Mengintip Data Nasabah Bank Demi Pajak

Kantor pusat Dirjen Pajak Kementerian Keuangan.
Sumber :
  • REUTERS/Iqro Rinaldi

VIVA.co.id – Pemerintah akhirnya menepati janji untuk segera menerapkan keterbukaan informasi keuangan guna kepentingan perpajakan. Langkah ini dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang akses informasi untuk kepentingan perpajakan. 

Jokowi Ajak Masyarakat Lapor SPT Pajak Tahunan Lewat e-Filing

Aturan yang diterbitkan kali ini akan menjadi landasan pemerintah Indonesia dalam melaksanakan Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran informasi keuangan dan perbankan pada 2018 yang telah disepakati negara anggota G-20. 

Dikeluarkannya Perppu Nomor 1 tahun 2017 ini pun menjadi jawaban pemerintah agar pelaksanaan AEoI yang sudah disepakati berjalan pada awal 2018. Terlebih, dalam melakukan revisi terhadap perundang-undangan bisa memakan waktu lama.

Jadi Tersangka, Dua Penyuap Angin Prayitno Aji Ditahan KPK

Dengan penerbitan Perppu ini maka nantinya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan secara resmi dapat mengakses informasi keuangan di seluruh lembaga jasa keuangan untuk kepentingan perpajakan. 

Akses tersebut, mencakup akses kepada seluruh nasabah perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lain, dan entitas lain.

Kasus Pencucian Uang, KPK Sita Aset Puluhan Miliar Eks Pejabat Pajak

Perppu Nomor 1 tahun 2017 ini juga akan menganulir seluruh pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Perbankan yang selama ini melarang lembaga keuangan bisa membuka rahasia atau informasi nasabahnya.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan penerbitan Perppu ini menjadi satu keharusan bagi negara dan tak bisa dihindarkan. Dan Perppu ini kini sudah diundangkan oleh Pemerintah sejak 8 Mei 2017.
  
"Ini hal yang tidak bisa dihindarkan. Karena kita memang sudah melakukan tax amnesty. Pada tahun depan dunia juga semua akses terbuka maka ini ya harus kita lalui bersama," kata Pramono, di Istana Negara, Jakarta, Rabu 17 Mei 2017.

Menurut dia, penerbitan Perppu ini sebagai konsekuensi Indonesia mengikuti AEoI yang dimulai awal 2018. Dan ini menjadi sangat penting mengingat revisi Undang-Undang Perbankan tak cukup dilakukan di waktu yang sempit.

Saat ini, lanjut Pramono, draft Perppu sudah dikirim ke DPR, sehingga pada pembukaan masa sidang Jumat pekan ini akan langsung dibacakan pimpinan dewan, untuk selanjutkan diserahkan ke Badan Musyawarah DPR untuk dibahas.

Selanjutnya...Sudah Disosialisasikan


Sudah Disosialisasikan

Sementara itu, Presiden Joko Widodo menyatakan keterbukaan informasi keuangan sudah ia sosialisasikan sejak lama, bersamaan dengan sosialisasi program pengampunan pajak atau tax amnesty yang berakhir Maret 2017 lalu.

"Perppu ini adalah menindaklanjuti itu. Karena itu juga ditunggu komitmen kita mengenai ikut tidaknya kita di dalam AEoI," jelas Presiden Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 17 Mei 2017.

Walau ini sudah menjadi komitmen Indonesia terhadap kesepakatan internasional, Jokowi mengatakan bukan berarti mengabaikan kepentingan dalam negeri. Sebab, akan digunakan juga untuk pemerintah sehingga seharusnya tidak perlu kaget.

Ia pun mengatakan, dengan adanya Perppu ini semua pihak diharapkan tidak terlalu khawatir, sebab dirinya menjamin bahwa keterbukaan informasi keuangan tersebut tetap memiliki batasan dan aturan-aturan yang harus diikuti.

SOSIALISASI TERAKHIR TAX AMNESTY

Presiden Joko Widodo dalam sosialisasi tax amnesty

Dalam Perppu yang diteken Presiden Joko Widodo pada 8 Mei 2017, disebutkan lembaga jasa keuangan yang masuk dalam kategori sebagai lembaga keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan, diwajibkan untuk membuka akses informasi keuangan kepada otoritas pajak. 

Adapun laporan yang harus diserahkan lembaga keuangan, mencakup identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga jasa keuangan, saldo atau nilai rekening keuangan, dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan. Sebelum diserahkan, lembaga keuangan pun wajib melakukan prosedur identifikasi rekening keuangan sesuai standar perjanjian internasional.

Bahkan, dalam salah satu beleid perppu tersebut ditegaskan bahwa lembaga jasa keuangan tidak diperbolehkan melayani pembukaan rekening baru bagi nasabah baru, atau transaksi baru terkait rekening keuangan bagi nasabah lama yang menolak ketentuan identifikasi rekening keuangan tersebut.

Lembaga keuangan pun diwajibkan untuk menyampaikan data yang dimaksud kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama dua bulan sebelum batas waktu berakhirnya periode pertukaran informasi keuangan antara Indonesia dengan negara-negara maupun yuridiksi lainnya.

Selain itu, dalam Pasal 7 Ayat 1 perppu tersebut, disebutkan bahwa pimpinan dan pegawai lembaga jasa keuangan yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana mestinya, terancam pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda maksimal Rp1 miliar. Denda serupa, pun berlaku bagi lembaga keuangan yang melakukan hal sama.

“Setiap orang yang membuat pernyataan palsu atau menyembunyikan, atau mengurangkan informasi yang sebenarnya dari informasi yang wajib disampaikan, dipidana kurungan paling lama satu tahun, dan denda paling banyak Rp1 miliar,” bunyi Pasal 7 Ayat 3.

Perppu ini pun menegaskan kewenangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan akses dan pertukaran informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Bahkan, pimpinan atau pegawai Otoritas Jasa Keuangan maupun lembaga jasa keuangan yang memenuhi kewajiban penyampaian laporan juga mendapatkan perlakuan serupa, yakni tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Selanjutnya...Hanya Untuk Wajib Pajak Nakal


 

Hanya Untuk Wajib Pajak Nakal

Menanggapi kekhawatiran wajib pajak atas keluarnya Perppu Nomor 1 Tahun 2017 ini, Direktorat Jenderal Pajak menegaskan proses pemeriksaan data perpajakan wajib pajak hanya akan digencarkan kepada yang tidak mengikuti amnesti pajak.

Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama, mengatakan wajib pajak yang telah memanfaatkan fasilitas amnesti pajak tidak perlu khawatir atas rencana pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan tersebut, hanya berlaku pada wajib pajak yang terindikasi nakal dan tidak patuh.

"Mungkin banyak yang salah persepsi. Kami tidak sembarangan. Bagi wajib pajak yang ikut tax amnesty dan patuh, tidak akan diperiksa kecuali ada data harta yang diungkapkan dalam SPH (Surat Pernyataan Harta) amnesti," ujar Hestu, saat berbincang dengan VIVA.co.id, Jakarta, Rabu 17 Mei 2017.

Pelayanan pajak di kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan

Wajib Pajak saat melapor tax amnesty di kantor Pajak

Otoritas pajak mengaku telah menemukan indikasi adanya penggunaan faktur pajak palsu dan melakukan rekayasa laporan keuangan perusahaan, demi kepentingan perpajakan. Bahkan setelah ditelusuri, wajib pajak tersebut merupakan pembayar pajak yang memanfaatkan fasilitas yang sudah berakhir sejak 31 Maret 2017.

“Kalau yang sudah ikut tax amnesty, kami sudah tidak lagi periksa laporan di 2015 sampai sebelum-sebelumnya. Tapi di 2016 bisa. Jadi jangan khawatir. Cuma yang nakal yang diperiksa,” katanya.

Sedangkan, Asosiasi Pengusaha Indonesia meminta Direktorat Jenderal Pajak tidak salah gunakan kewenangan yang saat ini diberikan negara. Para pengusaha meminta pemerintah tidak mencari-cari kesalahan wajib pajak hanya untuk amankan penerimaan negara.

“Kami berharap, jangan sampai mencari-cari kesalahan. Kalau mau mencari dan menguji kepatuhan, pokoknya jangan mencari-cari,” kata Ketua Umum Apindo Haryadi Sukamdani, saat berbincang dengan VIVA.co.id.

Kekhawatiran atas penyalahgunaan data keuangan Wajib Pajak di perbankan pun berasalan. Sebab, langkah otoritas pajak yang mematok target penerimaan dari pemeriksaan, pada akhirnya membuat pengusaha merasa para fiskus pajak akan dibebani untuk mengejar target tersebut. Padahal, tujuan utamanya justru tingkatkan  
kepatuhan Wajib Pajak.

“Pemeriksaan harus proporsional. Jangan mencari-cari kesalahan. Tidak perlu juga ada target Rp45 triliun. Nanti yang ada malah mencari-cari, karena ada konsekuensi di situ,” katanya.

Haryadi pun menggaris bawahi, era keterbukaan nantinya tidak hanya akan membuat pemerintah gencar meningkatkan kepatuhan kewajiban masyarakat kepada negara. Namun, pengusaha pun nantinya akan menuntut konsistensi pemerintah menunaikan kewajibannya kepada masyarakat.

“Kami, Wajib Pajak, juga akan kritis kepada pemerintah, karena kami merasa sudah ikut mendanai pembangunan. Kami menuntut hak sebaliknya. Jadi harus ada balance (keseimbangan),” tegasnya.

Selanjutnya...Perbankan RI Siap Ikut AEoI


Perbankan RI Siap Ikut AEoI

Sedangkan, adanya Perppu tentang keterbukaan informasi keuangan juga ditanggapi positif oleh sejumlah perbankan nasional. Di mana perbankan plat merah maupun swasta yakin keterbukaan informasi tak akan membuat nasabah kabur atau takut. 

Direktur Keuangan BRI, Haru Koesmahargyo, mengatakan pihaknya akan kooperatif dalam menyiapkan data-data yang diperlukan dalam keterbukaan informasi tersebut sambil menunggu mekanisme yang diterapkan pemerintah.

Selain itu, BRI juga menanti aturan teknis yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai sosialiasi aturan ini kepada nasabah. Ia juga yakin tidak akan ada nasabah yang kabur lantaran kebijakan baru ini. 

"Enggak ada (yang akan kabur). Pindah ke tempat (Bank) lain juga sama (sistemnya)," tutur dia. 

Ia berharap dengan adanya keterbukaan informasi di perbankan ini, akan semakin meningkatkan kualitas daripada nasabah-nasabah yang telah terdaftar. Dan tentunya bisa mencegah adanya transaksi money laundring

Sementara itu, PT Bank OCBC NISP menilai keterbukaan informasi data nasabah perbankan tidak akan timbulkan dampak yang signifikan. Untuk itu, bila hal ini diterapkan di dalam negeri maka hanya akan menimbulkan kegamangan sesaat. 

Presiden Direktur Bank OCBC, Parwati Surjaudaja mengatakan tidak banyaknya dampak pada industri perbankan karena penerapan AEoI alias keterbukaan informasi diterapkan pada 2018 di seluruh dunia.

"Jadi harusnya dampak ke DPK (Dana Pihak Ketiga) tidak signifikan, kalaupun ada lebih kepada kegamangan sesaat," kata Parwati saat dihubungi, Rabu 17 Mei 2017. 

gedung ocbc nisp

Ia pun menjelaskan, dalam era transparansi 2018 nanti, bukan hanya data nasabah yang akan dibuka melainkan seluruh perusahaan. "Jadi nanti, antara lain berlaku, baik untuk individu maupun perusahaan," ujar dia. 

Lebih lanjut, Parwati pun menjelaskan, pihaknya juga siap untuk membantu pemerintah Indonesia untuk pemberlakuan aturan baru tersebut.

Sedangkan, dalam menerapkan Perppu tersebut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan masih menunggu aturan turunan. 

Kepala Departemen Komunikasi dan Internasional OJK, Triyono mengatakan aturan turunan yang akan berbentuk peraturan menteri (Permen) itu akan menjadi pedoman untuk menentukan bagaimana teknis pelaksanaan oleh OJK.

Menurut dia, tanpa adanya aturan turunan tersebut pihaknya belum bisa membocorkan bagaimana teknis pelaksanaan keterbukaan informasi keuangan perbankan tersebut. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya