1-0 Fahri Hamzah-PKS

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Sumber :

VIVA.co.id – Perlawanan Fahri Hamzah terhadap PKS memasuki babak baru. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Fahri. PKS diwajibkan mengimpaskan ganti rugi puluhan miliar Rupiah. Tatkala Fahri merasa di atas angin, PKS justru makin meradang. Partai pimpinan Sohibul Iman itu menyatakan banding.

Softbank Batal Investasi di IKN, Fraksi PKS: Jangan Perbesar APBN

Keputusan PN Jakarta Selatan bagai angin segar bagi Fahri. Majelis Hakim yang dipimpin Made Sutrisna mengabulkan gugatan Fahri sekaligus mengharuskan PKS membayar ganti rugi Rp30 miliar. Fahri mengatakan tak terkejut dengan keputusan itu. Menurutnya, uang dari PKS akan bisa digunakannya untuk membantu pembinaan dan pembangunan PKS khususnya di daerah-daerah.

Wakil Ketua DPR itu mengatakan bakal segera mengirimkan salinan keputusan kepada Majelis Syuro PKS sehingga partai bisa merespons keputusan hukum sebagaimana sepatutnya.

“Kita juga lagi menunggu respons dari partai. Sekarang sudah ada putusan pengadilan, selayaknya diikuti, kalau tidak ya ada hukum di atas hukum,” kata Fahri pada Rabu petang, 14 Desember 2016.

Gugatan Fahri yang dikabulkan pengadilan merupakan keputusan sengketa Fahri dan PKS yang sudah terjadi hampir setahun terakhir. Fahri mendaftarkan gugatan perdata terkait dugaan perbuatan melawan hukum ke PN Jakarta Selatan pada Selasa, 5 April 2016 dengan nomor 214/pdt.15/2016/PN.Jkt.Sel.

Dicopot dari Wakil Ketua DPRD DKI, Begini Kata Abdurrahman Suhaimi

Dalam gugatannya, Fahri meminta agar pemberhentiannya dari segala jenjang kepengurusan di PKS dibatalkan demi hukum. Dia mengatakan, proses pemecatan tidak sah karena tidak transparan dan hanya diinisiasi oleh sekelompok orang. Fahri juga meminta ganti rugi dari PKS Rp500 miliar namun kemudian hanya dikabulkan Rp30 miliar oleh pengadilan.

Fahri pada April lalu menggugat Presiden PKS Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro Salim Segaf Al-Jufri dan Wakil Ketua Majelis Syuro Hidayat Nur Wahid serta Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) PKS Abdul Muiz Saadih.

“Karena yang diadili dari saya adalah pikiran saya. Saya tidak korupsi, saya tidak melanggar susila, saya tidak mencuri uang partai. Saya tidak pernah menunggak iuran partai dan saya tidak menyakiti orang-orang di daerah pemilihan saya,” kata Fahri setelah mendaftarkan gugatannya beberapa bulan silam.

Banding

Dihubungi VIVA.co.id pada Rabu, 14 Desember 2016, Presiden PKS Sohibul Iman tak patah arang dengan keputusan pengadilan yang mengabulkan gugatan Fahri. Sohibul mengingatkan, PKS masih memiliki kesempatan menempuh upaya hukum lanjutan karena keputusan itu baru pada tingkat pertama. Tak hanya banding, Sohibul mengingatkan selanjutnya masih ada kasasi bahkan peninjauan kembali atau PK.

“DPTP (Dewan Pimpinan Tingkat Pusat) PKS sudah memutuskan banding, insya Allah kami ikhtiar sebaik-baiknya,” kata Sohibul Iman.

Sementara Kuasa Hukum PKS, Zainuddin Paru, sempat menyayangkan keputusan majelis hakim. Menurutnya, pengadilan tidak mempertimbangkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang mengatur tata cara penyelesaian perselisihan internal partai politik.

“Keputusan ini sangat berbahaya bagi demokrasi dan eksistensi partai politik karena partai politik tidak dapat menegakkan aturan dan disiplin organisasi yang telah diatur dalam AD/ART-nya,” kata Zainuddin Paru, Kamis 15 Desember 2016.

Dia mengingatkan bahwa AD/ART PKS jelas adalah produk hukum internal organisasi itu karena telah mendapatkan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

“Sehingga apapun keputusan organisasi yang didasarkan kepada AD/ART tersebut sah menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia,” kata dia lagi.

PKS Merasa Dirundung

Putusan pengadilan itu tak lama juga ditanggapi oleh Anggota Majelis Syuro PKS Tifatul Sembiring.  Tifatul menilai, upaya PKS untuk mencopot Fahri Hamzah dari jabatannya sebagai Wakil Ketua DPR terasa tak mulus. Padahal PKS jelas memiliki otoritas untuk mencopot kadernya.

Mantan Menkominfo era Presiden SBY itu lantas membanding-bandingkan kasus Fahri Hamzah dengan pencopotan Ade Komarudin dari jabatan sebagai Ketua DPR yang lalu saat jabatan itu dikembalikan kepada Setya Novanto oleh Partai Golkar. Dia bahkan mengingatkan bahwa anggota Fraksi PKS Surahman Hidayat juga didongkel dari jabatan Ketua MKD DPR yang kini diambil alih oleh Anggota Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.

“Harus jadi pelajaran. Saya tidak tahu (ada tidaknya intervensi kasus Fahri) tapi ini jadi distrust bagi kita semua. Di MKD diambil begitu saja pimpinannya PKS. Mau ganti kadernya di AKD (Alat Kelengkapan Dewan) sulit sekali. Wajah politik kita harus diperbaiki,” kata Tifatul.

Kasus PKS vs Fahri Hamzah dinilainya sebagai akibat adanya kekacauan dalam hukum. Oleh karena itu PKS tidak akan mudah menyetujui penambahan kursi wakil ketua DPR dan MPR yang diwacanakan partai pemenang Pemilu, PDIP apabila PKS tidak diakomodir kepentingannya mendapatkan jatah kembali kepemimpinan di MKD DPR.

Pada kesempatan yang sama Tifatul kembali menyinggung soal kasus Fahri yang menurutnya tak perlu berkepanjangan seandainya Fahri mau meminta maaf kepada PKS. Pula dia harus mengeluarkan pernyataan resmi soal hal tersebut. Namun kata Tifatul, untuk saat ini, akibat sudah dipecat PKS, maka Fahri bisa kembali ke partai dengan mendaftar kembali. Namun tetap dengan syarat meminta maaf.

“Kalau minta maaf kan selesai. Yang jelas secara struktural persoalan Fahri di PKS sudah selesai. Kalau ingin kembali ada prosedur, harus tanya PKS bukan sama yang lain,” ujarnya.

Menurutnya, seluruh kader PKS bahkan sudah mafhum dengan kasus antara PKS dan Fahri Hamzah tersebut dan memahami bahwa Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang memang ingin memperpanjang sengketa.

“Drama” Pemecatan Fahri 

Pemberhentian Fahri Hamzah oleh PKS ibarat drama dengan tarik ulur dan polemik yang terjadi berbulan-bulan hingga akhirnya Fahri dipecat pada tanggal 20 Maret 2016 oleh Majelis Tahkim PKS. Fahri dipecat melalui surat bernomor 02/PUT/MT-PKS/2016 dengan rekomendasi BPDO. Tiga hari setelahnya diminta pemecatan ditindaklanjuti Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS.

Pro dan kontra antara Fahri dan kepengurusan DPP baru PKS yang memulai periode pada Agustus 2015 sebenarnya sudah terjadi sejak September tahun lalu. Pada saat itu, Fahri Hamzah diingatkan agar tidak kontroversial dalam pernyataannya. Majelis Syuro juga meminta agar Fahri menjaga kesantunan sesuai dengan arahan partai.

Fahri pada awal tahun 2016 sempat diminta agar mengundurkan dari dari jabatan wakil ketua DPR lantaran setelah beberapa kali pertemuan dan peringatan, dia tidak berubah. Menurut PKS, sebagaimana disampaikan beberapa waktu lalu, permintaan pengunduran diri itu sempat disetujui Fahri. Namun belakangan Fahri membelasut.

Menurut para petinggi PKS, ada beberapa “dosa” Fahri yang tak lagi bisa ditolerir. Antara lain pertama, pernyataan Fahri yang pernah mengatakan banyak anggota DPR “rada-rada bloon” sehingga menyebabkan banyak anggota Dewan tersinggung. Kedua, mengatasnamakan DPR yang menilai KPK layak dibubarkan. Ketiga, Fahri disebut pasang badan dalam kasus “Papa Minta Saham” yang tak sesuai dengan arahan di partai. Keempat, Fahri juga pasang badan untuk tujuh proyek di DPR.

Lalu mediasi antara PKS dan Fahri Hamzah ternyata tak mulus. Pertemuan yang diklaim PKS sudah dilakukan sejak September 2015 hingga Februari 2016 juga tak semuanya dibenarkan oleh Fahri. Dia justru menilai pelengserannya dari jabatan pimpinan DPR memang didesain oleh sejumlah pimpinan. Keputusan pemecatan juga tak transparan. Setelah berkonsultasi dengan ahli hukum tata negara dan kuasa hukumnya, Fahri percaya diri menggugat PKS ke pengadilan.

“Saya tidak ada urusan dengan skenario orang tapi saya hanya mau menuntut hak-hak saya dan membela kebenaran membela prinsip yang saya percaya itu adalah bagian dari perjuangan saya berpartai,” kata Fahri Hamzah sebagaimana diberitakan VIVA.co.id pada Kamis, 7 April 2016.

Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Zaenal Budiono, tak heran apabila PKS tak mudah "menggusur" Fahri. Wakil Ketua DPR itu dinilai cukup mumpuni memahami AD/ART partainya, pula cukup paham soal hukum dalam kaitannya dengan partai politik.

"Dalam beberapa posisi Fahri masih kuat," kata Zaenal Budiono.

Bahkan menurutnya di dalam PKS sendiri masih terlihat ada dukungan terhadap Fahri meskipun tidak dikemukakan kepada publik.

"Soal hukum bisa menang bisa kalah lagi namun secara politik kan Fahri sudah memenangkan level awal, mulai ada kepercayaan diri bahwa yang dilakukan PKS selama ini memang salah," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya