Sudah Dipenuhikah Hak Disabilitas di Indonesia?

Ilustrasi penyandang disabilitas.
Sumber :
  • Pixabay/Stevepb

VIVA – Seluruh dunia tidak terkecuali di Indonesia memperingati Hari Disabilitas Internasional yang jatuh pada 3 Desember setiap tahunnya. Kesetaraan dan pemenuhan hak-hak dalam segala aspek kehidupan masih terus didorong untuk dapat diwujudkan dengan baik oleh semua pihak. 

3 Desember Hari Disabilitas Internasional, Ketahui Sejarah dan Tema Tahun Ini

Di Indonesia, kesetaraan itu ditekankan dengan mengacu pada pendekatan hak azasi manusia. Sebelum ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, hak-hak tersebut diperjuangkan dalam ratifikasi konvensi PBB pada 2011 yang ditetapkan pemerintah menjadi UU No. 19 tahun 2011. 

"Setelah ratifikasi ini, kemudian perjuangan oleh teman-teman selama enam tahun dan kemauan dari pemerintah, maka ditetapkan UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam UU ini, semua aspek kehidupan disabilitas tertuang," kata Aktivis Disabilitas, Jonna Damanik, saat dihubungi VIVA, Minggu, 3 Desember 2017. 

Hari Disabilitas Internasional Dirayakan dengan Mengukir Karya

Setelah UU tersebut diterapkan Jonna mengungkapkan, masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah, terutama di daerah, untuk memenuhi hak-hak kaum disabilitas. Saat ini masih banyak daerah yang belum membuat peraturan daerah mengenai hal tersebut

"Masih ada PR besar. Nah saat ini masih dalam konteks kebijakan masih dalam taraf mewujudukan turunan (UU) baik dalam PP (Peraturan Pemerintah), Permen (Peraturan menteri) sampai tingkat daerah Perda (Peraturan Daerah)," tambahnya. 

Momen Risma Menangis dan Peluk Penyandang Disabilitas

Namun dia mengakui, saat ini sudah banyak implementasi UU tersebut yang sudah mulai dirasakan. Salah satunya penyediaan sejumlah fasilitas umum yang ramah bagi penyandang disabilitas. 

"Di tataran daerah, provinsi, kabupaten atau kota itu banyak progres yang secara pribadi saya rasa cukup, karena isu ini mengusung inklusivitas. Misalnya ketika seorang pengguna kursi roda di trotoar merasa nyaman, maka orang lain pun akan merasakan kenyamanan yang sama," ungkapnya. 

Selanjutnya...

Parameter kenyamanan 

Lebih lanjut Jonna mengatakan, yang menjadi parameter paling dasar dalam pemenuhan hak-hak disabilitas adalah kenyamanan di ruang publik. Salah satu yang disoroti adalah fasilitas transportasi umum untuk penyandang disabilitas. 

Menurutnya, saat ini masih banyak transportasi umum yang sulit diakses para penyandang disabilitas. Commuter line misalnya, belum tersedianya jalur khusus di banyak stasiun, jelas sangat menyulitkan akses para penyandang. 

"Ketika kita bicara turun dari commuter line, masih banyak stasiun antara borders dengan stasiun tingginya terlalu jauh. Non-disabilitas saja turunnya setengah mati," ungkapnya. 

Fasilitas di bandara juga menjadi sorotan karena masih belum sepenuhnya mengakomodir penyandang disabilitas. Penerapan teknologi pun disarankan bisa dikembangkan. 

"Contoh juga bandara, sign board butuh bagi kami tunanetra. Di luar negeri, Amerika, ketika saya nyalakan handphone di screen reader dia langsung meng-guidance saya, to step ahead, dan itu teknologi sangat kami butuhkan," ungkapnya. 

Menanggapi hal tersebut, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berjanji akan meningkatkan fasilitas pelayanan bagi disabilitas itu antara lain dengan menambah dan memperbaiki fasilitas sarana maupun prasarana transportasi yang ada. 

Menhub menyatakan, penyelenggara sarana dan prasarana transportasi wajib juga menyediakan ruang pusat informasi dan personel yang dapat membantu pengguna jasa disabilitas. Hal tersebut tegas dituangkan dalam peraturan menteri yang telah berlaku saat ini. 

Baca juga: Fasilitas Transportasi untuk Disabilitas Bakal Ditingkatkan

Pemerintah lanjut Jonna juga harus terus melakukan sosialisasi tentang kesetaraan penyandang disabilitas di Indonesia. Apalagi saat ini pendekatan yang dilakukan sudah bukan lagi fokus pada kesehatan dan rehabilitasi, tapi hak azasi manusia dan sosial. 

"Masih banyak masyarakat umum melihat kami sebagai rejected people. Padahal sebenarnya tidak seperti itu ketika bicara pendekatan human right dan pendekatan sosial, barrier itu bisa tereliminir dan berinteraksi dengan siapapun bisa terakomodasi itu," tegasnya. 

Dengan sosialisasi yang masif, kata dia, penyandang disabilitas bisa diterima penuh di masyarakat. Bahkan, pada akhirnya bisa berkontribusi bagi pembangunan nasional. 

"ILO (International Labour Organization) pernah mengadakan riset, ketika akses disabilitas tidak bisa diakses, 7-10 persen dari APBN Indonesia akan hilang," ujarnya. 

Terlepas dari beberapa pekerjaan rumah tersebut, dia mengapresiasi perbaikan pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam bidang politik. Pada tahun politik 2018 mendatang peran disabilitas ditingkatkan, dan hal tersebut dipantau langsung oleh KPUD dan Bawasda di daerah. 

"Sampai September kemarin saya keliling Indonesia di KPUD dan Bawasda lihat mengadvokasi partisipasi disabilitas dalam hak politik. Teman-teman ada yang jadi KPPS dan panwas. 

Dia pun berharap ke depannya sinergi pemerintah pusat dan daerah bisa ditingkatkan. Sehingga pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas bisa terus ditingkatkan.

Selanjutnya...

Janji pemerintah

Presiden Joko Widodo melalui akun Twitter resminya (@jokowi) pada 3 Desember 2017 mengucapkan selamat hari disabilitas internasional. Dia pun berjanji Indonesia berkomitmen untuk memenuhi hak-hak disabilitas sesuai dengan konvensi PBB yang telah dituangkan dalam undang-undang. 

Meski demikian dia menegaskan, perlu kerja sama seluruh pihak untuk dapat mewujudkan komitmen tersebut. Tidak hanya pemerintah pusat, tapi pemerintah daerah dan masyarakat juga turut berkontribusi dalam hal ini. 

Baca juga: Jokowi Ingin Penyandang Disabilitas Berpartisipasi di Publik

Salah satu yang memegang peran penting dalam mewujudkan pemenuhan hak tersebut adalah aturan di daerah. Berdasarkan catatan Kementerian Sosial saat ini baru delapan provinsi yang membuat peraturan daerah tentang penyandang disabilitas. 

"Mari bekerja sama agar penyandang disabilitas mendapatkan hak berpartisipasi lebih luas di masyarakat," tulis Jokowi. 

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa saat memperingati hari disabilitas di Yogyakarta Sabtu 2 Desember 2017, pun menyoroti hal tersebut.  Menurutnya, regulasi tersebut menjadi dasar perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. 

Dia menjabarkan, kedelapan provinsi yang telah memiliki perda disabilitas yakni Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Bali. Dia berharap langkah strategis ini bisa diikuti oleh daerah lain khususnya kabupaten dan kota di Indonesia. 

"Dengan demikian hak-hak penyandang disabilitas bisa terkawal dan terpenuhi sehingga akhirnya mereka memperoleh hak dasarnya serta perlindungan yang baik," ungkap Khofifah. 

Namun demikian dia mengingatkan, penyusunan perda harus berdasarkan keperluan kaum difabel di daerah masing-masing. Artinya perlu melibatkan penyandang disabilitas dalam penyusunan aturan. 

Khofifah menerangkan, nantinya perda disabilitas tersebut menjadi payung hukum pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas di tingkat daerah. Harapannya, kata dia, para penyandang disabilitas dapat lebih mandiri dan sejahtera melalui pengakuan, penghormatan, serta jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-haknya. 

"Intinya bagaimana kemudian aksesibilitas para penyandang disabilitas terjamin oleh undang-undang," imbuhnya. 

Khofifah menuturkan, disabilitas bukanlah batasan karena mereka pun butuh akses dan kesempatan yang sama untuk mengaktualisasikan potensinya. Hal tersebut terbukti pada inplementasi perda tersebut di Yogyakarta. 

"Kami membentuk Difabel Siaga Bencana (Difagana) yang dilibatkan saat terjadi bencana alam. Mereka ini memiliki kekompakan dan semangat yang luar biasa. Saat ini Difagana baru ada di Yogyakarta. Mudah-mudahan bisa menjadi contoh daerah lain, untuk membentuk difabel siaga bencana (difagana)," tambahnya. 

Khofifah pun berpesan, momentum peringatan hari disabilitas setiap tahunnya tidak sekadar menjadi seremoni. Tapi, benar-benar bisa diimpelementasikan dan diwujudkan oleh seluruh daerah di Indonesia. 

"Ini penting, agar ke depan bisa terbentuk masyarakat yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan di atas bingkai keberagaman bangsa Indonesia ," tuturnya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya