Dua Kutub Petisi Pengunggah Video Ahok

Buni Yani
Sumber :
  • www.facebook.com/buniyani/

VIVA.co.id – Nama Buni Yani mendadak muncul di tengah masyarakat. Sosok warga Depok, Jawa Barat, ini mencuat setelah video dan tulisan yang diunggahnya di akun facebooknya, Si Buni Yani, menjadi viral. Itu lantaran isinya memuat dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). 

Amien Rais Umumkan Dukungan Capres dan Cawapres Pilihan Partai Ummat Hari Ini

Sejak video berdurasi sekitar 31 detik dan tulisan itu diunggah, kasus dugaan penistaan agama terhadap surat Al Maidah ayat 51 dalam Alquran, terus mengemuka. Bahkan, sejumlah organisasi masyarakat (ormas) bereaksi dengan menggelar unjuk rasa. Teranyar, demonstrasi besar-besaran dilakukan pada Jumat, 4 November 2016. Mereka menuntut agar pemerintah menegakkan hukum kasus Ahok itu.

Di sisi lain, suara masyarakat yang meminta Buni Yani diproses secara hukum juga mencuat. Sebuah petisi mengenai permintaan tersebut muncul melalui laman change.org.

Strategi Partai Ummat Capai Target 4 Persen Suara untuk Lolos ke Parlemen

Permintaan itu digulirkan menyusul tindakan Buni yang diduga telah melakukan pengeditan transkrip video, saat Ahok melakukan temu wicara dengan warga Kepulauan Seribu, pada 27 September 2016. 

Buni yang mengaku sebagai wartawan, peneliti dan dosen itu diduga telah menghilangkan satu kata dari ucapan sang gubernur yaitu kata “pakai”. Akibatnya, kalimat yang semula “…dibohongi pakai surat Al Maidah 51” berubah menjadi “…dibohongi Surat Al Maidah 51.”

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

Dalam petisi berjudul "Jalankan Proses Hukum Buni Yani, Pengedit Transkrip dan Provokator” disebutkan, transkrip tersebut membuat arti kalimat Ahok menyimpang dari sebenarnya. Kalimat Ahok berupaya menyindir para pengguna surat Al Maidah 51 yang menjatuhkannya untuk tidak patut dipilih menjadi pemimpin. Sedangkan dalam transkrip editan Buni, Ahok menjadi penista agama yang menyatakan bahwa Al Maidah 51 adalah sebuah kebohongan.

Masih dalam petisi itu ditulis, Buni diduga melakukan pembohongan terhadap mayoritas agama Islam dengan transkrip yang tidak benar.  Tindakan yang bersangkutan lantas menimbulkan efek provokasi yang berakibat terhadap bangkitnya kemarahan mayoritas muslim. Tindakan itu, disebut dalam petisi, dapat dikategorikan sebagai upaya mengganggu stabilitas pemerintahan dan  keamanan dalam negeri.

Sejak digulirkan sekitar enam hari yang lalu hingga Selasa, 8 November 2016, sekitar pukul 20.41 WIB, petisi telah didukung 157.374 orang. Petisi ini meminta kepada Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Bareskrim Polri untuk memproses Buni.

Suara sebaliknya muncul dari petisi lainnya. Sebuah petisi yang juga diunggah di change.org itu meminta proses hukum terhadap Buni disetop. Dalam petisi berjudul “Save Buni Yani: Stop Proses Hukumnya” itu disebutkan, Buni tidak bersalah dalam mengunggah video Ahok. 

Buni dinilai hanya menjalankan tugasnya sebagai warga negara, akademisi dan peneliti media yang dijamin oleh kebebasan berpendapat sesuai dengan Undang Undang Dasar (UUD) 1945. Segala tuntutan kepadanya dinilai akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum, kebenaran dan keadilan di Tanah Air.

Sejak diunggah beberapa hari lalu hingga Selasa, 8 November 2016, sekitar pukul 20.41 WIB, petisi ini didukung 18.072 orang. Petisi ini ditujukan kepada Presiden RI dan Kepolisian RI.

Penyidik Bareskrim Polri berencana memeriksa Buni, Kamis, 10 November 2016. "Rencana hari Kamis dipanggil oleh penyidik saudara Buni Yani sebagai saksi dalam kaitan kasus Pak Ahok sebagai terlapor," kata Juru bicara Markas Besar Polri, Komisaris Besar Rikwanto, di  Mabes Polri, Jakarta, Senin 7 November 2016.

Pemanggilan Buni  lantaran video yang dia unggah ke media sosial hingga menjadi viral. Polisi menilai video itu sudah dipenggal dari total durasi video sekitar satu jam.

Buni menampik telah mengedit video itu dari 1 jam 40 menit menjadi 31 detik. “Tak benar, saya dapat sudah seperti itu, saya enggak punya alat untuk editing. Saya enggak punya kepentingan juga untuk apa edit-edit," kata Buni, Senin, 7 November 2016.

Namun, dia pernah mengakui ada kesalahan tidak menulis kata “pakai” dalam mentranskrip perkataan Ahok, sebagai tulisan keterangan di video yang diunggahnya ke media sosial. Pengakuan itu diungkapkan Buni dalam acara talkshow Indonesia Lawyers Club di tvOne,  Selasa malam, 11 Oktober 2016.

Kesalahan Buni dalam mentranskrip, menurut Ahok, telah menimbulkan kesalahpahaman persepsi di masyarakat. "Dia (Buni Yani) enggak edit videonya, tapi di transkripnya dia nipu," ujar Ahok di Jalan Kebon Jahe, Petojo Utara, Jakarta Pusat, Selasa, 8 November 2016.

Pemilik akun Facebook Si Buni Yani pun telah dilaporkan ke kepolisian, 7 Oktober 2016. Laporan tersebut di antaranya datang dari relawan Ahok-Djarot Saiful Hidayat, yaitu Komunitas Advokat Muda Ahok Djarot (Kotak ADJA). "Kami gunakan Pasal 28 ayat 2 Jo Pasal 45 ayat 2 UU RI No 11 tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yaitu sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan," kata Ketua Kotak ADJA Muanas, Alaidid.

Tiga hari kemudian, Buni selaku pemilik akun Facebook Si Buni Yani lantas balik melaporkan Kotak ADJA ke Polda Metro Jaya. Dalam laporannya, Buni Yani melaporkan Mohamad Guntur Ramli dan Muannas Alaidid dari Kotak ADJA, dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Kini, laporan atas Buni diproses di Polda Metro Jaya.  Kasus tersebut masih didalami. Saat ini, Buni masih menyandang status sebagai terlapor. "Buni Yani dilaporkan sebagai terlapor. Itu berpotensi sebagai tersangka juga," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu 5 November 2016.

Kubu Buni menyesalkan pernyataan Mabes Polri soal potensi Buni menjadi tersangka. Menurut Aldwin Rahadian, kuasa hukum Buni, pernyataan yang dilontarkan Boy harus dicabut. “Pak Boy mendahului proses penyelidikan dan penyidikan, itu saja belum berlangsung belum ada pemanggilan belum ada apa-apa. Masak ber-statement seperti itu," ujarnya.

Respons Pemerintah

Kasus dugaan penistaan agama yang menjadi polemik itu masih terus bergulir. Pemerintah pun merespons perkara itu. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta gelar perkara dugaan penistaan agama itu dilakukan secara terbuka. Namun hal tersebut dapat dilakukan jika dibolehkan undang-undang.

Tak hanya itu, tanggapan Jokowi. Dia menegaskan tidak akan melindungi Ahok, dalam menghadapi kasus penistaan agama yang kini tengah berproses hukum di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. "Bahwa saya, ini juga perlu rakyat tahu, tidak akan melindungi saudara Basuki Tjahaja Purnama karena sudah masuk proses hukum," kata Jokowi di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa, 8 November 2016.

Polisi lantas bergerak cepat. Hingga saat ini, puluhan saksi, termasuk saksi ahli, telah dimintai keterangan. Bahkan, Ahok pun telah diperiksa, Senin, 7 November 2016. Dalam pemeriksaan selama sembilan jam, penyidik Bareskrim Polri mengajukan sekitar 22 pertanyaan kepada Ahok sebagai terlapor perkara itu. “Ahok dapat menjawab pertanyaan dengan baik,” ujar Sirra Prayuna, ketua Tim Advokat Ahok.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya