Derita Anak Jadi Budak di Koja

Ilustras.
Sumber :
  • Foto: Istimewa

VIVA.co.id – ACW, gadis kecil berusia 11 tahun hanya bisa meratapi nasib. Kehidupan masa kecilnya tak seindah anak-anak seusianya. Kepedihan dan penyiksaan menjadi makanan setiap hari yang ia terima selama tinggal di Jakarta. Berniat menuntut ilmu ke Ibu Kota, ACW malah dijadikan pembantu rumah tangga oleh Muhammad Anwar, tetangganya sendiri di kampung halamannya di Sulawesi.

Kalau Mau Damai, Atalarik Syach Kasih Syarat Ini ke Tsania Marwa

Tiga tahun lalu, tepatnya tahun 2013 silam, ACW saat itu berusia delapan tahun diajak Anwar ke Jakarta. Di Sulawesi, ACW tinggal dengan ibunya, namun kondisinya tidak layak. Sang ibu bekerja sebagai pemulung dan ayahnya sudah meninggal saat dia masih berusia lima tahun.

Miris melihat kondisi seperti itu, Anwar tergerak untuk mengajak dia ke Jakarta. ACW diiming-imingi akan disekolahkan di Jakarta, dengan maksud jika lulus sekolah bisa bekerja dengan layak dan membantu ekonomi keluarganya.

Kematiannya Dianggap Tak Wajar, Makam Seorang Pria di Garut Dibongkar

Namun, sesampainya di Jakarta, impian yang ia dibawa dari Sulawesi harus ditelan pahit-pahit. Ternyata, dia diajak ke Jakarta hanya untuk dijadikan pembantu rumah tangga di rumah Anwar di kawasan Koja, Jakarta Utara. Tak hanya itu, sadisnya ACW kerap kali disiksa dan dibotaki oleh Anwar.

Muka remaja itu lebam diduga bekas pukulan, dan tubuhnya penuh luka sabetan selang. Tak kuat disiksa selama tiga tahun, ACW mencari akal untuk kabur. Dia memanfaatkan kesempatan melarikan diri saat Anwar tak berada di rumah.

Tolak Kasih Data Buat Pinjol, Istri di Tebet Jaksel Dianiaya Suami

Setelah berhasil kabur, ACW melaporkan satpam dekat rumah Anwar tentang peristiwa itu. Sang petugas keamanan selanjutnya membawa korban ke Polsek Metro Koja. Polisi yang mengetahui kejadian ini langsung bertindak dan menangkap Anwar.

Kapolsek Koja, Komisaris Polisi Supriyanto, mengatakan, saat dibawa ke kantornya, kondisi korban sudah sangat mengenaskan. Berdasarkan pengakuan korban, dia dianiaya Anwar karena dituduh mencuri Rp10 juta.

Namun, tidak ada bukti yang menunjukkan korban mencuri uang tersangka. "Kami kan BAP (berkas acara pemeriksaan) korban juga. Kami data juga, dia enggak ambil uang itu," kata Supriyanto.

Anwar mengaku tega menyiksa korban karena merasa korban sering mencuri uang belanja di rumahnya. Lantaran itu, tersangka kerap memperlakukan korban secara kasar. "Dia (korban) suka ngambil duit belanja, Rp700 ribu tiba-tiba sisa Rp150 ribu, itu dia curi," ujar Anwar, di Polsek Koja.

Ketika ditanya soal rambut korban yang dicukur habis, Anwar mengelak melakukan hal itu. "Saya enggak botakin, Pak. Saya potong pendek doang. Sebelumnya malah saya cukurin rambutnya ke salon," ujar Anwar.

Aksi eksploitasi

Dari pengakuan korban ke polisi, meski sudah tiga tahun bekerja, ACW tak pernah diberi satu rupiah pun, kecuali makanan pokok yang sehari-hari dimakan.

"Saya sedang jemur pakaian lalu saya dipukuli selang karena dituduh curi uang. Ditendang dan diinjak pelipis saya pakai sepatu hijau," kata ACW dalam keterangannya.

Belum puas menyiksa sedemikian rupa, Anwar kemudian mengambil pisau pencukur jenggot dan memangkas rambut gadis cilik itu hingga gundul. "Rambut kepala saya dibotakin dengan kerokan jenggot," ujar ACW.

Ternyata, tak hanya menyiksa dan membotaki kepala ACW, Anwar juga memperbudak gadis kecil itu untuk membantunya membuat minuman oplosan. Hal itu terungkap setelah petugas kepolisian menemukan usaha rumahan jamu dan ginseng oplosan di rumah Anwar.

"Pelaku ini kerjaanya usaha jual minuman ginseng oplosan, ya jamu jamuan yang buat dijual di pinggir jalan begitu," kata Supriyanto.

Sementara itu, Anwar mengelak telah menjadi ACW sebagai budak, yang diperas tenaganya tanpa diberi imbalan apa pun selain makan.

Anwar mengaku, selama berada di rumahnya, ACW diperlakukan dengan baik, dan jika pun ACW ikut membuat minuman oplosan, menurut Anwar, itu bukan karena dipaksa, tapi diminta bantuannya.

"Enggak Bang, saya cuma minta tolong saja sesekali, pas pembantu saya lagi enggak sibuk. Dia (korban) suka mengambil duit belanja, Rp700 ribu tiba-tiba sisa Rp150 ribu, itu dia curi," kata Anwar.

Saat ini, Anwar sudah berada di balik jeruji besi ruang tahanan Polsektro Koja, sedangkan ACW sudah diamankan ke rumah ramah anak milik Kementerian Sosial di Bambu Apus, Jakarta Utara.

Pemerintah gagal

Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menyebut pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial (Dinsos) DKI Jakarta gagal dalam pengawasan anak di bawah umur yang dipekerjakan sebagai pekerja rumah tangga (PRT).

Menurut Arist, selama ini kasus anak di bawah umur yang dipekerjakan sebagai PRT dan pelayan selalu penyebabnya faktor kemiskinan. Untuk itu, dia meminta pemerintah tidak boleh absen terhadap kemiskinan masyarakat.

"Di kota besar tidak ada alasan kemiskinan membuat anak tidak sekolah. Kalau pun ada fakta tersebut seharusnya pemerintah menyelamatkan anak yang terpaksa tidak sekolah karena tidak punya uang dan terpaksa jadi anak jalanan, PRT, dan pelayan di restoran. Saya kira banyak anak-anak di rumah-rumah yang diperbantukan menjadi PRT tapi tidak terkontrol otoritas negara," ujar Arist

Dia pun meminta, kepolisian memproses siapapun yang menjadikan anak sebagai eksploitasi ekonomi. Selain itu, pemerintah harus mengambil ahli dengan merawat sang anak jika memang sang anak tidak mempunyai lagi sanak saudara.

"Tetap polisi akan menindak jika ada tindak pidananya terpenuhi seperti yang dilaporkan media maka si pelaku dan pemberi kerja, orang tua atau majikan tetap diproses pidana. Nah kalau majikannya sudah ditangkap dan sang anak tidak punya sanak saudara lagi maka harus diambil pemerintah dan menjadi tanggung jawab Dinas Sosial," ucapnya.

Untuk mencegah kasus ini terjadi kembali, Arist menegaskan, peran serta orangtua sangat diperlukan. Dengan alasan apapun, menurutnya, tidak berhak orangtua mengeksploitasi anak secara ekonomi.

"Semua tergantung orang tuanya juga. Orangtuanya mengetahui apa tidak, kalau ini tanpa sepengetahuan orang tua dipekerjakan ini sudah termasuk trafficking. Tapi saya menyarankan alasan kemiskinan pun tidak membenarkan anak dipekerjakan sebagai PRT atau pelayan. Oleh karena itu, orang tua mau dengan bujuk rayu orang lain tidak mengorbankan anak. Jadi kembali kepada fungsi keluarga," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya