'Dongeng' Penegakan HAM

Ilustrasi/Protes aksi pelanggaran HAM di Indonesia.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Minggu, 10 Desember 2017 menjadi peringatan hari hak asasi manusia (HAM) sedunia ke-69. Pemerintah RI melalui Kementerian Hukum dan HAM ikut menyelenggarakan acara peringatan hari HAM di Surakarta, Jawa Tengah. Presiden Joko Widodo langsung yang membuka acara peringatan tersebut.

Demo Sempat Ricuh, Mobil Komando Buruh Ditabrakan ke Kawat Berduri

Penegakan HAM memang masih menjadi persoalan yang belum tuntas di setiap pergantian pemerintahan. Menjadi salah satu program pemerintah, namun praktik penyelesaiannya memang tak mudah.

Presiden Jokowi mengakui hal ini. Selama tiga tahun pemerintahannya, penegakan HAM masih menjadi pekerjaan rumah.

Kapolri Gelar Lomba Orasi Gara-gara Indeks Demokrasi RI Melorot

"Saya menyadari masih banyak pekerjaan besar, pekerjaan rumah perihal penegakan HAM yang belum bisa tuntas diselesaikan," kata Jokowi di Ballroom Hotel Sunan, Surakarta, Jawa Tengah, Minggu, 10 Desember 2017.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) punya catatan terkait pencapaian Jokowi soal penegakan HAM. Anggota Komnas HAM periode 2012-2017, Natalius Pigai mengatakan sulit berharap banyak terhadap pemerintahan Jokowi.

Dokumen Soal Uighur Bocor, HMI Singgung Pelanggaran HAM

Rasa pesimistis ini lantaran tahapan proses penegakan masalah HAM seperti terkesan berhenti di tempat alias stagnan. Tak sesuai dengan janji Jokowi ketika kampanye dengan janji akan memperhatikan penegakan HAM. Padahal, penegakan HAM tertuang dalam Nawacita Jokowi.

Dari catatannya, ada beberapa kasus pelanggaran HAM besar seperti tragedi 1965, peristiwa penembakan misterius tahun 1980-an, peristiwa Talangsari 1989, hingga kerusuhan Mei 1998. Dari beberapa kasus tersebut, menurut Pigai, tragedi 1965 sebenarnya sudah dimulai prosesnya di era pemerintahan Jokowi. Namun, hal ini seperti kembali 'menguap'.

"Penyelidikan tragedi 1965 kan sudah direkomendasikan ke jaksa agung tapi belum bisa ditindaklanjuti. Ini kan stagnan namanya," ujar Pigai kepada VIVA, Minggu 10 Desember 2017.

Ilustrasi/Perjuangan korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

Foto: Aksi pendemo saat acara Kamisan di depan Istana.

Baca: Nawacita Tersandera, Jokowi Diminta Copot Wiranto

Pesimistid Pigai berlanjut karena tahun depan sudah memasuki tahun politik. Sulit membahas penegakan HAM di tahun politik. Ia khawatir bila ada rencana proses pembahasan penegakan HAM bisa diduga menjadi momentum untuk Pemilu 2019. Dengan sisa sekitar 1,5 tahun pemerintahan Jokowi, sulit berharap persoalan HAM besar bisa tuntas.  

"Kita sadar pasti lah. Penyelesaian persoalan hukum itu tidak gampang dan butuh waktu. Tahun depan, sudah agenda politik. Jokowi tinggal 1,5 tahun lagi, sulit berharap," tutur Pigai.

Pelanggaran HAM Masa Kini

Teatrikal Pelanggaran HAM

Foto: Aksi teatrikal keadilan penegakan kasu HAM.

Penuntasan masalah HAM besar memerlukan kekompakan antara presiden dengan kabinet kerjanya. Bila tak ada kesolidan antara pejabat menteri sulit mempraktikkannya. Keinginan untuk menyelesaikan hanya sebatas rencana yang sulit terwujud. Polemik Simposium Tragedi 1965 yang pernah digagas pemerintahan Jokowi menjadi contohnya.

Luhut Binsar Panjaitan ketika itu masih menjabat Menko Polhukam mewakili pemerintah menggelar simposium Tragedi 1965. Acara ini digelar 18-19 April 2016 di Hotel Aryaduta, Jakarta. Dalam simposium tersebut, dihadirkan korban tragedi 1965, mantan perwira tinggi TNI, sejarawan, dan sejumlah tokoh yang mengetahui peristiwa berdarah tersebut.

Saat itu, menurut Pigai, antara Presiden Jokowi dan menteri terkait terkesan seperti tak kompak. Belum lagi pejabat menteri terkait 'dingin' bila bekerjasama dengan Komnas HAM.

"Perlu waktu dan kesolidan kepala negara, menteri, dan lembaga HAM. Harus diakui proses tahapan saja sulit, apalagi bahas penyelesaian. Jadi jangan seperti dongeng, tak ada solusi," jelas Pigai.

Baca: Pemerintah Pelajari Dua Rekomendasi Simposium soal PKI

Anggota Komnas HAM periode 2017-2022, Beka Ulung Hapsara mengatakan, peringatan hari HAM sebaiknya menjadi refleksi penegakan masalah HAM. Bila memang tak bisa menuntaskan peristiwa tragedi besar masa lalu sebaiknya fokus dalam penyelesaian penegakan HAM saat ini.

"Refleksi mestinya bisa dengan menyelesaikan penegakan HAM era sekarang. Yang diketahui saat ini," kata Beka kepada VIVA, Minggu, 10 Desember 2017.

Pelanggaran HAM, menurut Beka, kerap terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Kebijakan yang belum dipahami masyarakat biasanya akan memunculkan korban seperti misalnya penggusuran lahan karena pembangunan infrastruktur.

Beka menyebut kasus di Kulonprogo, Yogyakarta menjadi contoh salah satu kasusnya. Pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA), di Kulonprogo menjadi penyebabnya. Belajar dari kasus ini, pembangunan infrastruktur era Jokowi harus diimbangi dengan pemenuhan hak rakyat yang terkena dampaknya.

"Kayak seperti di Kulon Progo saja. Pembangunan infrastruktur harus disertai penghormatan hak warga," ujar Beka.

Catatan lain terkait kekerasan aparat terhadap warga sipil. Jumlah ini bukan cenderung menurun tapi justru bertambah. Minimnya sanksi hukuman menjadi salah satu faktornya. Tak ada sanksi tegas dinilai tak membuat jera pelaku pelanggaran HAM.

Tantangan Jokowi

Pemerintahan Jokowi diminta solid untuk pemasalah penegakan HAM. Masalah ini dinilai sensitif dalam penyelesaiannya. Bila Jokowi dan pejabat menteri terkait kompak bisa meredam kepentingan sektoral maka solusi penyelesaian akan muncul. Permasalahan yang sering disoroti karena sikap berbeda antar pejabat menteri.

"Ini diharapkan tidak terjadi lagi dan menjadi tantangan Jokowi," kata Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani.

Tantangan Jokowi yang lain adalah status Indonesia dengan negara kepulauan luas. Konsekuensi kerap munculnya pelanggaran HAM di berbagai daerah menjadi konsekuensinya. Terkait persoalan ini, Jokowi mesti bisa mensosialisasikan program seperti human right cities.

Kriteria dalam hal ini antara lain perlindungan terhadap perbedaan keyakinan, fasilitas yang melindungi hak warga negara, perlindungan terhadap penyandang disabilitas, dan penanganan atas kemiskinan.

"Bagaimana bisa mengembangkan daerah, kota yang berwawasan HAM. Bila ini sudah bisa maka pelanggaran terhadap HAM mungkin bisa menurun," tutur Arsul.

Dalam pembukaan peringatan HAM sedunia ke-69 di Surakarta, Jawa Tengah, Jokowi mengapresiasi kepada kepala daerah yang mampu mengembangkan daerah berwawasan HAM.

Diakui Jokowi, penegakan HAM membutuhkan kerjasama antara pemerintah pusat dan daerah serta seluruh komponen masyarakat. Sinergisitas antara pusat dan daerah ini ke depannya yang akan menjadi tantangan lain Jokowi.

Ruang Pengaduan Komnas HAM

Foto: Ilustrasi saat pengaduan ke Komnas HAM

Jakarta Terbanyak

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengumumnkan riset terbarunya terkait kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Air. Menurut data KontraS, DKI Jakarta merupakan provinsi terbanyak pada 2017, yang memunculkan peristiwa pelanggaran HAM.

Peneliti Divisi Riset dan Advokasi KontraS, Ananto mengatakan, tercatat ada 33 kasus pelanggaran HAM di DKI Jakarta. Bentuk pelanggaran ini masuk ke dalam bentuk pelarangan kebebasan berpendapat atau berekspresi.

"DKI tidak terlepas dari momentum politik yang sangat tegang di tahun 2017 ini," kata Ananto, Minggu 10 Desember 2017.

Mayoritas pelanggaran HAM itu umumnya berkaitan dengan Pemilihan kepala Daerah. Dari jumlah itu, sebanyak 39 orang mengalami intimidasi, lalu 19 orang luka-luka dan 16 orang mengalami penahanan.

Adapun total  kasus pelanggaran HAM di berbagai daerah terkait kebebasan berekspresi mencapai 223 kasus. Setelah Jakarta, Sulawesi Selatan menempati posisi kedua sebagai provinsi dengan dengan 30 kasus kejadian.

"Bentuk-bentuk pelanggaran yang masih masif antara Januari-Oktober 2017 itu adalah pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat," ujar Ananto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya