Menyoal Wacana Kenaikan Dana Parpol

Survei Dukungan Masyarakat terhadap Parpol
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Setelah sekian lama sejak dibatalkan pada 2015, wacana kenaikan dana partai politik kini tiba-tiba muncul lagi. Aktor atau inisiatornya pun tidak berubah.

Ketum Granat: Partai Jangan Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada

Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo adalah pihak yang kembali memunculkan wacana tersebut. Mantan sekretaris jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu lagi-lagi mengulang usulan lamanya bahwa dana bantuan negara ke partai politik sebaiknya naik setidaknya 10 kali lipat dari sebelumnya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang bantuan keuangan kepada partai politik yang kemudian diperbarui melalui Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2012, dana bantuan negara untuk partai politik setelah dihitung-hitung saat ini sebesar Rp108 per suara.

Siap-siap Gaduh Gara-gara Reshuffle Kabinet

Namun, salah satu yang menarik dari isu ini adalah apa sebenarnya yang menjadi alasan pemerintah sehingga kembali memunculkan wacana tersebut? Alasannya karena saat ini antara pemerintah dan DPR tengah membahas revisi Undang Undang Pemilu yang sangat alot.

Saat ditemui sebelum rapat bersama Pansus Pemilu di Gedung DPR, Jakarta, Senin 5 Juni 2017, Tjahjo mengungkapkan keinginannya agar dana partai politik dinaikkan pada tahun anggaran 2018. Kenaikan dana parpol ini diharapkan bisa mencapai 10 kali lipat.

Ketua Jokowi Mania Masuk Partai Golkar?

"Tahun depan, tahun anggaran 2018. Dari Rp108 (per suara) kami naikkan ke 10 kali lipat. Itu kacamata pemerintah," kata dia.

Menurutnya, kenaikan 10 kali lipat hingga mencapai Rp1.000 per suara masih dianggap kecil dibandingkan pasca reformasi pada 2009 sebesar Rp2.000 per suara.

"Bargaining dengan DPR, DPR kan punya hak budget. Kami lihat dulu yang urgent adalah ini, kalau mau ubah undang-undang parpol setelah pileg, pilpres, pilkada serentak 2019," kata Tjahjo.

Ia membandingkan Indonesia dengan negara lainnya seperti Singapura, Malaysia, Kanada, dan Jerman. Negara tersebut dana parpolnya dijamin penuh. Tapi, menurutnya, memang ada pertanggungjawabannya sehingga tak hanya diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), namun semua pihak.

"Kita hanya Rp108, saya pernah mimpin partai menang, bantuan negara hanya Rp2 miliar, memang untuk harian,” kata dia. 

“Memang penting bagaimana ke depan partisipasi iuran kader partai dan anggota harus ada. Ada bantuan parpol, ada audit dengan benar, soal jumlah sangat-sangat relatif. Kalau ada korupsi, harus dijelaskan sanksinya apa, misalnya enggak boleh ikut pemilu," kata Tjahjo.

Selanjutnya, Alat Barter RUU Pemilu?

Alat Barter RUU Pemilu?

Usulan Tjahjo itu segera direspons oleh sejumlah politikus Senayan. Salah satunya adalah politikus senior Partai Demokrat Agus Hermanto.

Dia menilai, wacana kenaikan dana partai politik hingga 10 kali lipat hingga Rp1.000 per suara, sebagai hal yang wajar. Namun, penggunaan kenaikan dana parpol ini juga harus dipertanggungjawabkan.

Tapi, dia mengungkapkan bahwa wacana kenaikan dana bantuan parpol itu menjadi komunikasi pembicaraan dari proses revisi Undang Undang Pemilu yang hingga kini masih alot.

"Memang ini merupakan bagian komitmen pembicaraan dari UU Pemilu, sehingga jika itu direalisasi, barangkali pembicaraan UU Pemilu jadi lebih mulus lagi. Jadi apabila dana parpol dinaikkan, ini lebih baik," kata Agus di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 4 Juli 2017.

Ia menambahkan, bila dana partai politik ditambah, nantinya partai akan memiliki keleluasaan untuk meningkatkan kemampuan dan elektabilitasnya. Tapi, kenaikan ini juga harus menyesuaikan aturan yang ada.

"Sehingga, apabila ini dinaikkan, konsentrasi harus dinaikkan sesuai tata aturan yang ada. Anggaran yang digunakan negara harus dipertanggungjawabkan," ujar Agus yang juga wakil ketua DPR tersebut.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menilai dana parpol yang diterima selama ini terlalu kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan parpol. Menurutnya, sedikitnya dana membuat parpol harus mencukupi kebutuhan mereka dari sumber lain.

"Tentu jauh dari mencukupi karena dana itu. Sehingga dana-dana kegiatan itu kami dapatkan dari sumber-sumber lain," kata Muzani di Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Juli 2017.

Muzani menyebut, selama ini dana parpol yang diterima oleh Gerindra digunakan untuk pengkaderan partai. Kegiatan itu katanya dilakukan oleh partai hampir setiap bulan.

"Selama ini hampir setiap parpol mengadakan pengkaderan hampir setiap bulan, sehingga dana itu nanti akan digunakan untuk kepentingan pengkaderan partai," ujar Muzani.

Dia mengakui, kenaikan dengan mengambil dana dari APBN ini akan berat. Namun, kenaikan dana parpol ini dinilai untuk meningkatkan kapasitas parpol ke depan.

"Di satu sisi ada wacana ingin menaikkan dana parpol dari APBN memang berat, tetapi secara partai politik ini bisa menaikkan kualitas pengkaderan partai," kata Muzani.

Tak berbeda dengan Muzani, koleganya yang menjadi Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, juga mendukung wacana kenaikan dana partai politik hingga 10 kali lipat dari Rp108 menjadi Rp1.000 per suara.

Bahkan, ia mendorong kenaikan menjadi hingga Rp5.000 per suara. Bagi dia, kenaikan bantuan dana parpol bisa digunakan untuk pendidikan demokrasi di Indonesia.

"Parpol itu pilar yang penting. Parpol itu tidak boleh berusaha, tidak boleh punya perkebunan, tidak boleh punya bengkel, lalu membiayai dari mana demokrasi ini?" kata Fadli kepada wartawan, Kamis, 6 Juli 2017.

Karena itu, menurut dia, seharusnya memang ada kenaikan yang signifikan. Apalagi partai mengurus parpol dari pusat sampai ke tingkat yang bawah yang melibatkan jutaan masyarakat.

"Ya harusnya bisa Rp5.000, kalau cuma segitu ya tanggung. Supaya kami juga mengurangi usaha pencarian-pencarian dana ke yang lain. Itu salah satu cara untuk mematangkan demokrasi," lanjut waketum DPP Gerindra itu.

Ia meyakini, tak akan ada korupsi terkait partai politik dengan adanya kenaikan dana tersebut. Pendanaan partai ini juga dibandingkan dengan negara lain seperti Meksiko yang malah menganggarkan sampai di kisaran US$200 juta per tahun

"Jadi listrik sekretariat kan butuh biaya, sehingga ini harus dipikirkan. Jangan hal strategis ini tidak dimasukkan, termasuk pendidikan politik, kaderisasi, pelatihan dan lainnya itu bagian pendidikan demokrasi juga," kata Fadli.

Selanjutnya, Bantahan PPP

Bantahan PPP

Sementara itu, Ketua Fraksi PPP, Reni Marlinawati, menepis isu usulan kenaikan dana parpol untuk mencairkan alotnya pembahasan revisi Undang Undang Pemilu. Ia menegaskan, kenaikan dana parpol tak ada hubungan dengan kebuntuan pembahasan RUU Pemilu.

"Oh enggak ada, enggak ada. Ini persoalan RUU Pemilu enggak ada kaitannya dengan nilai atau nominal, enggak ada sama sekali," kata Reni di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 6 Juli 2017.

Justru menurutnya, kenaikan dana partai politik merupakan keniscayaan. Sebab, partai politik harus memperoleh bantuan.

"Kalau kemudian hari ini ada wacana penambahan dana pun itu suatu keniscayaan. Logikanya begini, seiring dengan waktu kan kebutuhan hidup bertambah, biaya politik bertambah," lanjut Reni.

Ia melanjutkan, karena biaya politik bertambah maka penambahan dana partai politik juga tak bisa dihindari. Terlepas apakah kenaikan tersebut akan dilakukan tahun ini atau tidak, masih harus diperdebatkan. Tapi, sejauh masih dalam tahap wajar hal itu sah dilakukan.

"Mengingat ini dalam rangka menjaga stabilitas demokrasi yang kuncinya parpol, maka dari itu peran negara bagi parpol dalam upaya mewujudkan demokrasi yang baik saya kira perlu didukung oleh semua," kata Reni.

[Baca juga: Menkeu akan Kalkulasi Dampak Kenaikan Dana Parpol]

Reaksi Masyarakat

Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto menilai belum ada kebutuhan mendesak dalam hal kenaikan dan partai politik itu.

"Belum ada urgensi. Perlu ada kajian mendalam terlebih dahulu, termasuk penataan sistem tata kelola anggarannya," kata Yenny ketika dihubungi VIVA.co.id, Kamis 6 Juli 2017.

Menurut Yenny, permintaan kenaikan dana parpol juga tidak bisa dilakukan serta merta begitu saja. Namun, juga harus diikuti dengan tata kelola anggaran yang baik.

"Permintaan kenaikan semestinya dibarengi juga dengan bangunan sistem tata kelola anggaran yang lebih baik, baik di tubuh internal partai ataupun pemerintah," ujar Yenny.

Bahkan menurut Yenny, jika kenaikan dana parpol langsung disetujui begitu saja, akan menimbulkan dampak yang tidak baik ke depan. Yakni hanya jadi ajang membagi-bagi anggaran saja.

"Dampaknya jika dinaikkan tanpa bangunan sistem, akan mengarah pada pola bancakan anggaran saja," kata dia.

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mempertanyakan pilihan waktu mengeluarkan kebijakan kenaikan dana ini yang bersamaan dengan alotnya pembahasan RUU Pemilu.

"Sangat mungkin pertimbangan yang mendasari pengambilan keputusan pemerintah tersebut terkait dengan alotnya pembahasan RUU Pemilu," kata Lucius ketika dihubungi VIVA.co.id, Kamis 6 Juli 2017.

Seperti diketahui, kealotan pembahasan RUU Pemilu salah satunya dipicu oleh kengototan pemerintah dan partai pendukungnya untuk memberlakukan presidensial treshold 20 persen. Sementara itu, sebagian fraksi di DPR justru menginginkan presidensial 0 persen.

"Tak salah jika publik menganggap kebijakan menaikkan dana parpol merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendapatkan dukungan fraksi-fraksi terhadap presidential treshold 20 persen," ujar Lucius.

Urgensi kenaikan dana bantuan ini, menurut dia, perlu dipertanyakan juga. Dia menilai komitmen pemerintah untuk melakukan pembenahan terhadap parpol masih kurang. Parpol pun, menurut dia, tidak terlihat tengah kekurangan dana dan masih suka mengadakan kegiatan-kegiatan mewah.

"Tentu saja kemewahan tampilan parpol menggambarkan kecukupan sumber dana mereka. Kan kalau mereka kurang dana, tak perlu misalnya membuang dana begitu besar dengan memakai hotel berbintang untuk sekadar melakukan rapat-rapat mereka," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya