Taksi Online Tak Lagi Murah

Ilustrasi Layanan taksi berbasis aplikasi online, Uber.
Sumber :
  • Reuters/Kai Pfaffenbach

VIVA.co.id – Pemerintah akhirnya mulai mengefektifkan tarif baru layanan taksi berbasis aplikasi. Aturan tersebut tercantum pada Permenhub Nomor 6 Tahun 2017 dan mulai berlaku per 1 Juli 2017. Dalam aturan itu, ditetapkan batas tarif bawah dan batas tarif atas taksi online daring.

Vinfast Jadi Armada Andalan Taksi Online

Pemerintah beralasan, penentuan tarif dibuat sebagai alat untuk mengkontrol persaingan usaha yang sehat antara pelaku bisnis taksi konvensional dan berbasis aplikasi daring. Selain itu untuk memastikan biaya tarif dapat sebanding dengan penyedia transportasi konvensional.

Aturan mencuat di tengah banyaknya keluhan pelakon usaha taksi konvensional yang sepi ditinggal kabur konsumen. Mereka mengeluh karena merasa telah “disuntik mati” secara perlahan oleh keberadaan taksi online yang bertumbuh dengan cepat dan menjadi idola baru masyarakat. Sengkarut keduanya meruncing usai adanya unjuk rasa, ancaman mogok massal, dan bentrokan fisik tak terhindarkan.

Motif Sopir Taksi Online Peras Rp 100 Juta Penumpangnya, Kebelet Nikah Belum Ada Biaya

Dua operator taksi terbesar yang getol menyuarakan permintaan kesetaraan adalah PT Blue Bird Tbk dan PT Express Transindo Utama Tbk. Belakangan mereka memang merasa khawatir setelah sahamnya terpuruk usai bersaing dengan layanan taksi online. Para pengemudi Blue Bird dan Express bahkan telah menggelar demonstrasi dan meminta pelarangan layanan tersebut. Semua biang kerok dialamatkan ke pemerintah, karena dinilai abai dan tak ketat meracik aturan.

Terkait hal ini pemerintah menolak jika penentuan tarif baru taksi online dirilis semata untuk membela kubu pengusaha taksi konvensional. Melalui Kementerian Perhubungan, pemerintah menyatakan alasan kuat penentuan tarif baru taksi online lebih kepada menciptakan harmonisasi antara dua jenis angkutan umum baik konvensional dan online.

Top Trending: Kisah Nyata Konser Ghaib hingga 3 Personel Polsek Main Kartu

Diharapkan semua pihak baik angkutan online maupun angkutan yang sudah ada dapat bekerja sama dan saling menghargai untuk melayani masyarakat.

"Pasti ada yang merasa menang dan kalah, ada yang merasa enak dan tidak enak, namun demikian kita tetap berlakukan PM 26 Tahun 2017 per tanggal 1 Juli kemarin, dan akan ada evaluasi dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Namun kita tidak menutup kemungkinan dilakukan revisi apabila dirasakan sulit oleh masyarakat. Proses ini kita lakukan secara alamiah," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, di Jakarta, Minggu 2 Juli 2017.

Selanjutnya >>> Tarif mirip-mirip

Tarif Mirip-mirip

Penetapan tarif baru taksi online yang digulirkan Kemenhub tentu membuat ongkos dengan taksi konvensional tak akan jauh berbeda alias mirip-mirip. Sebab per 1 Juli 2017, tarif taksi online bakal mengikuti skema batas atas dan batas bawah.

Tarif taksi online kini sudah didasarkan pada dua zona wilayah. Wilayah pertama terdiri Pulau Sumatera, Bali dan Jawa. Sedangkan wilayah dua yakni Pulau Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi dan Papua. Untuk wilayah satu, kisaran tarif bawahnya mencapai Rp3.500 per kilometer, sementara tarif batas atasnya Rp6.000.

Untuk wilayah dua, tarif batas bawah sebesar Rp3.700 dan batas atas Rp6.500. "Mulai berlaku per 1 Juli 2017. Harus ada keseimbangan antara transportasi konvensional dan online, sehingga harus diatur," kata Direktur Jenderal Transportasi Darat Kementerian Perhubungan kepada Reuters melalui telepon, Senin 3 Juli 2017.

Monitor tarif taksi online nantinya akan dilakukan secara ketat. Kemenhub akan acap melakukan inspeksi mendadak guna memastikan tarif taksi online di lapangan. Kata Pudji, salah satu pengawasan yang bisa dilakukan adalah dengan menyamar sebagai penumpang taksi online atau dengan cara lainnya.

Pemerintah tak segan-segan bakal melakukan tindakan tegas jika masih menemukan adanya perusahaan aplikasi transportasi yang menerapkan tarif di luar aturan. Sanksi akan diberlakukan sesuai pelanggaran, mulai dari teguran, pemutusan kerja, hingga penonaktifan aplikasi.

"Kemenhub segera bentuk semacam tim untuk monitor atau pengawasan. Bisa saja Pak Menteri atau menugaskan saya untuk menyamar, pesan salah satu dari tiga operator taksi online, ketentuannya bagaimana," kata Pudji.

Terkait kuota, Kemenhub meminta Gubernur atau Kepala Badan yang berwenang berkonsultasi terlebih dahulu dengan Ditjen Perhubungan Darat untuk mendapatkan rekomendasi. Pihaknya juga membuka pengaduan di Dinas Perhubungan masing-masing wilayah kota maupun provinsi, di mana siapa pun bisa melaporkan pengaduan apa pun terkait taksi online termasuk tarif.

“Yang terpenting aturan sudah dibuat, dia mau tidak memenuhi aturah silakan. Seperti lampu merah, dia melanggar boleh saja, tapi kalau ketahuan ya ditindak,” tegasnya.

Selanjutnya >>> Saham Blue Bird dan Express terdongkrak

Taksi Konvensional Semringah

Meski terbilang baru diberlakukan per 1 Juli 2017, namun perdagangan saham PT Blue Bird Tbk dan PT Express Transindo Utama Tbk langsung menguat. Berdasarkan data RTI di sesi pertama perdagangan saham, Senin 3 Juni 2017, saham PT Blue Bird Tbk terkerek naik 6,03 persen ke level Rp 5.100 per saham. Total frekuensi 318 kali dengan nilai transaksi Rp2,7 miliar. Saham PT Blue Bird Tbk sempat berada di level tertinggi 5.325 dan terendah 4.800.

Sementara saham PT Express Transindo Utama Tbk menguat 2,59 persen ke level Rp119 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 122 kali dengan nilai transaksi Rp189,2 juta. Saham Express diketahui sempat berada di level tertinggi 121 dan terendah 116.

Menurut Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada, pelaku pasar rupanya memberi sentimen positif terkait penetapan tarif baru taksi online. Padahal sebelumnya pelaku pasar diprediksi belum akan merespon karena mereka harus melihat dampak aturan ini terlebih dahulu.

"Secara tidak langsung ini memang terpengaruh dari aturan itu. Ternyata setelah melihat di market, positif. Tetapi kita mesti lihat efektivitasnya seperti apa, apakah masyarakat akan berpindah ke taksi konvensional dengan adanya penetapan tarif baru taksi online ini," kata Reza kepada VIVA.co.id, Senin 3 Juli 2017.

Sebenarnya jika melihat sentimen positif di atas, disebut merupakan kesempatan bagi para operator taksi konvensional untuk menggerakkan kembali roda bisnisnya yang sempat terpuruk. Tetapi, kata Reza, semua tentu akan kembali pada kinerja operator taksi konvensional itu.

"Semua juga tentu kembali ke masyarakat lagi, apakah dengan tarif yang mirip-mirip mereka akan bertahan dengan taksi online atau berpaling kembali ke taksi konvensional. Kalau sudah begini, sudah hal lain dan pasar akan melihat nantinya. Kalau dilihat siapa yang dirugikan, ya konsumen, karena dengan kesetaraan tarif mereka tidak bisa mendapat pilihan transportasi dengan tarif lebih murah," kata dia.

Sejauh ini Uber dan Grab sudah memberi pernyataan terkait penetapan tarif baru taksi online. Pernyataan disampaikan dalam keterangan resmi melalui surat elektronik. 

Kata Uber, mereka belum menerima salinan peraturan yang sudah diefektifkan pada Sabtu kemarin. "Namun kami tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah untuk menemukan jalan ke depan yang mengakomodasi kepentingan pengendara dan mitra pengemudi dan mendukung inovasi, persaingan dan pilihan pelanggan," kata Uber.

Sementara Grab, senada. Mereka mengatakan siap bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan dan siap mematuhi peraturan. "Setelah menerima arahan dari pemerintah, kami akan meninjau ulang kebijakan tersebut dan melakukan penyesuaian yang diperlukan untuk memastikan bahwa mitra pengemudi kami tetap memperoleh pendapatan terbaik saat menggunakan platform Grab," kata Grab dalam sebuah surel.

Selanjutnya >>> Masyarakat jadi korban

Masyarakat Dikorbankan

Transportasi berbasis daring belakangan memang seperti menemukan rumahnya sendiri. Taksi online dianggap masyarakat sebagai oase di tengah gersangnya angkutan murah dan layak yang dihadirkan negara. Namun kini keberadaannya mulai terancam dengan penetapan tarif baru.

Menurut Pengamat Transportasi Azas Tigor Nainggolan, pihak yang paling menjadi korban dari aturan ini tentu saja masyarakat. Karena kehilangan hak mereka untuk dilayani dan dilindungi. Padahal sistem peredaran angkutan umum Indonesia selama ini terbilang parsial dan sangat minim memudahkan masyarakat untuk mengakses sarana transportasi.

Atas hal itu, Tigor menilai pemerintah telah mengambil sikap mengadili tarif taksi online yang terbilang murah. Sikap pemerintah juga patut dipertanyakan, karena dianggap melindungi kepentingan perusahaan taksi konvensional.

"Padahal dalam Pasal 183 UU Nomor 22/2009 tentang lalu lintas angkutan jalan disebutkan bahwa tarif angkutan sewa nontrayek tak ada aturan pemerintah bisa ikut campur menentukan tarif angkutan seperti taksi online. Tarif angkutan sewa nontrayek ditentukan berdasarkan kesepakatan perusahaan (operator) angkutan umum --dalam hal ini operator taksi online-- dan pengguna jasa angkutan umum," kata Tigor kepada VIVA.co.id.

Pembatasan tarif taksi online dinilai tak akan menyelesaikan perang tarif antara perusahaan taksi online dengan taksi konvensional. Justru hal itu bakal menuai masalah berkelanjutan dan hanya menyimpan bom waktu. Seharusnya yang mesti ditempuh pemerintah yakni menata operasional taksi konvensional dan online sesuai regulasi Permenhub Nomor 32/2016.

Pemerintah disarankan melepas tarif taksi online dan taksi konvensional sesuai dengan kepentingan pasar sebagaimana diatur dalam Pasal 183 UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Bukan mengatur tarif sesuai keinginan keuntungan pengelola atau operator taksi konvensional semata seperti selama ini," ujarnya.

Kata dia, menata dan meregulasi dengan konsisten serta adil terhadap taksi online dan taksi konvensional akan membangun pelayanan taksi yang aman dan nyaman "Juga memberi akses dengan tarif yang terjangkau bagi penggunanya," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya