintah. Itu maksud dari operasi pasar. Jadi bukan di Pasar Jaya atau apapun itu menggelar pasar murah begitu, bukan," urainya.

Enny menjelaskan, dalam pasar murah, pemerintah menjual harga lebih rendah, tapi pedagang pasar tetap menjual sesuai dengan harga pasar. Sehingga, tujuan untuk menurunkan harga nggak tercapai.

"Begitu stok pemerintah itu habis, harga pasar kembali dengan harga yang ada di mekanisme pasar. Kan jumlahnya terbatas. Ini yang harus dipahami, operasi pasar itu bukan pasar murah. Berbeda," lanjut dia.

Konsep dari operasi pasar, lanjut dia, pemerintah mempunyai stok, dan stok itu mempengaruhi pasokan yang ada di pasar. Dengan adanya pasokan, maka harga itu akan cenderung untuk turun.

"Jadi target efektivitas pasar itu kalau harga di pasar itu turun. Tapi kalau hanya menggelar pasar murah itu harga yang ada di stand pasar murah saja, tapi yang ada di pasar tetap sama. Ini namanya Jaka Sembung," katanya.

Jika yang terjadi adalah pasar murah, tambah Enny, pedagang tidak hanya protes tapi justru mendistorsi pasar.
Pedagang pengecer tidak bisa membuat harga, tergantung kulakannya.

"Kalau kulakannya 100 suruh jual 90 ya nggak mau," kata dia.

Enny mengatakan bahwa bahan pangan secara umum pasokannya mudah rusak. Artinya, jika pasokan itu cukup, tidak ada yang bisa menimbun.

"Kalau pasokan cukup dan yang lain jual murah nggak ada alasan menimbun pasokan. Yang tahu persis berapa kesediaan itu ya pelaku di pasar. Itu gunanya data itu harus valid. Harus sesuai yang ada di pasar."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya