Sesal dan Amanah Si 'Maknyus'

Bondan Winarno di kediamannya.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA – Rabu, 29 November 2017, duka menyelimuti dunia kuliner Tanah Air dengan kepergian salah satu pakar kuliner terbaiknya, Bondan Haryo Winarno atau yang lebih dikenal dengan sapaan Pak Bondan 'Maknyus'. Pria berusia 67 tahun itu wafat akibat gagal jantung dan komplikasi pada pukul 09.05 WIB di Rumah Sakit Harapan Kita.

Obrolan dengan Pak Bondan saat Makan Malam di Utrecht

Bondan pergi meninggalkan istri dan tiga orang anak. Saat ini jenazahnya telah disemayamkan di rumah duka di Jalan Bangsawan Raya Sentul City, Jawa Barat.

Kepergian pria yang terkenal dengan jargon 'Maknyus' ini bisa dibilang cukup mengagetkan publik. Pasalnya, mendiang Bondan tidak pernah terdengar sakit. Ia bahkan masih aktif di dunia kuliner dalam beberapa tahun terakhir.

Sedih, Sang Anak Ungkap Keinginan Terakhir Bondan Winarno

Begitu pun dengan aktivitas menulisnya. Sebelum meninggal dunia, Bondan bahkan tengah menulis buku kuliner yang kini belum rampung.

"Saya enggak tahu judulnya, tapi masih merampungkan buku. Beliau memang masih menulis kuliner, banyak fokus ke situ sebelum pergi," ujar anak laki-laki Bondan, Eliseo Raket Winarno kepada awak media di Sentul, Rabu, 29 November 2017.

Doa Istri Sebelum Bondan Winarno Meninggal Dunia

Bondan memang bukan sekadar penggemar, pengamat, pebisnis dan pakar kuliner. Ia juga merupakan seorang pemerhati kuliner yang banyak berjasa mempromosikan kuliner Indonesia ke dunia internasional. Namun, lebih dari itu, ia juga selalu mengedukasi masyarakat agar lebih peduli terhadap kesehatan, meski dengan makan enak.

Bondan Winarno.

Karier dan Perjalanan Hidup

Lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 29 April 1950, Bondan mengawali kariernya sebagai jurnalis. Namun sebelum itu, ia merupakan seorang penulis lepas di berbagai media cetak.

Dikutip dari berbagai sumber, pria yang pernah bercita-cita sebagai penerbang dan guru ini kemudian menjadi seorang jurnalis dan sempat menjabat sebagai redaktur kepala majalah SWA pada 1984-1987. Ia juga pernah menjadi pemimpin redaksi harian Suara Pembaruan pada 2001-2003.

Sebelum dikenal sebagai pembawa acara kuliner, Bondan juga terkenal sebagai jurnalis investigasi yang tekun. Karyanya yang berjudul Bre X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi bahkan disebut-sebut sebagai salah satu laporan investigasi terbaik yang pernah ada di Indonesia. Banyak pula yang belum tahu bahwa sebagai penulis, Bondan juga pernah mengarang cerita anak-anak, cerita pendek, novel dan buku-buku tentang manajemen.

Sebenarnya, ia terjun ke dunia kuliner diawali sebagai pengusaha. Tahun 1987-1994 Bondan menjabat sebagai Presiden Ocean Beauty International, sebuah perusahaan makanan laut yang berbasis di Seattle Washington, Amerika Serikat. Setelah itu, Bondan mulai banyak bergerak di dunia kuliner. Ia bahkan merupakan pelopor dan ketua Jalansutra, komunitas wisata boga yang populer di Indonesia.

Bondan Winarno.

Namun, namanya melambung sejak menjadi presenter dalam acara kuliner di salah satu stasiun televisi swasta, yakni Wisata Kuliner. Dalam program tersebut, Bondan sering mengucapkan "Pokoke maknyus", setiap sehabis mencicipi hidangan. Ungkapan itu lantas banyak dipakai untuk menggambarkan kondisi yang nyaman, enak dan sebagainya.

Pria yang juga pernah menjadi juru kamera Puspen Hankam ini juga membuka bisnis restoran peranakan Kopitiam Oey yang kini namanya telah berganti menjadi Kedai Kopi Oey tahun 2012 silam.

Belakangan Bondan melebarkan sayap ke dunia politik dan bergabung di Partai Gerindra. Ia lantas menjadi calon anggota legistlatif (caleg) dari daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta II, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan luar negeri saat Pemilu 2014 lalu. Namun, ia gagal maju ke Senayan.

Kronologis Penyakit

Dari surat keterangan yang diberitahukan oleh pihak Rumah Sakit Harapan Kita kepada awak media, diketahui bahwa Bondan meninggal dunia disebabkan oleh gagal jantung sebagai penyebab langsungnya. Sedangkan penyebab dasarnya adalah infective endocarditis atau infeksi pada permukaan endocardial.

Sementara penyebab antaranya adalah multi organ failure atau komplikasi. Penyebab antara lainnya adalah dissecting aorta atau sobekan di lapisan dalam pembuluh darah yang keluar dari jantung (aorta).

Banyak yang menduga, Bondan meninggal dunia akibat terlalu banyak mengonsumsi makanan yang berbahaya. Namun hal ini dibantah oleh putranya, Eliseo. Meski sang ayah sering mencicipi aneka kuliner berlemak saat berwisata, tapi sesungguhnya, mendiang Bondan memiliki kebiasaan dan pola makan sehat.  

"Gaya hidup beliau sangat disiplin sekali, walau dia suka kuliner tapi gaya hidup beliau sangat disiplin sekali," ucap Seo, sapaan Eliseo.

Seo juga menjelaskan, selain cukup ketat terkait pola makan, ayahnya juga sangat rutin berolahraga.

"Ya dia olahraga, apalagi tahun terakhir sehat sekali. Jadi dia orang yang sangat disiplin dalam olahraganya, makanannya," kata dia.

Bondan Winarno.

Bondan sendiri memang sudah berulang kali mengingatkan publik untuk menjaga kesehatan, meski sering menyantap makanan penuh lemak dan kolesterol. Menurutnya, setiap orang harus menggunakan rumus ‘know what you eat’ atau ‘kenali apa yang Anda makan’.

"Kalau lagi syuting, sehari kami bisa mendatangi 8-12 tempat. Semua makanan saya cicipi, tapi tidak dihabiskan," kata Bondan dalam wawancara bersama VIVA beberapa tahun lalu.

Dia menjelaskan, jika tiga hari dia selalu makan enak, maka dua hari berikutnya harus melakukan detoksifikasi. Caranya, tidak makan sama sekali dan hanya minum air dua liter. Selain itu, setiap dua jam sekali ia mengonsumsi jus buah dan sayur tanpa gula ditambah suplemen.

Di samping itu, Bondan juga rutin berolahraga selama dua jam sehari, seperti bersepeda dan berenang. Ia mengatakan, disiplin berolahraga dan diet membuat gula darah normal, sehingga dia tak perlu mengonsumsi obat antihipertensi.

"Saya tidak perlu minum obat antihipertensi yang saya minum selama delapan tahun. Saya merasa lebih baik, lebih gembira dan menikmati hidup," ucap Bondan.

Sesal dalam Kata 'Maknyus'

Bondan selalu menyebut 'Maknyus' untuk menggambarkan betapa lezatnya makanan yang dia santap dalam acara kuliner di program TV yang pernah ia pandu. 'Maknyus' pun menjadi populer dan banyak digunakan masyarakat untuk mengungkapkan kelezatan suatu makanan.  

Namun, ternyata di balik ketenaran kata dalam acara kuliner tersebut, terselip satu penyesalan. "Penyesalan saya, kenapa selama ini saya enggak terlalu menyinggung soal gizi. Saya ngomong soal ‘maknyus’, kalau cari makanan harus yang ‘maknyus’, tapi enggak ngomongin pentingnya gizi. Padahal itu rohnya makan," kata Bondan, Maret 2014 silam.

Sebagai seorang pengamat kuliner, Bondan tahu betul bagaimana pola konsumsi masyarakat Indonesia yang seringkali salah kaprah. Pengetahuan masyarakat yang minim seputar gizi membuatnya prihatin.

Hal itu pula lah yang membuat ayah dari Gwendolin Amalia Winarno ini memutuskan untuk membuka restoran sendiri. Ia ingin mengedukasi orang soal makanan. “Orang Indonesia itu makannya kan sembarangan,” ujarnya waktu itu.

Jadi, bisa dibilang salah satu keinginan Pak Bondan yang belum tercapai adalah ingin merekomendasikan makanan-makanan lezat ke masyarakat luas seperti yang selama ini ia lakukan, tapi disertai penjelasan mengenai gizi dan kesehatan.

"Selama ini dakwah saya kan tentang makanan enak. Tapi di acara saya, saya enggak boleh ngomong soal gizi. Sebenarnya saya benci, karena makanan enak harus dilandasi dengan pengertian tentang gizi," ucapnya.

Bondan Winarno

Dia juga pernah mengaku bosan ditanya orang soal kolesterol tinggi. Bondan menjelaskan, ia makan bebas hanya saat memandu acaranya. Di luar itu, ia benar-benar makan makanan sehat untuk mengimbangi segala makanan berlemak yang  ia santap saat syuting.

"Di rumah, saya jangan harap ketemu gula. Saya kalau di rumah makan kayak gembel. Tapi saat sedang kerja saya makan seperti biasa. Kan dalam hidup sesekali menyantap makanan enak itu perlu," ujarnya.

Namun, ia tetap mengimbau kepada masyarakat untuk memperhatikan kesehatan dan asupan gizi sehari-hari. Selain itu porsi makanan juga menjadi hal yang patut dijadikan concern.

Ia pernah mengatakan, penyebab Indonesia menjadi negara dengan penduduk berpenyakit gula tertinggi keempat di dunia adalah karena masyarakatnya mengonsumsi nasi terlalu banyak.

"Bukan berarti Anda harus benar-benar berhenti makan nasi. Harus diakui makanan seperti rendang itu enggak nikmat kalau enggak dimakan pakai nasi. Tapi tolong jangan berlebihan," ujarnya.

Andai masyarakat mau lebih sadar akan pentingnya menjaga pola makan dan hidup sehat. Mungkin Pak Bondan tak perlu menyesal. Lain kali, sebelum berburu kuliner ‘maknyus’, ingat amanah mendiang Bondan. Jangan berlebihan dan ketahui apa yang Anda makan.

Selamat jalan, Pak Bondan. Semoga damai menyertaimu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya