Dua Tahun Jokowi-JK, Antara Janji dan Kenyataan

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Wapres Jusuf Kalla (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id – Hari ini, 20 Oktober 2016, genap dua tahun usia pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Berbagai janji dan kebijakan yang “diobral” Jokowi-JK saat kampanye Pemilu Presiden 2014 lalu disorot. Publik mulai menghitung realisasi janji kampanye Jokowi-JK, antara harapan dan kenyataan.

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

Beberapa kalangan menilai banyak pencapaian yang telah diraih selama dua tahun Jokowi memerintah negeri ini. Meski dua tahun belum bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan, setidaknya dua tahun pemerintahan Jokowi-JK ini menunjukkan pembangunan Indonesia mulai menggeliat.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengatakan, pemerintah saat ini fokus pada pembangunan infrastruktur negara dan meningkatkan pelayanan publik dengan memangkas birokrasi untuk mempercepat perizinan serta menghilangkan pungutan-pungutan.

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2021 Capai 3,69 Persen

Ia menyadari, dua tahun bukan waktu yang cukup membangun Indonesia, apalagi di tengah kondisi perekonomian global yang tak menentu. Tapi setidaknya, program pembangunan terus berjalan. Seperti pembangunan 49 waduk besar, irigasi besar, infrastruktur jalan, fasilitas kesehatan, bandara, pelabuhan dan pasar-pasar tradisional.

"Saya yakin, tahun depan sudah bisa diresmikan oleh Pak Presiden. Dari Sabang sampai Merauke, daerah terpencil juga terfokus membangun pelabuhan darat dan udara (bandara), kemudian daerah tujuan pariwisata, saya yakin di 2018 ini untuk peningkatan swasembada pangan juga akan terwujud dengan baik," kata Tjahjo kepada wartawan di kantor Kemendagri, Rabu, 19 Oktober 2016.

Mendag Lutfi Dinobatkan Jadi Pemimpin Terpopuler oleh Warganet

Dari aspek penegakan hukum yang dilakukan Polri dan Kejaksaan, dua tahun pemerintahan Jokowi-JK mengklaim bahwa selama 2016, terjadi peningkatan penyelamatan keuangan negara dibanding tahun sebelumnya. Meski begitu, terdapat penurunan dalam penegakan hukum kasus korupsi.

"Dibanding tahun 2015, secara umum penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung pada tahun 2016 cenderung meningkat," kata Tim Kantor Staf Presiden (KSP) yang diterima VIVA.co.id, Rabu, 19 Oktober 2016.

Tim juga menyoroti tindakan pemerintah, dalam hal ini kepolisian, dalam pemberantasan terorisme. Mereka mencatat, selama kurun waktu 2015 sampai dengan Juni 2016, telah ditangkap sebanyak 170 tersangka kasus terorisme.

Rinciannya, hasil giat kepolisian sebanyak 120 tersangka, hasil Operasi Camar Maleo 27 tersangka, dan hasil Operasi Tinombala 23 tersangka. Pencapaian kasus terorisme 2016 ini adalah keberhasilan menangkap Santoso dan kelompoknya pada 19 Juli 2016 sebagai bagian dari pencapaian.
 
Dari sisi kejahatan pun relatif berkurang pada tahun 2016, yakni sebanyak 165.147 kasus. Sedangkan pada 2015, 373.636 perkara. Meskipun diakui, persentase penyelesaiannya sedikit menurun dari 59 persen ke 58 persen.

Ekonomi Tumbuh

Selama dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, Tim Kantor Staf Presiden mengklaim terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi pada semester I 2016 dari sebelumnya 4,79 persen menjadi 5,04 persen. Peningkatan itu terjadi di tengah perlambatan dan ketidakpastian perekonomian global.

Sementara untuk investasi diklaim memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Selama semester I /2016, capaian investasi tumbuh sebesar 14,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Dengan pencapaian investasi tersebut, jumlah tenaga kerja yang terserap pada semester I-2016 sudah mencapai 354.739 orang. Dipastikan pada akhir tahun akan melebihi penyerapan tenaga kerja tahun lalu atau 2015 yaitu 375.982 orang. Dengan begitu, angka pengangguran mencapai titik terendahnya tahun ini.

Pertumbuhan ekonomi di dua tahun Jokowi-JK ini dianggap berbanding lurus dengan kualitas pembangunan manusia yang terus meningkat. Peningkatan tersebut diukur dari tiga hal, yakni kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak.

Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia ditunjukkan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), terus meningkat. KSP mencatat, IPM Indonesia pada 2014 berjumlah 68,8, sedangkan pada 2015, 69,55.

Rinciannya adalah, pertama, indeks kesehatan pada 2014 mencapai angka 77,3. Kemudian 2015, 78,12. Kedua, indeks pendidikan pada 2014 sebesar 60,18, dan 2015 sebesar 61. Ketiga indeks hidup layak, 2014, 69,84, dan 2015, 70,59.

"Pertumbuhan IPM yang tinggi pada tahun 2015 didorong oleh pendidikan yang mencerdaskan, berbudaya, dan produktif serta peningkatan kesehatan keluarga Indonesia," tulis tim tersebut.

Selama dua tahun ini, mereka mengklaim sudah memperbaiki 11.6333 ruang belajar, mendistribusikan KIP sebanyak 17.927.308, membangun unit sekolah baru, SD, SMP, SMA/SMK, SLB sebanyak 726, dan membangun ruang kelas baru sebanyak 14.223.

Sementara itu, kesenjangan pendidikan di wilayah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal) diatasi dengan membangun 114 Sekolah Garis Depan (SGD) dan mengirimkan 7.000 Guru Garis Depan (GGD).

Tim menjelaskan, SGD dan GGD adalah perwujudan Nawacita ke-3 dengan pembangunan sekolah dan penyediaan guru di daerah 3T. "Pada tahun 2016, sebanyak 114 SGD dan 7.000 GGD tersebar di 31 provinsi di Indonesia, peningkatan 10 kali lipat dari 797 GGD di tahun 2015," lanjut Tim KSP.

Kepuasan Publik

Walau pertumbuhan ekonomi RI beranjak naik, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengakui bahwa masih ada pekerjaan berat yang menanti di sisa tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK. Menurut Ani, mandat pembangunan infrastruktur seperti program tol laut, akan digalakkan di sisa pemerintahan.

Hal ini perlu ditekankan demi menjadikan Indonesia terintegrasi satu sama lain, dalam memperbaiki konektivitas antarwilayah. Mandat ini pun ada di dalam Nawacita.

Selain itu, di tengah perekonomian global yang belum membaik, pembangunan infrastruktur pun menjadi prioritas utama, yang akan dipergunakan pemerintah sebagai daya gedor pertumbuhan ekonomi nasional di masa yang akan datang.

"Agar konsep negara kesatuan betul-betul menjadi negara kesatuan, yang terintegrasi secara geografis dari Aceh sampai Papua," kata Ani di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu, 19 Oktober 2016.

Dengan pencapaian yang cukup memuaskan di dua tahun Jokowi-JK, tidak mengherankan jika “orang-orang” Istana mengklaim kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla sedang berada pada posisi cukup tinggi. Hampir semua lembaga survei menempatkan kepuasan publik terutama kepada Presiden itu sekitar 66-68%.

"Itu artinya kepuasan itu melebihi dari apa yang diperoleh presiden ketika Pemilihan Presiden (Pilpres) pada waktu itu. Sehingga kalau mau menggunakan ukuran, inilah yang dipakai sebagai ukurannya," kata Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, di kantornya, Rabu siang, 19 Oktober 2016.

Hasil kepuasan publik yang tinggi dari hasil sejumlah suvei itu menurut Pramono otomatis menjadi indikasi bahwa masyarakat tak lain memang puas terhadap pemerintahan Jokowi-JK.

Kendati begitu, Pramono menjelaskan bahwa pada dua tahun pertama ini, pemerintah fokus terhadap pembenahan sektor ekonomi lebih dahulu.

"Karena ekonomi dunia sedang melambat dan alhamdulillah Indonesia pada tahun ini bisa tumbuh 5,18 dibandingkan dengan kawasan kita relatif stabil dan cukup tinggi. Tapi tentunya harapan atau ekspektasi kita bisa lebih dari itu," kata mantan Sekjen PDI Perjuangan ini.

Di saat bersamaan, pemerintah sedang menitikberatkan untuk melakukan reformasi hukum. Ia berharap, mudah-mudahan hal yang berkaitan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) segera bisa ditandatangani oleh Presiden, yang sebenarnya hanya masalah waktu saja dengan jadwal Presiden yang hampir satu minggu ini berada di luar kota.

Belum Merata

Pencapaian dua tahun Jokowi-JK bukan tanpa kritik. Tak sedikit publik yang menganggap implementasi kebijakan Jokowi tak semanis janji-janjinya dulu. Dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah dinilai belum menjalankannya dengan optimal, terutama dari sisi implementasi.

Hal ini dianggap masih belum mulus lantaran Presiden Jokowi masih memfokuskan pada pembangunan infrastruktur.

Sementara dalam bidang sosial, ada banyak bantuan sosial yang dikelola Kementerian Sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kelompok Usaha Bersama (KUBe) dan program Renovasi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Oleh karena itu, program-program ini harus dioptimalkan.

Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Saleh Partaonan Daulay, mengatakan, program-program sosial itu sangat membantu masyarakat. Hanya saja, program itu belum dinikmati rakyat secara merata.

Data yang diperoleh Saleh, dari 18,5 juta keluarga sangat miskin (KSM), program PKH misalnya, baru menyentuh 6 juta KSM per 2016. Begitu juga program-program KUBe dan RTLH.

"Itu berarti masih banyak PR yang harus dituntaskan pemerintah. Kalau tidak terdistribusi secara merata, itu berarti ada masalah keadilan sosial. Pertanyaannya, mengapa sebagian KSM menerima sebagian lagi belum? Apa dasarnya sehingga sebagian didahulukan, sebagian lagi belakangan atau bahkan belum disentuh?" ujar Saleh kepada VIVA.co.id, Senin 17 Oktober 2016.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang diklaim pemerintah selama ini juga tak sesuai fakta di lapangan. Beban ekonomi masyarakat bawah saat ini semakin berat, harga kebutuhan pokok semakin naik, daya beli turun dan kurangnya penyerapan tenaga kerja. Hal ini imbas dari pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan masih jauh dari harapan.

Ketua Fraksi Gerindra, Ahmad Muzani, mengatakan, saat ini target pertumbuhan ekonomi pemerintah hanya 5,1 persen. Sementara saat kampanye, Jokowi menjanjikan target pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7 hingga 9 persen.

"Waktu berjalan yang buktikan soal pertumbuhan ekonomi. Tapi pemerintah harus ambil tindakan karena ekonomi kita berat. Berbagai macam proyek pemerintah yang seharusnya jadi stimulus malah berkurang," kata Muzani di Gedung DPR RI, Rabu, 19 Oktober 2016.

Menurutnya, banyak proyek di daerah yang seharusnya berjalan tapi pembayarannya malah ditunda. Ada juga proyek yang sudah ditender tapi malah dibatalkan bahkan dihilangkan. "Sehingga pertumbuhan jadi taruhannya. Daya beli jadi akibatnya," ujarnya menambahkan.

Poros Maritim Terpuruk

Dari sisi penegakan HAM dan reformasi keamanan, selama dua tahun pemerintahan Jokowi-JK belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Direktur Imparsial, Al Araf, menilai, agenda penting menyangkut HAM dan reformasi keamanan ini masih terbengkalai dan belum dijalankan.

Padahal, isu penegakan HAM dan reformasi sektor keamanan tertuang dalam Nawacita dan telah didengungkan oleh Presiden Joko Widodo pada masa kampanye lalu.

"Namun, implementasi dari itu yang merupakan bagian penting dari demokrasi belum berjalan tanpa progres dan cenderung mengalami stagnasi, bahkan kemunduran," kata Al Araf di kantornya di kawasan Tebet Utara, Jakarta, Rabu, 19 Oktober 2016.

Imparsial menyoroti kasus terkait penegakan HAM di Indonesia yang belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Antara lain, penyelesaian kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir, yang masih menyisakan pertanyaan. Sejumlah kejanggalan belum terungkap dan otak di balik pembunuhan masih berkeliaran bebas.

Kemudian, di sektor reformasi keamanan yang menurutnya juga belum selesai dan masih terbengkalai. Indikasinya adalah belum terbentuknya Dewan Pertahanan Nasional. Padahal, Dewan Pertahanan Nasional ini sebagai dewan yang bisa memberikan nasihat kepada Presiden dalam aspek isu pertahanan.

Lebih lanjut, program unggulan yang kerap dibanggakan Jokowi soal Poros Maritim masih jauh panggang dari api. Menurut Wakil Sekretaris Jenderal PKB, Daniel Johan, pencapaian untuk menjadikan RI sebagai Poros Maritim dunia bukannya semakin maju, tapi malah semakin mundur.

Awalnya, pemerintahan Jokowi gencar melakukan penertiban illegal fishing, kapal-kapal asing dihancurkan hingga wacana tol laut. Kini, kekuatan perikanan nasional dilemahkan bahkan menuju kehancuran yang semakin terpuruk.

"Jadi bila ada yang kurang dari pemerintahan Jokowi maka kegagalan terbesarnya adalah dunia perikanan dan kelautan yang terpuruk," kata Daniel kepada VIVA.co.id, Rabu, 19 Oktober 2016.

Daniel menyadari wacana Poros Maritim Jokowi semakin jauh dari gagasan awalnya. Namun, di sisa pemerintahannya nanti diharapkan mampu konsisten mewujudkan gagasan-gagasan yang menjadi “trade mark” Jokowi-JK saat kampanye Pilpres lalu. Bila tidak ada perkembangan yang berarti, akan sangat menpengaruhi keberhasilan pemerintah.

"Jadi sisa waktu ini, pemerintah harus benar-benar fokus pada visi misi awal karena sejak awal pemerintahan ini sudah memiliki visi besar maupun ukuran-ukuran konkret yang mau dicapai," kata Daniel.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya