Konser 'Berdarah' Ariana Grande, Inggris Tak Aman?

Penjagaan di sekitar Manchester Arena, Inggris
Sumber :
  • REUTERS/Andrew Yates

VIVA.co.id – Senin malam, 22 Mei 2017, waktu Inggris, bom meledak di Manchester Arena. Serangan itu menewaskan 22 orang. Ledakan terjadi, tak jauh dari pintu keluar venue konser, saat bintang pop asal Amerika Serikat, Ariana Grande tuntas tampil.

Resmi Cerai, Ariana Grande Dituntut Bayar Tunjangan Rp19 Miliar ke Mantan Suami

Puluhan ribu penggemar antusias meramaikan konser. Tiket, bahkan terjual ludes. Namun, perhelatan musik itu berakhir menjadi sebuah tragedi.

Otoritas Inggris menyatakan bahwa serangan diduga kuat adalah eksekusi aksi teroris. Selain 22 orang meninggal dunia, ada 59 orang yang menderita luka-luka. Di antara korban tewas maupun cidera, tak sedikit remaja, ada pula yang masih berumur anak-anak.

6 Artis Hollywood yang Tersandung Kasus Sepanjang Tahun 2023

Ariana, penyanyi 23 tahun yang dahulu bintang cilik tersebut. tak ayal memang memiliki banyak penggemar yang usianya di rentang usia anak-anak hingga remaja. Konser di Manchester menjadi salah satu dari rangkaian konser Ariana yang sedang melakukan tur Eropa. Pada Kamis lusa, 25 Mei 2017, dia dijadwalkan bakal “manggung” di London.   

Digambarkan, suasana kaos terjadi, tak lama setelah terdengar ledakan di Manchester Arena, atau yang populer disebut MEN tersebut. Menurut testimoni sejumlah audiens, ledakan terjadi, tatkala Ariana baru saja selesai menyanyikan tembang penutup untuk konser tersebut dan turun dari panggung. Ariana menutup konsernya, dengan salah satu single yang lumayan energik, “One Last Time”.

Siswa SMA Buat Prank Teror Bom Koja Trade Mall Bawa Nama Noordin M Top Saat Kelas Berlangsung

Tak lama setelah ledakan, massa berhamburan dan panik. Di sekitar lokasi ledakan bom, tampak tubuh manusia bergelimpangan. Ada yang tewas, lainnya menderita luka berat.

Sementara itu, polisi Inggris mengatakan, mulai mendapat laporan adanya ledakan sekitar pukul 21.33, Senin waktu setempat. Aparat lalu diturunkan dan para penonton yang masih berada di dalam MEN dievakuasi. Disebutkan, hingga 60 mobil ambulans disediakan untuk mengangkut jenazah dan audiens yang luka-luka.

Pada Selasa siang, 23 Mei 2017, MEN disterilkan dan lebih dari 400 petugas berjaga di lokasi.

Kepala Polisi Manchester, Ian Hopkins, sebagaimana dikutip dari laman independent.co.uk, mengatakan bahwa dari 22 korban tersebut, terdapat sejumlah korban anak. Pelaku disebutkan melakukan bom bunuh diri, sehingga jasadnya termasuk dalam korban tewas.

Namun, polisi dan otoritas setempat masih mengumpulkan bukti, kalau si pelaku adalah pelaku teror tunggal, atau merupakan bagian dari jaringan organisasi teroris.

Pelaku disebutkan, sudah bersiap membawa bahan peledak di tubuhnya. Namun, bom yang ditempelkan di tubuh pelaku baru diledakkan tak lama setelah konser ditutup Ariana.

“Kejadian ini adalah insiden berdarah terbesar yang pernah terjadi di Manchester, sesaat setelah Ariana Grande selesai konser,” kata Ian Hopkins.

Dia menjelaskan, setelah adanya informasi ledakan, pihaknya langsung bertolak ke lokasi dan melakukan evakuasi, sekaligus mengamankan lokasi tersebut. Hopkins melanjutkan, sekali pun tragedi itu besar, namun tak akan membuat warga Manchester takut. Pihaknya berjanji mengungkap aksi teror tersebut.

Berikutnya, mimpi buruk penggemar>>>

Mimpi buruk penggemar

Kebanyakan para saksi di ledakan konser Ariana, tergolong masih remaja dan usia muda. Kepada media, mereka bercerita kepanikan yang terjadi di Manchester Arena. Suasana mencekam, sebagian gedung yang hancur, puing berserakan, dan korban tewas membuat  banyak audiens histeris. 

Belum lagi, akibat kaos dan kepanikan, sebagian dari mereka berpisah dari teman maupun keluarga yang sengaja datang bersama untuk menonton konser. Sebagian orangtua juga memberi kesaksian. Saat mereka sudah mendekati gedung untuk menjemput putra maupun putri mereka, terdengar ledakan dan terjadi kaos. Ketakutan segera merayap, saat melihat beberapa orang tewas usai dentuman keras itu.

Hingga Senin pagi disebutkan, masih ada orangtua yang belum menemukan anak mereka yang diketahui menonton konser Ariana. Mereka menyebarkan pesan pencarian melalui media sosial, dengan tagar #MissingInManchester, selain meminta bantuan polisi dan hotline pencarian korban serangan bom konser Ariana.

Jessica Pierpoint, penonton konser yang mengaku mengalami trauma mengatakan, sengaja datang dari Liverpool, untuk menyaksikan langsung penyanyi favoritnya itu membawakan tembang-tembang yang selama ini mengisi playlist musiknya.

Namun, kesempatan menyaksikan Ariana yang seharusnya momen mimpi menjadi kenyataan berubah menjadi tragedi.

“Hari itu yang awalnya seperti mimpi menjadi kenyataan, akhirnya jadi sebuah mimpi buruk,” kata Jessica kepada CNN.com, Selasa 23 Mei 2017.

Sementara itu, Ariana, bintang pop yang mengawali karier di Nickelodeon, selang beberapa jam menuliskan melalui akun Twitter-nya bahwa dia merasa sangat sedih dan terluka. “Saya merasa hancur, dari hati yang terdalam, kejadian ini sungguh melukai saya,” tulis Ariana.

Promotor dan perusahaan label yang menaungi Ariana Grande, Universal Media Group juga menyatakan belasungkawa atas peristiwa berdarah tersebut. Belakangan diketahui, Ariana akan membatalkan konser tur Eropa-nya, termasuk dua kali penampilan yang sudah dijadwalkan berlangsung di Inggris.

Selanjutnya, bukan kali pertama>>>

Bukan kali pertama

Serangan teroris di Inggris, bukan kali pertama. Dua belas tahun lalu, serangan teroris besar juga terjadi di stasiun dan fasilitas transportasi di London, menewaskan hingga 52 orang.

Keamanan di negeri itu, lantas kini dipertanyakan. Pada Maret lalu pula, terjadi serangan di Westminster oleh seseorang yang bernama Khalid Masood. Pascaserangan tersebut, Kepolisian Inggris, memang mengingatkan soal potensi serangan sejenis di tempat lain.

Polisi Antiteror Inggris sebagaimana dilansir Reuters, menyatakan bahkan selama beberapa bulan ini, hampir tiap hari mereka mengamankan terduga teroris. Tindakan itu dilakukan, menyusul sejumlah kejadian teror di negara tersebut.

Pada Maret 2017, warga Inggris yang baru saja memeluk Islam menabrakkan sebuah mobil ke trotoar pejalan kaki di Jembatan Westminster London, yang menewakan empat orang, selain menusuk seorang polisi hingga tewas. Kejadian tersebut terjadi, tak jauh dari halaman Kantor Parlemen.

Pada saat itu, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan simpatisannya disebut bersorak atas serangan di London, yang ditunjukkan melalui akun media sosial jejaring ISIS.

Sementara itu, pada April 2009, disebutkan bahwa konspirasi disusun untuk meledakkan pusat perbelanjaan Arnadelle di Manchester oleh Al Qaeda. Eksekusi gagal itu diketahui, setelah mahasiswa asal Pakistan bernama Abid Naseer ditangkap dan dituntut di Amerika Serikat.

Lebih awal, kejadian pada Juli 2005 di London. Ledakan bom menyebabkan 52 orang tewas. Kejadian itu disebut juga andil dari teroris. Sementara itu, ISIS dan Al Qaeda diakui otoritas setempat, memang menjadikan Inggris sebagai salah satu negara sasaran.

Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, memang dianggap masih rawan serangan teroris. Hal itu terlihat dari adanya imbauan tidak bepergian, atau travel alert yang dikeluarkan Amerika Serikat terhadap warganya. AS mengeluarkan travel alert bepergian ke Eropa.

Pada awal tahun ini, kemudian Mei 2017, travel alert tersebut kembali diperpanjang hingga September 2017. Perpanjangan itu hanya sekitar dua pekan, sebelum serangan bom di konser Ariana Grande pada Senin malam, terjadi.

AS menilai bahwa negara-negara di Eropa, termasuk Inggris masih rawan menjadi sasaran serangan teror. Warga AS dalam imbauan itu juga diminta sementara waktu menghindari tempat-tempat keramaian dan pusat aktivitas publik.

Sementara itu, Perdana Menteri Inggris, Theresa May, tak lama mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintah akan mengungkap aksi teror ini. Demi menjaga situasi kondusif menjelang Pemilu yang akan dilangsungkan Juni, untuk sementara kegiatan kampanye politik juga ditunda. Sebagai simbol duka, dikibarkan bendera setengah tiang di kota-kota utama di negara tersebut.

Teror tak akan mendikte

Ulama dan tokoh agama di Manchester, segera menunjukkan kepedulian atas insiden mengerikan di konser Ariana Grande. Bishop Manchester menyerukan, agar masyarakat tidak menjadi patah semangat dan takut dengan teroris. Para ulama mengingatkan bahwa teroris tak boleh mendikte kehidupan yang damai. Karena itu, masyarakat diminta peduli dan menolong para korban, agar bisa bangkit kembali.

Sementara itu, Pendeta David Walker yang cukup dikenal di wilayah itu kepada BBC Radio 4 menyatakan bahwa kehidupan komunitas yang baik dan basis keyakinan yang kuat akan membuat Manchester pulih. Dia juga mengajak komunitas Muslim dan keyakinan lainnya tak membiarkan teroris menjalankan aksinya.

“Kita harus bersatu, bersama-sama dalam komunitas, meskipun berbeda agama dan keyakinan untuk melawan teror,” kata Walker.

Suara simpati dan dukungan, juga berdatangan dari berbagai belahan dunia. Pemimpin negara di dunia tak lama menyampaikan kecaman atas tindakan teror tersebut, sekaligus belasungkawa kepada para korban.

“Saya menyampaikan duka mendalam atas kejadian ini. Banyak korban dan keluarga yang terluka. Kami bersama warga Inggris untuk memerangi teror yang merampas nyawa korban yang tak berdosa dan masih muda,” kata Presiden AS, Donald Trump dilansir dari laman independent.co.uk di sela kunjungannya ke Timur Tengah.

Simpati dan dukungan juga disampaikan Presiden Turki, Tayyip Erdogan. Dia mengecam aksi teroris di Inggris yang kembali merenggut nyawa manusia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya