AS Versus Korut, Silat Lidah Berujung Ancaman Perang

Warga AS berdemo di depan Gedung Putih, menolak perang dan meminta diplomasi.
Sumber :
  • Reuters/Joshua Roberts

VIVA.co.id – Presiden AS, Donald Trump, yang sering kali meluapkan emosinya dengan kalimat yang sembarang, kali ini kena batunya. Komentarnya mengenai Korea Utara berbuah ancaman perang serius dari Pyongyang.

Kim Jong-un Hilang Jelang Parade Militer Massal Korea Utara

Tingginya ketegangan antara dua negara ini dimulai sejak Jumat malam, 28 Juli 2017. Ketika  Korea Utara untuk kedua kalinya meluncurkan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM). Amerika Serikat, Rusia, Jepang, dan Korea Selatan, memantau serius uji coba ini.  Rudal ini merupakan jenis terbaru, mampu meluncur dengan jarak jangkauan 1.000 kilometer dengan kecepatan tempuh hingga 3.700 kilometer.

Pemerintah Korea Utara mengklaim, rudal balistik itu mampu menjangkau seluruh wilayah daratan di Amerika. Rudal itu diluncurkan Korea Utara hanya beberapa jam setelah pemerintah AS menyetujui RUU tentang pemberian sanksi baru pada Korea Utara.

Meradang Dengar Misi Kim-Jong un, Militer Korsel Bikin Pasukan Anti-Nuklir Korea Utara

Sanksi itu direspons Korea Utara dengan agresif. Kepala Staf Angkatan Darat Amerika Serikat Jenderal Mark Milley, mengakui kemampuan rudal balistik ICBM milik Korea Utara meningkat pesat, lebih cepat dari yang diperkirakan.

Sepanjang pekan, Presiden AS Donald Trump lalu meluapkan emosinya mengenai tindakan Korea Utara melalui akun Twitternya. Ia berulang kali mengeluarkan kalimat bernada ancaman pada negara komunis tersebut. Ancaman Trump juga diulangi oleh Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson. "Kami bukan musuh Anda. Kami bukan ancaman untuk Anda. Tapi Anda terus menampilkan ancaman yang sulit kami terima, dan kami harus meresponnya," ujar Tillerson.

Korsel Membalas, Rudal Kendali Udara Teror Situs Nuklir Korea Utara

Sikap Trump dan AS yang terus memborbardir Korea Utara dengan kata-kata ancaman sempat disindir oleh media China, Xinhua News Agency. Media ini bahkan meminta Trump untuk bersikap tenang menghadapi aksi Korea Utara. Xinhua juga memperingatkan, cuitan Trump bisa menyebabkan perang. "Apa yang dibutuhkan Semenanjung adalah segera memadamkan api, tidak menambahkan kayu bakar atau, yang lebih buruk lagi, menuangkan minyak ke api," tulis editorial di Xinhua, seperti diberitakan oleh Shanghaiist, 3 Agustus 2017.

Selanjutnya...Eskalasi Hitungan Hari

Eskalasi Hitungan Hari

Hari berikutnya, pemerintah AS meminta seluruh warga AS yang berada di Korea Utara untuk meninggalkan negara tersebut. Seluruh warga AS juga dilarang mengunjungi Korea Utara. Pengecualian hanya diberikan pada jurnalis dan pekerja kemanusiaan, dengan catatan wajib melapor kepada pihak berwenang di Amerika Serikat.

Tanggal 6 Agustus 2017, Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat menjatuhkan sanksi baru pada Korea Utara, termasuk melarang ekspor senilai 1 miliar dolar AS. Duta Besar AS di PBB juga menegaskan negaranya akan melakukan hal yang sama. "AS akan terus mengambil langkah-langkah pertahanan yang bijaksana untuk melindungi diri dan sekutunya dari ancaman Korea Utara," kata Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley seperti dilansir dari situs Independent.co.uk, Minggu, 6 Agustus 2017.

Warga Korea Utara menyaksikan peluncuran rudal ICBM melalui layar elektronik dua pekan lalu.

Haley mengatakan sanksi tersebut merupakan sanksi ekonomi terbesar yang pernah dijatuhkan pada Korea Utara. Sanksi itu melarang ekspor batubara, besi, bijih besi, timah hitam, dan makanan laut. PBB juga melarang negara-negara lain meningkatkan jumlah pekerja asal Korea Utara, melarang kerjasama ekonomi dan investasi dengan mereka, memasukkan sejumlah orang Korut ke daftar hitam, membekukan aset global Korut dan larangan berpergian.

Namun, puncak dari terus meningkatnya ketegangan antara Korea Utara dan Amerika Serikat adalah kalimat Trump yang ia sampaikan saat berbicara kepada wartawan Selasa, 8 Agustus 2017. Trump mengabaikan permintaan China yang memintanya untuk tetap tenang menghadapi aksi Korea Utara.

Di hadapan wartawan yang mewawancarainya di sebuah club house golf di New Jersey, ia mengatakan,"sebaiknya Korea Utara tak membuat ancaman apapun pada AS. Mereka akan berhadapan dengan 'api dan kemarahan' yang belum pernah dilihat dunia." Pernyataan ini segera menjadi viral dan mengundang reaksi warganet di AS.

Pernyataan tersebut disampaikan Trump setelah sebuah laporan yang dirilis Washington Post, mengutip biro intelijen AS, bahwa Korea Utara sukses memproduksi miniatur hulu ledak nuklir dengan daya ledakan yang sangat kuat dan luas.

Hanya selisih sehari, dari ucapan yang disampaikan Trump, Korea Utara menyambutnya dengan pernyataan serius. Kamis, 10 Agustus 2017, Korea Utara menyatakan sedang menyiapkan rencana peluncuran empat roket rudal balistik menuju Guam, sebuah wilayah strategis, yang menjadi salah satu pangkalan militer AS dan rumah bagi ribuan personel militer AS.

Jenderal Korea Utara, Kim Rak Gyom melalui kantor berita milik pemerintah Korea Utara KCNA, memastikan rencana serangan Korea Utara ke wilayah kepulauan Guam, Amerika Serikat. Jika disetujui, peluncuran roket ini akan terjadi pada pertengahan Agustus ini. Artinya, saat ini Amerika dan Korea Utara, berdiri berhadapan dengan senjata ditangan.

"Pasukan Strategis Korea Utara dari Tentara Rakyat Korea (KPA) secara serius memeriksa rencana penyerangan ke pangkalan militer utama Guam melalui  tembakan simultan dari empat roket balistik strategis jarak jauh Hwasong-12. Serangan ini juga akan  memberi sinyal peringatan penting bagi AS," kata pernyataan tersebut seperti dikutip dari CNN, 10 Agustus 2017.

Menurut pernyataan tersebut, roket Hwasong-12 yang akan diluncurkan oleh KPA akan melintasi langit di atas prefektur Shimane, Hiroshima, dan Koichi di Jepang. Roket ini akan terbang sejauh 3.356,7 kilometer selama 1.065 detik dan diperkirakan mencapai perairan 30 sampai 40 kilometer dari Guam. Hanya tinggal menunggu perintah pimpinan tertinggi Korea Utara, jika disetujui, maka empat rudal balistik mereka akan meluncur.

Selanjutnya...Ancaman Perang

Ancaman Perang

Ancaman Korea Utara membuat gentar  Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan, melalui  juru bicara Kepresidenan Korea Selatan Park Su-hyun, mendesak Korea Utara untuk menghentikan semua aksi yang bisa memicu ketegangan di Semenanjung Korea. Pemerintah

Korsel juga mengatakan akan melihat semua kemungkinan untuk menurunkan ketegangan dengan bekerja sama dengan negara lain. Pernyataan itu disampaikan setelah Dewan Keamanan Nasional Pemerintah Korea Selatan melakukan pertemuan untuk membahas perkembangan kasus negara kembarnya tersebut.

Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera mengatakan, Jepang secara legal bisa mencegat rudal Korea Utara yang diluncurkan ke Guam. Pernyataan tersebut disampaikan Onodera dalam pertemuan dengan Majelis Rendah Parlemen. "

Militer Korea Utara.

Jepang akan diizinkan untuk menyerang sebuah rudal yang menuju wilayah AS di Asia Pasifik, jika itu dinilai sebagai ancaman eksistensial ke Jepang," ujar Onodera seperti diberitakan oleh kantor berita Kyodo dan dikutip Reuters, 10 Agustus 2017.

Namun para ahli mengatakan Jepang saat ini tidak memiliki kemampuan untuk menembak jatuh rudal yang terbang di atas wilayahnya menuju Guam.

Uni Eropa dan negara-negara lain belum bereaksi atas ancaman Korea Utara pada Amerika yang berpotensi menjadi perang terbuka. Namun, NATO sempat meminta agar seluruh sekutu AS bersatu mendukung AS dan menghentikan ancaman Korea Utara.

Ketegangan antara dua negara ini masih akan terus berlanjut dan rakyat Amerika saat ini mungkin sedang kesulitan untuk tidur nyenyak. Jika Korea Utara serius dengan ancamannya untuk mengirimkan roket  rudal Hwasong-12, dengan atau tanpa hulu ledak nuklir,  maka pertengahan Agustus ini akan menjadi babak baru sejarah peradaban dunia.

Perang di masa beradab, di mana seharusnya diplomasi bisa dikedepankan dibanding memilih perang yang akan menghabiskan biaya sangat mahal atas kehancuran dan hilangnya banyak nyawa. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya