Membatasi Kecerdasan Buatan

Ilustrasi teknologi kecerdasan buatan.
Sumber :
  • www.pixabay.com/PIRO4D

VIVA.co.id – Peneliti kecerdasan buatan, atau artificial intelligence di Facebook cukup kaget dengan karya mereka. Mereka membuat mesin pintar, yang ternyata malah ‘melenceng’ dari kendali mereka.

Berharap Implementasi AI Bisa Lebih Luas

Musababnya, peneliti kecerdasan buatan Facebook mengembangkan program yang membuat mesin yang bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Penerapan kecerdasan buatan ini berjalan mulus dalam mode daring. Namun, saat menerapkannya dalam mode offline, ternyata kecerdasan buatan mereka tak menggunakan bahasa Inggris. 

Peneliti Facebok, akhirnya mematikan program kecerdasan buatan mereka. Ciptaan mereka menyimpang dari sang penciptanya. Fenomena kecerdasan buatan yang melawan pelatihnya itu, setidaknya menjadi wajah lain dari teknologi yang makin berkembang tersebut. 

AI Bisa Tahu Hidup dan Mati Manusia

Kecerdasan buatan memang di satu sisi, memudahkan manusia dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari melakukan pencarian di internet, pemetaan di internet, bantuan suara sampai mobil, atau perangkat yang berjalan tanpa secara otomatis. 

Untuk penerapan sudah ada sederatan manfaat kecerdasan buatan. Microsoft misalnya menggunakan teknologi ini untuk berupaya mematikan kanker. Dalam program yang dikembangkan Microsoft, mirip dengan super komputer IBM, Watson Onkology.

6 Laptop Bertenaga AI Siap Ramaikan Pasar Indonesia

Dalam program yang digagas Microsoft, program bakal menganalisis informasi kesehatan pasien dan data riset ilmuwan. Penyaringan data itu dilakukan dengan mesin pembelajaran dan proses bahasa alami.

Selain analisis data pasien, Microsoft juga akan melibatkan komputer dalam radiologi untuk mencatat perkembangan kanker dari waktu ke waktu. Proses analisis kanker itu disebutkan seperti membuat kode dalam program komputer.

Manfaat lainnya, bisa dipetik oleh Apple dan IBM. Kolaborasi kedua perusahaan teknologi ini menerapkan kecerdasan buatan dalam bidang kesehatan. Misi sosialnya, yakni ingin menyelamatkan manusia. 

Untuk mewujudkan program itu, IBM bersama Apple akan melibatkan Medtronic, Johnson and Johnson dan superkomputer IBM, Watson, untuk mengumpulkan data kesehatan pada perangkat pintar. 

Program perusahaan tersebut mengambil momentum masifnya adopsi ponsel pintar, perangkat kebugaran maupun produk sandangan (wearable). IBM dan Apple bisa mengumpulkan informasi kesehatan tersebut dan kemudian mengirimkan pengolahan data kepada pasien, profesional medis dan penyedia layanan kesehatan. 

Selanjutnya, mesin kecerdasan buatan melawan>>>

Mesin kecerdasan buatan melawan

Fenomena tumbuhnya mesin kecerdasan buatan yang melawan pelatihnya itu seakan menjadi wujud kekhawatiran Elon Musk. Pendiri SpaceX itu mengaku mulai khawatir dengan perkembangan kecerdasan buatan, yang nantinya bisa melampaui dan lebih kuat dari manusia. Bahkan, sejak beberapa tahun lalu, Musk tak ragu menyebutkan bahaya kecerdasan buatan berpotensi lebih bahaya dari nuklir.   

Pada barisan yang sama, kosmolog kondang Stephen Hawking, juga mengkhawatirkan kecerdasan buatan dalam bentuk robot. Hawking mengakui, memang sukses menciptakan kecerdasan buatan menjadi peristiwa terbesar dalam sejarah manusia. Tapi sayangnya, kata dia, prestasi itu bisa menjadi kesuksesan terakhir sampai manusia bisa menghindari risiko buruknya. 

Kedua figur itu takut, jika kecerdasan buatan mencapai titik singularitas, berarti ini tanda sudah berbahaya. Singularitas adalah titik saat kecerdasan buatan mencapai dan melampaui kapasitas manusia. 

Bentuk sederhana dari kekhawatiran yang paling mudah, dikutip dari Washingtontimes, terlihat dalam kacamata ilmuwan, yakni terancamnya 40 persen pekerjaan manusia yang direbut oleh robot.

Kekhawatiran keduanya dianggap beralasan dan hal yang wajar oleh Presiden Association for the Advancement of Artificial Intelligence, Subbarao (Rao) Kambhampati. 

"Elon Musk yang memulai ketakutan atas AI (kecerdasan buatan) yang mana khawatir pada malam harinya gagasan super mesin pintar akan lebih kuat dari manusia dan Stephen Hawking menimpalinya. Pernyataan dari orang berpengaruh tentu membuat masyarakat khawatir. Saya tak mengambil sisi pesimis dari pernyataan itu," ujar Kambhampati dari Newswise

Profesor dari Arizona State University Computer Engineering itu menuturkan, yang harus diwaspadai, yaitu akibat dari teknologi kecerdasan buatan dan bagaimana mengurangi konsekuensi yang tak diinginkan. 

Kekhawatiran lainnya, yakni kecerdasan buatan dipakai dan dikembangkan untuk kepentingan militer sebagai senjata. 

"Peraturan senjata nuklir berkaitan dengan benda-benda dan bahan, sedangkan dengan AI akan masih membingungkan perangkat lunak yang belum bisa kita jelaskan. Saya belum mengetahui ada peraturan baik di dalam maupun di luar AI, karena kita tidak tahu bagaimana menulis peraturan tersebut," ujar Stuart Russell dikutip dari Daily Mail

Peneliti dari University of California Barkeley dan Pusat Studi Risiko Eksistensial di Cambridge University itu mengingatkan, perkembangan teknologi bila tak dijaga, hasilnya akan memengaruhi kehidupan manusia di masa mendatang.

"Bagi mereka yang mengatakan (kecerdasan buatan) baik. Kita mungkin tidak pernah ke level sana. Saya akan menjawab, ini seperti mengemudi lurus ke arah tebing dan berkata 'mari kita berharap kehabisan bensin segera,” kata dia.

Lain orang lain pikiran. Kecerdasan buatan di mata pendiri Facebook, Mark Zuckerberg malah lebih sisi positif. Bos Facebook berseberangan dengan Musk, bahkan Zuckerberg berdebat sengit dengan Musk di Twitter mengenai pandangannya tentang kecerdasan buatan.

Di satu sisi, Zuckerberg mengakui, robot bisa menjadi cukup cerdas untuk membunuh manusia. Tapi di sisi lain, ia juga mencaci para pengecam yang memiliki skenario akhir segalanya, atau kiamat atas dampak buruk kecerdasan buatan seperti yang disampaikan Musk. Menurut Zuckerberg, pernyataan Musk itu sikap orang yang tak bertanggung jawab. 

Zuckerberg mengaku teguh meyakini kecerdasan buatan dari sisi yang optimis, bisa membantu kehidupan manusia. Dia mengatakan, kecerdasan buatan bisa menghasilkan diagnosis penyakit dan meminimalkan, atau meniadakan kecelakaan mobil dengan lebih baik. 

Sementara itu, bagi dunia digital, bos Facebook itu sudah merasakan bagaimana manfaat kecerdasan buatan, yaitu algoritma dan teknologi temuannya telah merevolusi media sosial dan mendapatkan dua miliar pengguna aktif setiap bulan.

Namun, pendapat Zuckerberg ditanggapi Musk dengan ofensif. Bos SpaceX itu menilai pemahaman kecerdasan buatan bos media sosial terbesar itu kurang mendalam.

"Pemahaman dia tentang subjek ini terbatas," kata Musk, lewat akun Twitter-nya.

Musk menegaskan, akan terus tanpa lelah menyuarakan pentingnya mengawasi perkembangan kecerdasan buatan, agar tak sampai memakan dan mengancam manusia. Regulasi adalah tawarannya, pemerintah harus turun untuk mengatur perkembangan kecerdasan buatan tersebut. 

Zuckerberg membalas. Debat kian seru. Menurutnya, tidak ada alasan yang kuat bagi orang yang ingin memperlambat perkembangan kecerdasan buatan melalui regulasi. 

Dikutip dari Huffingtonpost, Musk belum lama ini melontarkan perlunya regulasi kecerdasan buatan dalam forum National Governors Association. Musk terang-terangan meminta agar sebuah badan pengawas mengawasi perkembangan kecerdasan buatan, jelas saja alasannya teknologi itu adalah ancaman eksistensial. 

Menurutnya, usulnya ini adalah untuk memastikan ada kesadaran di tingkat pemerintahan. Meskipun ada pro dan kontra dengan kecerdasan buatan, Musk berpendapat sebaiknya sejak sekarang dipikirkan risiko atas munculnya teknologi baru tersebut. 

"Kita saat ini, melihat tanda-tanda masalah pembekuan dan diskriminasi kerja yang meluas dari kecerdasan buatan. Jika kita tak mencegah dengan cara yang tepat, akan ada masalah yang memburuk yang memengaruhi banyak orang. Sebab, kecerdasan buatan tumbuh makin kompleks dan makin pintar," jelasnya. 

Berikutnya, dibatasi prinsip>>>

Dibatasi prinsip

Untungnya, seruan Musk dan Hawking setidaknya didengar oleh ribuan ilmuwan kecerdasan buatan. Laman Huffingtonpost menuliskan, pada Januari tahun ini, ribuan ilmuwan teknologi ini berkumpul dalam sebuah konferensi di Asilomar, California, Amerika Serikat. Hasil dari pertemuan ini disepakati Prinsip Kecerdasan Buatan Asilomar yang berisi 23 poin. 

Poin kesepakatan yang dihasilkan itu memuat prinsip transparansi, kerja sama, kepercayaan antara pembuat kecerdasan buatan dengan pembuat kebijakan, mitigasi bencana dan risiko yang kemungkinan bisa timbul.

Poin tersebut itu mewakili panduan parsial, yang diharapkan bisa membantu memastikan kecerdasan buatan dikembangkan untuk menguntungkan semua pihak. Sampai saat ini, setidaknya ada lebih dari 1.200 peneliti kecerdasan buatan dan 2.300 peneliti lainnya telah menandatangani prinsip-prinsip tersebut. Salah satu penandatangan Prinsip Kecerdasan Buatan Asilomar, yakni Elon Musk. 

Ribuan pendukung Prinsip Kecerdasan Buatan Asilomar yang menentang pengembangan untuk senjata otonom menunjukkan, ada konsensus kuat di antara periset agar dunia perlu berbuat banyak menangani risiko potensial dan risiko yang diketahui dari kecerdasan buatan. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya