Cegah Episode Baru Cicak Vs Buaya!

Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat foto bersama Ketua KPK Agus Rahardjo beberapa waktu silam.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA – Publik belum lama ini dibuat heboh dengan munculnya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Polri terhadap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Sorotan pun tertuju kepada korps Bhayangkara.

Bantah Isu Taliban, Pimpinan KPK: Adanya Militan Pemberantas Korupsi

SPDP ini berawal dari laporan tim kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto terkait dugaan permintaan KPK kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah Novanto bepergian ke luar negeri. Pencegahan ini menyangkut penyidikan kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.

Surat bernomor B/263/XI/2017/Dittipidum diterima pelapor oleh Sandy Kurniawan pada Selasa, 7 November 2017. SPDP ini ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Herry Rudolf Nahak. Dalam SPDP, Agus dan Saut diduga melakukan tindak pidana memalsukan surat atau penyalahgunaan wewenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 263 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 421 KUHP.

Struktur KPK Gemuk, Dewas Sudah Ingatkan Firli Bahuri Cs

Munculnya SPDP ini dikritik sejumlah kalangan termasuk kalangan aktivis antikorupsi. Direktur Lingkar Mardani Ray Rangkuti mengatakan penyidik Bareskrim Polri mestinya cermat dalam setiap laporan menyangkut KPK. Proses dan landasan harus kuat karena bila salah justru akan memunculkan kegaduhan.

"Ini kan menindaklanjuti karena landasan dasarnya dipertanyakan. KPK punya kewenangan dalam meminta pencegahan ke Ditjen Imigrasi. Tapi, kok ini dituduh memalsukan, penyalahgunaan wewenang," kata Ray kepada VIVA, Minggu, 12 November 2017.

KPK Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Korupsi Dirgantara Indonesia

Ketimbang nekat memaksakan penyidikan pimpinan KPK, Polri diharapkan menghentikan agar tak memunculkan kegaduhan. Ray khawatir bila tetap nekat maka berpotensi muncul memanasnya dua lembaga hukum antara KPK dengan Polri.

Baca: Polisi Akui Sedang Sidik Dua Pimpinan KPK

Munculnya kekhawatiran episode baru Cicak vs Buaya menurutnya menjadi contoh. Hal ini wajar karena Presiden Joko Widodo menyampaikan sikapnya agar Polri hati-hati.  “Ini yang perlu diingatkan ke pihak Polri. Kalau nekat terus bisa muncul Cicak versus Buaya yang baru. Itu jadi gaduh," tutur Ray.

Selain memunculkan benturan KPK vs Polri, bila SPDP dilanjutkan maka dikhawatirkan akan mengancam aktivis antikorupsi dalam menyuarakan kritiknya. Kemudian, ketimbang melajutkan SPDP pimpinan KPK, Polri diharapkan serius terhadap kasus penting sebelumnya seperti teror penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. "Itu lebih baik diusut dulu, karena sudah 6 bulan lebih tapi terbengkalai," ujar Ray.

Harapan lain disuarakan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Ester. Polri diharapkan tak melanjutkan proses penyidikan terhadap dua pimpinan KPK. SPDP yang belum jelas landasannya dinilai lebih baik dihentikan untuk kepentingan pengusutan kasus dugaan korupsi yang ditangani KPK.

"Baiknya itu memang dihentikan kalau mengacu Pasal UU Tipikor karena KPK sedang dalam penanganan kasus korupsi," tutur Lalola.

Selanjutnya, ... Lawan Kriminalisasi KPK

Terbitnya SPDP untuk dua pimpinan KPK mengundang perhatian. Mantan pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto memberikan dukungan agar Agus Rahardjo dan Saut Situmorang tak takut dengan laporan ke Polri. Bahkan, ia meminta agar internal KPK memberikan support kepada Agus dan Saut.

"Harus solid, lawan!" kata Bibit di Jakarta Pusat, Minggu, 12 November 2017.

Kasus yang pernah dialami Bibit pada 2009 menjadi acuannya. Ia bahkan sempat menulis buku terkait pemberantasan korupsi di Indonesia. Gerakan melawan korupsi menurutnya harus tetap didukung dan tak boleh berhenti. "Dulu saya juga diperkarakan, sampai dibuatkan buku pula," tutur Bibit menambahkan.
 
Bibit Samad merupakan salah satu pimpinan yang pernah diperkarakan dalam dugaan kasus korupsi proyek sistem komunikasi radio terpadu, 8 tahun lalu. Dua lembaga yaitu KPK dan Polri ikut memanas. Untuk meredam konflik ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu sampai membentuk tim independen pencari fakta atau Tim Delapan. Kasus ini yang kemudian dikenal dengan istilah Cicak vs Buaya jilid I.

Baca: "SBY Harus Cegah Cicak Vs Buaya Jilid II"

Baik Agus dan Saut sebagai terlapor sudah memberikan respons. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan kepolisian terkait kasus laporan tim kuasa hukum Setya Novanto.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang

Foto: Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat dilantik Presiden Jokowi. ANTARAFoto

Agus mengaku akan berkoordinasi dengan kepolisian. Namun, suara lantang disampaikan Wakil KPK Saut Situmorang. Ia menganggap, apa yang dialaminya bersama Agus Rahardjo masih tak seberapa dibandingkan risiko yang sudah dialami penyidik KPK Novel Baswedan. Seperti diketahui, Novel mengalami aksi teror penyiraman air keras sejak enam bulan lalu. Namun, belum terungkap pelaku penyerangan.

 "Apa yang kami alami enggak ada sejengkal-sejengkalnya dari yang dialami oleh Novel kan," kata Saut di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat,10 November 2017.

Baca Juga: Tim Independen: Cicak Vs Buaya Jilid III Jauh Lebih Rumit

Pihak Setya Novanto yang diwakili kuasa hukumnya Fredrich Yunadi mengatakan alasan pelaporan dua pimpinan KPK ke polisi karena diduga penyalahgunaan kewenangan dalam surat pencegahan kliennya. Pelanggaran dua pimpinan KPK dalam surat pencegahan tersebut dinilainya seolah-olah KPK paling benar.

Diharapkan pihak Polri segera merampungkan berkas untuk segera dilimpahkan ke kejaksaan dan segera disidangkan. Ia pun meminta agar jangan dispesifikasikan adu domba antara Polri dengan KPK.

"Kami sudah tinjau Rabu lalu. SPDP itu juga sudah dikirim ke KPK. Kami lapor karena ada penyalahgunaan wewenang. Nah, ini yang harus dikoreksi agar tak keterusan," ujar Fredrich kepada VIVA, Minggu, 12 November 2017.

Selanjutnya,...  Suara Jokowi

Presiden Joko Widodo sudah meminta agar laporan dua pimpinan KPK tak membuat gaduh. Ia menegaskan agar proses penyidikan terhadap Ketua KPK Agus Raharjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dihentikan. Permintaan penghentian ini bila tak ada bukti yang mendukung.

Ia mengingatkan hubungan KPK dan Polri harus tetap jalan tanpa memunculkan benturan.

"Hubungan antara KPK dan Polri baik-baik saja. Tapi saya minta tidak ada kegaduhan. Kalau ada proses hukum, proses hukum," kata Jokowi, di Lanud Halim Perdana Kusuma Jakarta, Jumat 10 November 2017.

Kemudian, Jokowi menegaskan harus benar-benar berdasarkan fakta dan bukti hukum yang jelas. Kalau tidak ditemukan bukti dan fakta hukum, Jokowi menegaskan agar SPDP tersebut dihentikan.

"Jangan sampai saya sampaikan, jangan sampai ada tindakan-tindakan yang tidak berdasarkan bukti dan fakta. Saya sudah minta untuk dihentikan kalau ada hal seperti itu," jelas Jokowi.

Gedung KPK, Jakarta.

Foto: Gedung KPK

Kapolri Jenderal Tito Karnavian sendiri sudah bersuara agar penyidik di lembaga yang dipimpinnya untuk hati-hati. Imbauan Tito ini terkait penanganan perkara yang menyeret dua pimpinan KPK. Menurut dia, status Agus dan Saut baru sebatas terlapor bukan tersangka.

"Saya tegaskan bahwa status saudara Agus Rahardjo dan Saut Situmorang statusnya terlapor, sebagaimana laporan polisi yang dilaporkan pelapor bukan sebagai tersangka," kata Tito di Jakarta Utara, Kamis, 9 November 2017.

Diakui Tito, pihak pelapor dalam hal ini kubu Novanto yang diduga mempublikasikan SPDP dua pimpinan KPK ke publik. Ia membantah pihak Polri yang sengaja mengeluarkan SPDP tersebut.

"Nah yang pelapor ini mungkin dia yang menyampaikan kepada publik, bukan Polri yang menyampaikan kepada publik. Saya ulangi, bukan Polri yang menyampaikan kepada publik. Tapi kemungkinan besar adalah pelapor yang menyampaikan kepada media," kata Tito di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis, 9 November 2017. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya